Rabu, 30 Juni 2021

Menulis Tidak Ada Matinye

 

Oleh Syaifuddin

 


Di era digital yang sudah berseri seri, sekarang sudah sampai 4.0 (four poin yero), telah memunculkan pesan komunikasi menggunakan multimedia atau berbagai macam media. Yang pokok saja misalnya menggunakan media tulis, suara, vigur dan gambar bergerak. Termutahir bermunculan ragam bentuk komunikasi di media sosial (medsos). Ada facebook, twiter, Instagram, yotube dan lain sebagainya. Semula orang bermedsos sebagai platform hiburan semata dan main main, namun pada ahirnya menjadi platform serius yang menghasilkan pundi pundi uang.

 

Pada mulanya orang bermedsos untuk urusan tidak serius, namun semakin kemari dapat digunakan untuk berbagai kepentingan yang sangat serius. Mantan presiden Amerika, Donald Trump menggunakan twiter untuk kemunikasi politiknya, bahkan perannya menggeser peran juru bicara Gedung Putih. Tweet Elon Musk pemilik CEO Tesla dapat melipatgandakan harga bitcoin ribuan persen dalam sekali tweet, sekaligus dapat meruntuhkannya dalam waktu sekejap.

 

Hiruk pikuk youtube dan keuntungan adsense yang dijanjikannya telah mendorong ribuan bahkan jutaan anak muda menjadi youtuber. Publik tanah air disuguhi karya video yaoutuber tanah air yang berpenghasilan milyaran setiap bulannya. Kita tidak asing lagi dengan Atta Halilintar, Rafi Ahmad, Baim Wong, Ria Ricis dan Dedy Curbusier. Sekarang ini, hampir semua selebritis membekali diri dengan chanel youtube sebagai penghasilan tambahan, terutama pada masa masa pandemic dua tahun belakangan. Subscriber mereka mulai jutaan sampai puluhan juta. Beberapa youtuber menjadi orang kaya baru.

 

Perkembangan bermacam media di era digital, seakan akan meminggirkan media komunikasi yang cukup tua yaitu tulisan. Nyatanya meskipun banyak koran gulung tikar, majalah mati suri, buku bermetamorfosa dalam bentuk pdf dan ebook, tetapi kebutuhan menulis/script dibalik munculnya semua media itu masih terus terjadi.

 

Kitab kitab suci ditulis dari wahyu Tuhan yang disampaikan dalam berbagai medium, pada ahirnya harus diawetkan dalam bentuk symbol tulisan sehingga dapat diwariskan dari waktu ke waktu. Tidak bisa dibayangkan bagaimana jadinya kalau firman Tuhan diwariskan secara lisan berdasarkan ingatan. Terjadi distorsi besar besaran karena keterbatasan manusia dalam menerima dan mentranfer informasi. Juga sama  kalau pengetahuan hanya diawetkan informasinya melalui media film, pas diperlukan listrik mati atau alat penyimpannya rusak, maka menguaplah pengetahuan itu.

 

Sebagus apapun hasil penelitian yang dipresentasikan dalam bentuk power point, bagan dan gambar yang menarik, pada ahirnya harus ditulis dalam struktur yang baku supaya bisa masuk jurnal bereputasi. Semenarik apapun youtube, menjadi sulit dijadikan referensi dan dikaji ulang sebelum digubah dalam bentuk buku atau tulisan.

 

Sejauh apapun perkembangan teknologi komunikasi, maka kecanggihan menulis dan mengungkapkan gagasan dalam bentuk tulisan selalu diperlukan untuk mendampingi perkembangan media komunikasi. Kitab, koran, majalah, radio, televisi, media sosial, youtube tidak bisa menggantikan atau mematikan keterampilan menulis sebagai Bahasa manusia yang tetap bertahan.

 

Di dunia perguruan tinggi tempat bersemainya pengetahuan dan reproduksi pengetahuan, menulis dan tulisan sebagai medium ilmu pengetahuan tidak akan pernah mati. Mahasiswa boleh presentasi skripsi, tesis dan disertasi dalam bentuk power point, tetapi gagasan runtut tulisannya harus dilaporkan dalam bentuk skripsi tesis dan disertasi. Karya tulis itu tidak bisa digantikan dengan tayangan film dokumenter, atau temuan teknologi baru misalnya.

 

Tulisan dan keterampilan menulis sejatinya tidak pernah mati dan selalu dibutuhkan dari masa ke masa. Dia menjadi tulang punggung dari berkembangnya media komunikasi. Eksistensinya tidak selalu terlihat, tapi akan selalu ada. Menulis tidak ada matinye.

 

30 Juni 2021

#153