Senin, 13 Juli 2020

Mengembalikan Bank Syari’ah ke Jalurnya (Part 5)


Sebagai sebuah ijtihad, bank syari’ah bukanlah produk yang sempurna. Ijtihad kelembagaan ekonomi, pada bank syari’ah juga melibatkan berbagai bidang yang kompleks, itu terlihat dari dampak yang ditimbulkan dalam sistem keuangan, sistem ekonomi dan sistem budaya di sebuah negara. 

Keberadaan bank syari’ah bukanlah entitas tunggal yang berdiri sendiri. Maju mundurnya bank syari’ah mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keseluruhan sistem keuangan syari’ah dan bahkan sistem keuangan konvensional.

Bank syari’ah adalah ijtihad di bidang mu’amalah yang bersifat bebas inovasi asal tidak melanggar hal hal yang dilarang. Kaidahnya Al-ashlu fil mu’amalati al ibahah khatta yadillu dalilun ala tahrimiha. (Hukum asal dari mu’amalah itu boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya). Asal tidak melanggar yang dilarang berarti syar’i. Yang dilarang diantaranya riba, maysir, gharah dan dhalim. Bila tidak mengandung empat unsur itu hukumnya boleh.

Karena sifatnya yang demikian maka bank syari’ah mempunyai kebebasan kreasi program atau cara kerjanya. Meskipun demikian bukan berarti bank syari’ah bebas dari salah. Produk ijtihad bersifat ihtiar, bila salah mendapat satu kebaikan, bila benar mendapat dua kebaikan. Jadi ihtiar dari ijtihad bank syari’ah baik, bila sepenuhnya disesuaikan dengan kaidah yang berlaku.

Bank syari’ah punya kompleksitas relasi dalam sistem keuangan di suatu negara. Bank syari’ah itu bagian dari sistem keuangan (moneter), sistem keuangan bagian dari sistem ekonomi, sistem ekonomi bagian dari sistem negara. Sebagai sebuah sistem keuangan, bank syari’ah memerlukan kehadiran asuransi syari’ah, sebab pembiayaan tidak bisa dijaminkan dalam asuransi konvensional. Bank syari’ah juga memerlukan pasar modal syari’ah untuk kegiatan investasi, tanpa pasar modal syari’ah bank syari’ah kesulitan mengembangkan permodalannya. Bank syari’ah dalam kegiatan keuangan dan transaksi antar bank membutuhkan pemenuhan kebutuhan uang jangka pendek yang bebas riba, maka diperlukan kehadiran pasar uang syari’ah

Bank syari’ah juga perlu patner dalam penanganan pembiayaan skala mikro dan menengah dan di daerah daerah yang tidak semuanya dapat dilayani oleh bank umum syari’ah, maka perlu kehadiran banyak Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS). Pembiayaan mikro dan ultra mikro syari’ah juga harus ada, karena sistem keuangan syari’ah terlanjur ada dan tidak bisa mengabaikan kebutuhan keuangan di sektor ini, maka lahirlah koperasi syari’ah dan lembaga keuangan mikro syari’ah. 

Kelemahan bank syari’ah yang paling menonjol adalah kesulitannya keluar dari paradigma bank sebagai lembaga pemberi pinjaman. Bank syari’ah yang awalnya dibranding sebagai bank berdasarkan prinsip bagi hasil, tetapi menghadapi tantangan perilaku konsumen yang tidak mudah. Mudharabah sebagai produk perbankan syari’ah dengan prinsip bagi hasil kurang diminati oleh nasabah. Bank juga mengalami kesulitan mengembangkan produk pembiayaan mudharabah karena tidak semua mitra bank dapat amanah. Belum ditemukannya formula yang tepat ahirnya pembiayaan mudharabah lambat laun mengecil.

Sebagai gantinya bank syari’ah dan nasabah banyak beralih ke akad jual beli murabahah. Jual beli yang pembayarannya dilakukan secara angsuran lebih cocok dengan budaya konsumen, kredit di bank konvensional. Bay’ al murabahah ini  akad dan produk berorientasi ke menciptakan budaya hutang. Kesan bahwa bank syari’ah sama saja dengan bank konvensional diakibatkan tingginya penggunaan akad murabahab di bank syari’ah. 

Produk pembiayaan dengan akad murabahah jumlahnya 60% lebih secara nasional, ini yang perlu mendapat perhatian serius dari bank syari’ah dan pegiat ekonomi syari’ah. Tidak ada yang salah dengan murabahah, karena ia bagian dari prinsip prinsip syari’ah, tetapi kurang ideal dibandingkan prinsip prinsip universal Islam.

Bank berkewajiban mewujudkan sistem yang lebih adil dalam transaksi keuangan. Pembiayaan mudharabah sebenarnya mempunyai peluang yang lebih baik mendukung prinsip ini. Pembiayaan mudharabah mengedepankan kemitraan, akad mudharabah adalah akad kerjasama. Kendalanya adalah pada budaya sistem ekonomi yang tidak seluruhnya menyediakan asumsi asumsi ideal terlaksananya mudharabah. Dalam budaya ekonomi yang terlanjur kapitalistik, terdapat kesulitan sistemik dalam budaya masyarakat untuk saling sidik amanah tabligh dan fathanah  dalam berbisnis. Inilah problem besar bank syari’ah dalam mengembangkan produk yang lebih ideal menurut kemauan Islam (maqashid syari’ah). Bila bisnis yang sidik amanah tabligh dan fathanah sudah menjadi budaya ekonomi maka kemitraan/kerjasama bisnis menjadi basis pembiayaan bank syari’ah.

#64

6 komentar:

  1. Wow ideal sekali, muga2 tdk berhenti di tataran ide

    BalasHapus
  2. Keberadaan bank syariah itu ancaman Dan/atau mengancam bagi keberadaan bank konvensional?

    BalasHapus
  3. Gap das solen dan das sein, disparitas realita dengan idealita itulah ruang perjuangan dan ijtihad syariah kita. Kita hanya menjalankan ta'muruna bil ma'ruf. Selebihnya kewenangan kang Murbing Jagad.

    BalasHapus
  4. Dalam hal layanan jasa keuangan, bank syariah dan bank konvensional saling melengkapi. Persaingan yang ada adalah sehat dalam memberikan pilihan terbaik pada konsumen. Bank syariah melengkapi kekurangan yg tidak bisa dikerjakan oleh bank konven.

    BalasHapus
  5. Menyimaklah pak Luk, mumpung belum berbayar 😁😁😁

    BalasHapus