Sabtu, 18 Juli 2020

Terapung di Laut


Witing tresno jalaran songko kulino. Rasa suka tumbuh karena biasa. Seperti pengalaman pagi ini, dengan peralatan snorkeling saya mencoba mengeksplorasi cara berenang dan pengamatan taman bawah laut pantai Falajawa. Keindahan dalam air, terumbu karang dan aneka biota laut yang mempesona. Seperti samudera yang menyimpan pengetahuan tanpa batas. Mengeksplorasi renang dan laut juga menyediakan pengalaman dan pengetahuan tanpa batas. 

Pagi ini mencoba pengalaman baru terapung di air asin. Terapung di air tawar, di sungai, telaga, tambak atau danau sudah biasa bagi saya. Itu pengalaman menyenangkan kami, kanak kanak yang lahir di dataran rendah rawa rawa. Kami biasa “ngintir”, terapung mengikuti arus sungai beberapa kilometer. Anak anak desa biasa berenang di sungai dari pagi sampai sore, sungai adalah wahana bermain tanpa batas. Manusia kecil  yang menyerupai ikan, keluar dari air kulit kisut semua, orang orang tua menjuluki kami “regul”, kucing air yang menghabiskan ikan bandeng di empang. Tapi di air laut baru pagi ini mencoba.

Setelah menyelam melihat beberapa ikan zebra meliuk liuk di terumbu karang, saya ngaso sebentar di rakit papan. Samar samar terdengar ada yang memanggil dari atas papan. Nampak pak Risdan direktur utama BPRS tertawa tawa. Pak, ngoni saya panggil dari tadi, tara respon. Maaf pak Haji, dua telinga tersumpal, tidak dengar suara apapun. Ahirnya kami ngobrol sebentar di atas. Saya ingin terapung macam ibu ibu berjilbab sana tu, tapi belum berani coba, ujar pak Haji. Ayo pak Haji tong coba, mumpung kita di laut, masih pagi, perenang belum banyak.

Saya lebih dahulu mencoba. Masuk ke air, terlentang pasrah. Saya pejamkan mata, menahan nafas siap untuk tenggelam. Tapi tidak juga tenggelam, malah kaki terangkat, sehingga seluruh tubuh melayang di permukaan air. Mencoba tidur, mengosongkan pikiran, sekitar 10 menit, sedalam apa kira kira tubuh saya masuk ke dalam air. Ternyata tetap terapung. Pak Haji tertawa melihat apa yang saya lakukan. Ngoni su bisa terapung e. Setelah tanpa babibu, Pak Risdan melompat dari rakit, sejurus kemudian tubuhnya sudah melayang di atas air laut.

Sementara agak di tengah laut, ada sekitar dua jam dua nenek berjilbab berenang sambil ngobrol seperti layaknya ibu ibu di kampung yang sedang memotong padi saat musim banjir sambil ngerumpi, seluruh tubuh terendam. Tapi ini nenek nenek bacarita sambil berenang, pakai jilbab kaos lengkap panjang dan berat. Awalnya, saya melihat ini hal yang muskil, sebab saya berenang 5 menit dari tangga sampai ke rakit papan sejauh 150 meter, sampai kehabisan nafas, pucat dan muntah muntah. Tapi setelah melatih terapung tadi, 4 jam berenang di air laut rasanya masih mampu.

Kita sering menahan diri untuk mencoba hal hal baru, karena sudah kita letakkan blog mental yang menahan untuk berbuat.

Seperti halnya menulis. Banyak hambatan yang sengaja kita taruh sehingga membuat kita enggan untuk melampaui, melewati. Hambatan itu berupa malu, takut, tidak bisa, sulit dan lebih banyak lagi. Masalahnya hanya satu, tidak langsung mencoba, padahal kita punya banyak pengalaman sebelumnya. Sepertu terapung di air laut tadi. Setelah langsung saya coba, ternyata bisa, hambatan dan ketakutan tenggelam itu tidak ada, kehawatiran itu adalah barier yang kita taruh.

Sebagaimana berenang di laut, menulis juga membawa kita pada pengalaman baru pengetahuan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelum kita menceburkan diri. Dengan langsung mencoba terapung tubuh kita membuat solusi sendiri menemukan tekniknya sendiri, tidak perlu teori, tidak perlu perencanaan. Sebab ini bukan renang gaya kupu kupu yang memerlukan seperangkat teori dan aturan. Menulis juga demikian supaya gagasan bisa terapung, menulis bisa mengalir, langsung lakukan, tekniknya akan muncul sendiri sesuai dengan kebiasaan masing masing. Karena setiap orang unik dalam menulis, dan sebisa mungkin temukan teknik dan ciri khasnya.

Tak terasa sudah dua jam berada di dalam air. Badan terasa bugar. Pikiran segar. Dapat pelajaran baru. Makan bubur kacang hijaunya mas Yasir sudah mampu memadamkan kelaparan. Dilanjutkan dengan bercengkerama di bawah palm melambai dan sepoi sepoi angin laut menjelang siang. Datang kantuk menyergap, rasanya ingin masuk air lagi. Sebaiknya cukup. Biasanya jam 10 ke atas waktu yang melenakan, di air enak dan menyenangkan, efeknya  matahari dan air laut bisa membuat kulit terbakar dan terkelupas.

#69

2 komentar:

  1. Selamat. Sudah menemukan ilmu baru, "terapung". Ini bekal terbaik saat suatu ketika terjadi insiden di laut.Namun, di sisi lain "terapung" oleh pak doktor menjadikan sebuah tamsil dlm memantik semangat, juga teknik menulis. Selamat.

    BalasHapus
  2. Siap pak Doktor Hamzah. Menggali dan memperbaiki teknik menulis, sekaligus mencari makna dari ayat ayat yang terserak.

    BalasHapus