Tampilkan postingan dengan label Ekonomi Syari'ah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ekonomi Syari'ah. Tampilkan semua postingan

Rabu, 05 Agustus 2020

Pemasaran Bank Lokal

Oleh Syaifuddin

Marketing mix atau bauran pemasaran  merupakan bentuk kajian pemasaran barang dan jasa yang sudah ada sejak tahun 1960. Marketing mix merupakan suatu strategi bauran pemasaran dari berbagai strategi. Awalnya kita mengenal 4 P, yaitu Product, Prize, Place dan Promotion. Seiring dengan perkembangan dunia pemasaran strategi marketing mix berkembang menjadi tujuh. Perkembangan baurang pemasaran pada aspek 3 P, yaitu People, Process dan Physical evidence.

Perbankan syari’ah di Indonesia mulai pada tahun 1991, sedangkan perbankan syari’ah milik pemerintah daerah baru ada pada sekitar tahun 2010 an. Sebagai lembaga keuangan yang masih muda dibandingkan bank konvensional yang berusia ratusa tahun, perbankan syari’ah didorong mampu mengejar ketertinggalan dengan strategi pemasaran yang efektif. Perbankan syari’ah mempunyai pekerjaan rumah yang jauh lebih besar, tetapi di sisi lain juga mempunyai keunggulan yang harus ditonjolkan untuk mengakselerasi minat dan loyalitas nasabah di bank syari’ah.

Tujuh jenis pemasaran yang seharusnya dapat menjadi keuanggulan yang dimiliki oleh perbankan syari’ah yang dimiliki oleh pemerintah lokal, pemerintah daerah atau pemerintah kota. Bank syari’ah seharusnya mampu membuat strategi pemasaran bauran yang paling sesuai dengan karakteristik lembaga dan budaya masyarakatnya. Apapun itu bentuk perbankan syari’ahnya. Apakah berbentuk bank pembiayaan rakyat syari’ah (BPRS) atau bank umum syari’ah (BUS)

Pertama, produk. Produk perbankan syari’ah antara satu bank dengan bank lainnya menggunakan dasar akad yang sama, yaitu bersumber pada fatwa DSN-MUI tentang produk keuangan syari’ah. Produk perbankan syari’ah adalah kombinasi antara akad dengan bentuk layanan perbankan, layanan penghimpunan dana ataupun layanan penyaluran dana. Keunggulan apa yang dapat dipilih oleh bank syari’ah terletak pada fleksibelitas bentuk dan kecepatan desain produk. Fleksibel, karena berdasarkan assesmen sampai dengan keputusan penentuan produk dapat berlangsung dinamis. Cepat karena tidak ada rentang kendali yang jauh. Sehingga ketika bank melihat ada peluang, dengan cepat bank akan mendesain dan melounching produk keuangan yang diperlukan oleh masyarakat.

Kelebihan yang dipunyai oleh bank syari’ah yang berbentuk BUMN atau BUMD adalah kepemilikan saham pengendali yang merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah. Penggunaan kekuasaan sebagai strategi pemasaran tidak dalam pengertian negatif atau memanfaatkan proyek proyek pemerintah secara tidak fair. Bank syari’ah dapat mengeksplorasi kelebihan kelebihan yang tidak dipunyai oleh bank syari’ah milik swasta, seperti jaminan keamanan, alokasi keuntungan yang memberikan nilai tambah pada pendapatan dan negara atau pendapatan daerah. Kelebihan lainnya adalah mendekatkan diri kepada layanan layanan yang searah dengan tujuan pembangunan ekonomi yang menjadi tujuan dari pemerintah. Pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah dalam program pemerintah daerah, akan dapat terkelola secara profesional bila melibatkan bank syariah milik pemerintah daerah, daripada dikelola dinas yang bertanggungjawab langsung dengan program itu sendirian. 

Kedua price atau harga. Sebagai bank yang dimiliki oleh pemerintah lokal dan beroperasi di daerah setempat, maka pengelolaannya dapat lebih efektif dan efisien. Karena efisien sehingga dapat memberikan imbal hasil (deposito mudharabah) atau bonus (tabungan wadi’ah) yang lebih besar kepada para penabung dan deposan di bank syari’ah. Juga dapat memberikan biaya pembiayaan yang lebih ringan baik dalam bentuk margin maupun bagi hasil yang diperoleh oleh bank syari’ah. 

Meskipun tidak bisa memberikan keunggulan pada sisi pembiayaan yang lebih murah dibandingkan bank syari’ah lainnya atau bank konvensional lainnya, bank syari’ah milik pemerintah daerah dapat meletakkan keunggulan pada pemberian imbal hasil yang lebih besar kepada penyimpan dana pihak ke-3. Misalnya BPRS Bahari Berkesan dengan tagline “Torang pe Bank”, dapat menarik penabung lebih besar bila memberikan imbal hasil penyimpan dana lebih besar, karena secara emosional masyarakat sudah terikat dengan bank.

Ketiga, place atau tempat. Bank lebih menguasai wilayah dan bagaimana membangun kedekatan dengan konsumen dan nasabah bank syari’ah. Banyak tempat tempat baru yang belum sepenuhnya dapat dijangkau oleh BUS. Terdapat rentang kendali yang jauh untuk membuat keputusan taktis terkait dengan pemilihan dan penentuan lokasi. Tidak demikian dengan bank syari’ah yang dimiliki oleh pemerintah daerah dapat secara leluasa memainkan strategi pemilihan tempat sebagai cara untuk meningkatkan jumlah nasabah.

Keempat, promosi. Berbagai jenis promosi yang tersedia peluangnya sama digunakan oleh semua bank syari’ah. Besar kecilnya biaya promosi akan berpengaruh terhadap kemampuan mengendalikan atensi konsumen bank syari’ah. Keunggulan yang harus dipilih sebagai strategi bank lokal adalah pada pendekatan emosional, pendekatan manfaat langsung, dan penentuan sasaran secara lebih spesifik. BPRS Bahari Berkesan Ternate, jika ingin mendapatkan hasil pemasaran yang optimal sebaiknya menggunakan strategi promosi dengan menggarap masyarakat adat, ASN dan pihak pihak yang terikat langsung dengan birokrasi kota. Pemanfaatan promosi digital dan aplikasi sebagai bentuk kecenderungan baru harus segera diantisipasi. Nasabah nasabah potensial dari generasi millenial harus digarap saat ini untuk mencuri start mendapatkan tempat di hati nasabah masa depan.

Kelima, People atau sumber daya insani (SDI). Pemilihan SDI tidak hanya didasarkan karena putra daerah, tetap yang lebih penting menguasai knowledege dan skill perbankan syari’ah yang berbeda dengan perbankan konvensional. SDI mempunyai peran paling penting dalam pemasaran bauran (marketing mix) di perbankan syari’ah. Nilai dan citra perusahaan daerah sangat ditentukan oleh performa SDI. Pelayanan prima yang diberikan oleh SDI yang handal membangun rasa aman nasabah dan menciptakan loyalitas konsumen pada bank syari’ah milik pemerintah daerah. 

Keenam, physical evidence atau bukti fisik perusahaan. Penampilan fisik yang meyakinkan, tidak menjadi keunggulan strategi pemasaran bank syari’ah yang assetnya kecil. Tapi strategi penampilan fisik akan meyakinkan konsumen daerah bila diwujudkan dalam bentuk strategi menonjolkan kearifan lokal. Konsumen akan  mempunyai ikatan lebih dengan bank syari’ah dengan menciptakan fasad dan kondisi yang sesuai dengan budaya setempat.  Pembangunan gedung di sekitar landmark, dekat dengan masjid raya Al-Munawar, berada di tepi pantai dengan bangunan yang menyatu dengan setting lanskap wilayah adalah strategi yang sudah tepat dilakukan oleh BPRS Bahari Berkesan.

Ketujuh, proses. Yang dimaksud adalah proses pemasaran, yaitu rangkaian kegiatan pemasaran yang efektif dari bank syari’ah kepada konsumen dan nasabah. Customer service yang peduli dan sesuai dengan harapan nasabah adalah ujung awal proses pemasaran. Pelayanan pembiayaan yang memuaskan pada ahir pembiayaan sehingga nasabah melanjutkan kerjasama bisnis dengan bank adalah satu bentuk proses pemasaran yang efektif. Nasabah merasa puas sehingga menaikkan secara berkala jumlah tabungan dan deposito dapat dilihat sebagai perbaikan proses pemasaran yang baik.

Bank syari’ah milik pemerintah daerah mempunyai racikan dan formula yang tepat dan unik sesuai dengan karakteristik daerah. Satu bentuk pemasaran yang terintegrasi sesuai dengan target pasar spesifik yang didefinisikan oleh perusahaan. Meskipun secara umum bank syari’ah mempunyai produk layanan yang kurang lebih serupa, tapi kemampuan mendesain strategi pemasaran yang terintegrasi diantara tujuh keunggulan pemasaran tersebut akan menentukan kemampuan bank syari’ah mendapatkan nasabah yang loyal.

Dufa Dufa Ternate 
6 Agustus 2020
#88


Kamis, 30 Juli 2020

Literasi : Khutbah Dari Kaki Bukit.



Setelah sebelas tahun ini untuk pertama kalinya kembali berkhutbah di tapal batas, balik gunung. Momennya juga tepat sama sama khutbah Idul Adha. Jika sebelas tahun yang lalu di kelurahan Gambesi, maka tahun ini di kelurahan Ngade. Masjid Annur Ngade berada tepat di sebelah laguna. Kalau pembaca melihat pemandangan tiga pulau kecil berbentuk gunung di birunya laut, pemandangan dari atas bukit yang didahului oleh laguna, maka itulah tempat saya maksudkan dengan kelurahan Ngade, disebutnya Ngade puncak. Masjid An-Nur  di Ngade pantainya. 

Masyarakat Ternate punya sebutan perkampungan di balik gunung. Sebagaimana kita mafhum pulau Ternate di puncaki dengan gunung Gamalama di tengah tengah. Pusat pemerintahan, fasilitas publik dan tempat tempat keramaian berada di pulau pada sisi sebelah timur, kiblatnya mengarah ke gunung. Sedangkan di sisi barat, daerah perbukitan dengan pantai kebanyakan bertebing dan arah guguran lahar dan lava mengalir disebut sebagai balik gunung. 

Karena medannya yang sulit, bertebing menghadap ke laut lepas, sehingga hanya sedikit penduduk Ternate yang tinggal di wilayah itu. Dengan sendirinya wilayah balik gunung kurang berkembang. Sementara sisi timur pulau Ternate penduduknya padat dengan berbagai fasilitas publik perkotaan yang semakin maju. Karena sisi barat yang masih alami dan cenderung sunyi sebenarnya cocok untuk tinggal bagi yang tidak suka dengan keramaian. Tapi karena Ternate ini sudah pulau dan kota yang tenang, mengapa juga cari tempat yang lebih sunyi lagi?

Tema khutbah saya kali ini bertema literasi dalam arti luas, biasanya saya selalu membawakan tema terkait ekonomi syari’ah. Seakan akan ekonomi syari’ah menjadi topik utama khutbah saya, baik pada khutbah Jum’at maupun Idul Fitri dan Idul Adha. Walaupun bertema literasi tetapi kali ini tetap dikaitkan dengan literasi ekonomi syari’ah. Apa hubungannya idul adha dengan literasi?

Ibadah Kurban sebagaimana disampaikan dalam QS 51:56 adalah ditujukan untuk mengingatkan kaum muslimin, orang orang yang beriman pada tujuan hidupnya yaitu semata untuk beribadah kepada Allah Swt. Kurban dimaksudkan sebagai  ujian ketaqwaan, kepatuhan dan keikhlasan kita dalam menjalankan perintah Allah. Literasi adalah pintu gerbang untuk menjangkau, memahami perintah dan larangan Tuhan sebagai jalan menuju ketaqwaan. Tanpa literasi manusia berada dalam kegelapan.

Literasi adalah jalan menuju cahaya kebenaran, suluh pengetahuan. Pengorbanan yang diperlukan untuk mencapai masyarakat literasi jauh lebih besar daripada pengorbanan untuk pemenuhan kebutuhan perut. Di dalam masyarakat yang sudah kelebihan gizi, maka penyakit yang muncul dalam masyarakat modern justru kelebihan gizi. Maka perngorbanan untuk memajukan pengetahuan terus selalu harus diingatkan melalui momen Idul Adha/Idul Qurban.

Kurban mengandung makna simpul solidaritas sosial. Kaum muslimin diperintahkan mematikan ego, mementingkan diri sendiri, sekaligus menumbuhkan kepekaan sosial.  Kurban memerintahkan kita berubah dari berpusat kepada diri sendiri menjadi untuk kepentingan orang lain atau kepentingan sesama mahluk Allah. Kurban dari kata qurban, taqaruban yang berarti mendekatkan diri. Yaitu mendekatkan diri orang orang beriman kepada Tuhan Nya, dengan cara mematikan dan mengasampingkan individualismenya dengan menyerahkan hewan kurban untuk disembelih dan dibagikan kepada orang orang yang membutuhkan. Bukan darah dan daging kurban yang sampai kepada Tuhan, tetapi ketaqwaan dan kepatuhan yang menjadi esensi pokok/nilai inti dari ibadah kurban.

Titik temu kurban dengan literasi adalah kepatuhan kepada Allah Swt. Literasi adalah perintah pertama dalam wahyu Tuhan kepada Nabi ahir zaman. Iqra’, bacalah adalah perintah untuk memasuki dalam dunia pengetahuan. Esensi dari semua gerakan pendidikan adalah literasi. Membaca adalah pintu gerbang literasi. Melalui membaca orang mempunyai perspektif baru, mempraktikannya, mengembangkannya kemudian menulisnya dalam sebuah karya. Proses yang berlangsung terus menerus sepanjang hayat.

Dalam gerakan literasi nasional misalnya, mencanangkan enam literasi dasar yang wajib dikembangkan. Enam literasi itu diantaranya literasi bahasa, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, serta literasi budaya dan kewarganegaraan.

Umat Islam tidak bisa buta sejarah dan menafikan bahwa dalam berekonomi, umat Islam bersentuhan dengan keuangan, dan literasi finansial syari’ah atau literasi keuangan syari’ah. Kalau pengetahuan dan kesadaran ini tidak menjadi keseharian kehidupan keuangan orang Islam, maka orang orang yang berpengetahuan, para alim, para ahli hukum Islam, para pelaku ekonomi syari’ah yang tidak memberikan suluh penerangan dengan mewujudkan literasi keuangan syari’ah, menanggung dosa.

Karena itu literasi dan lebih husus literasi keuangan syari’ah tidak lagi sifatnya fardhu kifayah, tapi sudah menjadi fardhu ain. Kewajiban semua ummat Islam untuk menggelorakan literasi keuangan syari’ah, karena literasi inilah yang mendekatkan diri kita kepada taqwa. Taqwa dalam arti menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan Nya.

Larangan Allah Swt terhadap muamalah maliyah, atau aktifitas ekonomi adalah menghilangkan unsur riba, gharar, maysir dan dhalim dalam kegiatan keuangan. Keuangan yang mengandung unsur riba harus diketahui oleh khalayak bentuk dan cirinya. Umat Islam yang tidak tahu membedakan transaksi riba dengan yang syar’i berarti belum syari’ah financial literete. Demikian pula maysir (gambling) , gharar (tidak pasti) dan dhalim (tidak pada tempatnya) harus menjadi pengetahuan umum umat Islam. Kesadaran dan pemahaman ini hanya bisa dilakukan melalui literasi yang terencana, masif dan berkesinambungan.

Qurban atau ihtiar mendekatkan diri kepada Allah melalui literasi adalah pengorbanan yang lebih besar dan menyentuh substansi kurban yang lebih esensial. Semangat kurban yang diejawentahkan dalam semangat literasi sesungguhnya adalah mewujudkan ketaqwaan yang lebih relevan dengan kebutuhan umat Islam Indonesia pada ahir ahir ini. 

Mengapa umat Islam Indonesia selalu terlilit dalam kemiskinan, berada dalam lingkaran masalah yang tidak berkesudahan dan tidak bisa menaikkan peradaban? Salah satu sebab utamanya adalah dalam segala segi kehidupan umat Islam tidak menjadikan al-Qur’an dan spirit dan nilai nilai pengetahuan yang terkandung di dalamnya sebagai praktik sehari hari. Masyarakat non muslim di negara negara maju justru mempraktikkan spirit literasi dan spirit al-Qura’an dalam berpengetahuan.

Spirit literasi menjadi penting bagi umat Islam di Ternate, karena anugerah kekayaan alam tidak kunjung memberikan manfaat diTersebabkan masih dominannya budaya pengetahuan lisan. Budaya yang mempunyai keterbatasan. Kekayaan pengetahuan yang tidak dapat berkembang dan terwariskan dengan lancar dari generasi ke generasi inilah tujuan utama dari pentingnya gerakan literasi di Ternate. Para pengelana barat yang rajin mencatat justru yang menikmati pengetahuan dari negeri rempah ini. Alfred Russel Wallace seorang sarjana yang membuat catatan terhadap beberapa spesies di sebagian besar wilayah nusantara selama delapan tahun. Meskipun bukan seorang ilmuwan biologi, tapi ketekunannya mengantarkan perjalananya sejauh 22.400 kilometer dan mencatat ratusan ribu spesimen fauna. Catatan itu kemudian dibukukan dalam karyanya yang berjudul “The Malay Archipelago”. Kerja kerasnya membuat Wallace mendapat reputasi sebagai naturalis, antropolog dan “Bapak Biogeografi”. Karya itulah yang memberi inspirasi kepada Charles Darwin untuk membuat teori evolusi dalam bukunya yang berjudul “On the Origin of Species”.

Ini pelajaran sangat penting bahwa literasi tulis, merubah dari budaya pengetahuan lisan ke budaya pengetahuan tulis mempunyai perbedaan yang sangat besar bagi pengetahuan dan perkembangan peradaban.

Danau Laguna Ngade
31 Juli 2020

#82 

Rabu, 15 Juli 2020

Akuntansi Dalam Agama Samawi


Bencana pandemi merupakan krisis kesehatan pada awalnya. Setelah enam bulan menjadi krisis ekonomi dan ada potensi menjadi resesi ekonomi. Ciri resesi ekonomi bila dalam dua semester pertumbuhan ekonomi minus. Ekonomi Indonesia di semester pertama 2020 sudah mengalami pertumbuhan minus, 5% di bawah ekspekteasi dan tanda tanda di semester 2 pertumbuhan lebih rendah karena pandemi belum jelas berakhirnya. Indonesia berada dalam bayang bayang resesi, sebab Singapura sudah memasuki pintu resesi di bulan Juli dengan kontraksi ekonomi -41%.

Krisis ekonomi dan resesi memberikan tekanan kepada siapa saja yang berutang. Rasanya dalam dunia kontemporer satu dari seribu orang saja yang mungkin tidak punya pinjaman. Baik pinjaman untuk keperluan konsumtif maupun produktif atau bisnis. ASN dengan pendapatan tetap adalah sasaran utama kredit perbankan. Perbankan dan lembaga keuangan sekarang sedang sibuk mengidentifikasi potensi kredit atau pembiayaan bermasalah. Perbankan mempunyai istilah yang berbeda beda untuk menamai kredit/pinjaman bermasalah. Di bank konvensional dikenal dengan istilah NPL (non performing loan) atau kredit bermasalah. Di bank syari’ah dikenal sebagai NFP (non performing finance) atau pembiayaan bermasalah.

Secara umum baik di saat krisis atau di luar kondisi krisis dalam 30 tahun terakhir rata rata NPL lebih tinggi daripada NPF. Kredit macet ldi bank konvensional ebih tinggi prosentase maupun nominalnya dibandingkan di bank syari’ah. Banyak faktor yang menjadi sebab kredit bermasalah lebih besar prosentasenya dan pembiayaan bermasalah lebih kecil. 

Menariknya, baik di bank konvensional maupun di bank syari’ah mempunyai beberapa pendekatan yang kurang lebih sama dalam menangani pinjaman. Meskipun ada beberapa hal yang dilakukan bank syari’ah lebih mendekati anjuran al-Qur’an. 

Al-Qur’an punya 6666 ayat, ayat terpendek haa miim terdapat di beberapa surat diantaranya al-Mu’min, yang terdiri dari  dua huruf, ayat terpanjang berada di surat al baqarah ayat 282. Ayat ini berbicara tentang ekonomi secara umum. Secara khusus bicara tentang penyelesaian kredit/pembiayaan bermasalah dan lebih spesifik lagi berbicara tentang sistem akuntansi perbankan meskipun secara global, konsep konsep dasar. Al-Qur’an tidak selalu berbicara sangat teknis kecuali di bidang bidang tertentu misalnya perhitungan matematis waris.
Firman Allah Swt. :

ٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيۡنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٖ مُّسَمّٗى فَٱكۡتُبُوهُۚ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.

Dalam tradisi masyarakat jazirah Arabiyah ketika al-Qur’an ini diturunkan pada abad ke 7 Masehi, budaya menulis bukan budaya masyarakat kebanyakan, justru yang berkembang adalah tradisi oral dan menghafal. Masyarakat arab punya penilaian kecendikiaan diukur dari penguasaan syair syair bermutu. Tradisi menulis kurang berkembang. 

Maka perintah melakukan pencatatan didasarkan pada pentingnya membuat bukti secara tertulis yang bisa diuji dan diverifikasi. Transaksi bisnis yang waktu kontraknya panjang, wajib hukumnya untuk dibuatkan catatan. 

Pencatatan dalam perintah al-Qur’an sudah melampaui pengertian mencatat saat ini. Di kalimat selanjutnya pencatatan yang dimaksudkan adalah sistem akuntansi dan kontrak yang adil dan legal. Islam melihat mu’amalah bisnis dan perdagangan harus dibackup dengan sistem administrasi yang transparan dan adil. Transparan dari sistem administrasinya dan adil berarti berkekuatan hukum yang kuat. Dari perintah membaca, perintah mencatat, melegalkan kontrak sosial, kontrak politik dan kontrak ekonomi, membuat peradaban Islam berkembang pada periode periode berikutnya.

Dari tradisi membaca, mencatat, menulis, meneliti, memverifikasi inilah yang memberikan pengaruh besar terhadap tradisi intelektual dunia Islam.

Dalam tafsir ibnu katsir diceritakan bahwa Sufyan Atsauri mriwayatkan dari Abdullah Ibnu Abbas, ayat ini turun terkait dengan piutang yang timbul dari akad jual beli Salam, yaitu jual beli dengan cara pemesanan. Uang dibayar lunas saat pemesanan, barang akan dikirimkan sesuai dengan volumen, kualitas dan waktu yang disepakati. Juga ada riwayat dari Qatadah dari Abu Hasan Al-A’raj dari ibnu Abbas, aku bersaksi bahwa pemberian hutang yang dijamin untuk diselesaikan pada tempo tertentu telah dihalalkan dan diizinkan Allah Swt.

Faktubuhu (hendaklah kamu menuliskannya) menurut Ibnu katsir, merupakan perintah dari Allah Swt., untuk dilakukan pencatatan bertujuan untuk memperkuat dan menjaganya. 

Lanjutan terjemahan dari ayat tersebut : “…. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.

Setelah membuat sistem administrasi yang rapi dalam kalimat perintah faktubuhu, ada  empat point pentang petunjuk al-Qur’an itu dalam menangani kesepakatan bisnis. Satu ayat ini secara komprehensif memberikan tata cara membuat sistem administrasi kredit atau pembiayaan bank. Meletakkan dasar letter of intent atau head of agreement, letter of undestanding dalam bisnis modern.

Pertama, penulis harus yang menguasai ilmu administrasi dan akuntansi. Dalam bahasa sekarang diterjemahkan dicatat oleh akuntan dan kontraknya ditandatangani di depan notaris.

Kedua, Orang yang berhutang mengimlakkan, membacakan. Maka prosedur berikutnya adalah kontrak dan pencatatan diketahui dan disetujui oleh kedua belah pihak. Bank dan nasabah, bank dan mitra bisnis bank.

Ketiga, para pencatat harus bertaqwa kepada Allah. Bermakna para akuntan, auditor, notaris harus orang yang prifesional, punya kecakapan ekonomi dan kecakapan hukum bisnis dan terikat dengan kode etik profesi. Para ahli dan profesional tersebut dengan kode etik profesi tidak akan menyalahgunakan kewenangannya. Standar taqwa dalam bidang mu’amalah dipraktikkan oleh para profesional dan ahlinya.

Keempat, saksi kontrak dipersaratkan dua orang laki laki atau satu laki dan dua perempuan. Memberikan pedoman bahwa sistem administrasi dan kontrak tidak boleh dilakukan sembarangan, harus ada standar operasional prosedur yang mengunci kedua belah pihak mendapatkan keadilan dan bukti pendukung yang valid bila terjadi sengketa.

Lima point yang diambil dari surat al-Baqarah ayat 282 memberikan kerangka yang sempurna dalam kegiatan funding di perbankan. Sistem pembiayaan di bank syari’ah maupun bank konvensional menggunakan standar akuntansi dan perikatan seperti yang disampaikan oleh al-Qur’an. Ajaib tapi nyata. Isyarat 14 abad yang lampau, betul betul dapat diterapkan dalam pembiayaan/kredit perbankan modern.

Sangaji-Ternate, 15 Juli 2020.
* Huruf Ya di awal surat tidak terbaca.

#66

Senin, 13 Juli 2020

Mengembalikan Bank Syari’ah ke Jalurnya (Part 5)


Sebagai sebuah ijtihad, bank syari’ah bukanlah produk yang sempurna. Ijtihad kelembagaan ekonomi, pada bank syari’ah juga melibatkan berbagai bidang yang kompleks, itu terlihat dari dampak yang ditimbulkan dalam sistem keuangan, sistem ekonomi dan sistem budaya di sebuah negara. 

Keberadaan bank syari’ah bukanlah entitas tunggal yang berdiri sendiri. Maju mundurnya bank syari’ah mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keseluruhan sistem keuangan syari’ah dan bahkan sistem keuangan konvensional.

Bank syari’ah adalah ijtihad di bidang mu’amalah yang bersifat bebas inovasi asal tidak melanggar hal hal yang dilarang. Kaidahnya Al-ashlu fil mu’amalati al ibahah khatta yadillu dalilun ala tahrimiha. (Hukum asal dari mu’amalah itu boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya). Asal tidak melanggar yang dilarang berarti syar’i. Yang dilarang diantaranya riba, maysir, gharah dan dhalim. Bila tidak mengandung empat unsur itu hukumnya boleh.

Karena sifatnya yang demikian maka bank syari’ah mempunyai kebebasan kreasi program atau cara kerjanya. Meskipun demikian bukan berarti bank syari’ah bebas dari salah. Produk ijtihad bersifat ihtiar, bila salah mendapat satu kebaikan, bila benar mendapat dua kebaikan. Jadi ihtiar dari ijtihad bank syari’ah baik, bila sepenuhnya disesuaikan dengan kaidah yang berlaku.

Bank syari’ah punya kompleksitas relasi dalam sistem keuangan di suatu negara. Bank syari’ah itu bagian dari sistem keuangan (moneter), sistem keuangan bagian dari sistem ekonomi, sistem ekonomi bagian dari sistem negara. Sebagai sebuah sistem keuangan, bank syari’ah memerlukan kehadiran asuransi syari’ah, sebab pembiayaan tidak bisa dijaminkan dalam asuransi konvensional. Bank syari’ah juga memerlukan pasar modal syari’ah untuk kegiatan investasi, tanpa pasar modal syari’ah bank syari’ah kesulitan mengembangkan permodalannya. Bank syari’ah dalam kegiatan keuangan dan transaksi antar bank membutuhkan pemenuhan kebutuhan uang jangka pendek yang bebas riba, maka diperlukan kehadiran pasar uang syari’ah

Bank syari’ah juga perlu patner dalam penanganan pembiayaan skala mikro dan menengah dan di daerah daerah yang tidak semuanya dapat dilayani oleh bank umum syari’ah, maka perlu kehadiran banyak Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS). Pembiayaan mikro dan ultra mikro syari’ah juga harus ada, karena sistem keuangan syari’ah terlanjur ada dan tidak bisa mengabaikan kebutuhan keuangan di sektor ini, maka lahirlah koperasi syari’ah dan lembaga keuangan mikro syari’ah. 

Kelemahan bank syari’ah yang paling menonjol adalah kesulitannya keluar dari paradigma bank sebagai lembaga pemberi pinjaman. Bank syari’ah yang awalnya dibranding sebagai bank berdasarkan prinsip bagi hasil, tetapi menghadapi tantangan perilaku konsumen yang tidak mudah. Mudharabah sebagai produk perbankan syari’ah dengan prinsip bagi hasil kurang diminati oleh nasabah. Bank juga mengalami kesulitan mengembangkan produk pembiayaan mudharabah karena tidak semua mitra bank dapat amanah. Belum ditemukannya formula yang tepat ahirnya pembiayaan mudharabah lambat laun mengecil.

Sebagai gantinya bank syari’ah dan nasabah banyak beralih ke akad jual beli murabahah. Jual beli yang pembayarannya dilakukan secara angsuran lebih cocok dengan budaya konsumen, kredit di bank konvensional. Bay’ al murabahah ini  akad dan produk berorientasi ke menciptakan budaya hutang. Kesan bahwa bank syari’ah sama saja dengan bank konvensional diakibatkan tingginya penggunaan akad murabahab di bank syari’ah. 

Produk pembiayaan dengan akad murabahah jumlahnya 60% lebih secara nasional, ini yang perlu mendapat perhatian serius dari bank syari’ah dan pegiat ekonomi syari’ah. Tidak ada yang salah dengan murabahah, karena ia bagian dari prinsip prinsip syari’ah, tetapi kurang ideal dibandingkan prinsip prinsip universal Islam.

Bank berkewajiban mewujudkan sistem yang lebih adil dalam transaksi keuangan. Pembiayaan mudharabah sebenarnya mempunyai peluang yang lebih baik mendukung prinsip ini. Pembiayaan mudharabah mengedepankan kemitraan, akad mudharabah adalah akad kerjasama. Kendalanya adalah pada budaya sistem ekonomi yang tidak seluruhnya menyediakan asumsi asumsi ideal terlaksananya mudharabah. Dalam budaya ekonomi yang terlanjur kapitalistik, terdapat kesulitan sistemik dalam budaya masyarakat untuk saling sidik amanah tabligh dan fathanah  dalam berbisnis. Inilah problem besar bank syari’ah dalam mengembangkan produk yang lebih ideal menurut kemauan Islam (maqashid syari’ah). Bila bisnis yang sidik amanah tabligh dan fathanah sudah menjadi budaya ekonomi maka kemitraan/kerjasama bisnis menjadi basis pembiayaan bank syari’ah.

#64

Rabu, 08 Juli 2020

Mengembalikan Bank Syari’ah ke Jalurnya (Part 3)


Pada bagian ketiga tulisan ini mengeksplorasi dampak perbankan syari’ah pada instrumen pasar modal syariah yaitu sukuk, pengelolaan dana haji dan persoalan market share dan asset bank syari’ah yang kecil. 

Nyaris berbagai hal yang terkait dengan sistem keuangan di Indonesia terpengaruh oleh kehadiran bank syari’ah. Semenjak berdirinya bank syari’ah, memunculkan banyak sekali gagasan dalam sistem keuangan syari’ah. Penyelenggaraan keuangan negara memerlukan pembiayaan yang tidak sedikit. APBN  sebesar 2.500 triliun tidak bisa ditutupi semuanya dari pajak dan pendapatan negara lainnya. 

Supaya APBN tidak defisit diperlukan investasi dan pinjaman. Tapi tidak semua pinjaman mudah didapatkan. Pinjaman luar negeri dalam membangun infrastruktur, sering mendapat penolakan dari masyarakat. Salah satu solusi pembiayaan infrastruktur adalah dengan penerbitan obligasi syari’ah (sukuk) dengan nama SBSN (Surat Berharga Syari’ah Negara. Sukuk negara sudah ada sejak tahun 2008, namun mulai 2013 perannya menunjukkan kemajuan yang signifikan dari kemampuan meningkatkan kepercayaan masyarakat maupun dari kemampuan membangun infrastruktur fasilitas umum di Indonesia.

Sejalan dengan kebijakan pemerintahan Presiden Jokowi yang memberikan perhatian lebih kepada pengembangan infrastruktur di seluruh pelosok tanah air maka SBSN juga mempunyai kontribusi besar. Supaya ekonomi syari’ah lebih  memberikan manfaat kepada negara. Agar ekonomi syari’ah memberikan kontribusi positif pertumbuhan ekonomi. Supaya ekonomi syari’ah yang menjadi aspirasi 89% penduduk Indonesia, betul betul memberikan manfaat bagi negara dan penduduknya.

Kementerian perhubungan yang pertama kali menggunakan SBSN untuk proyek infrastruktur jalur rel ganda Cirebon-Kroya-Manggarai-Jatinegara-Bekasi. Keberhasilan ini diikuti oleh kementerian PUPR untuk pembangunan jalan, jembatan. Sejak 2015 digunakan untuk pembangunan jalan dan jembatan di Sumatera, Jawa, NTB, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.

Tahun 2019 sampai dengan 2020 rata rata dana yang diperoleh sebesar 28 triliun per tahun. SBSN tersebut digunakan untuk pembiayaan proyek infrastruktur di 7 kementerian, sebanyak 619 proyek di 34 propinsi. Sukuk negara sejak awal diterbitkan tahun 2008 sampai dengan 2017 mencapai 758 triliun. Sukuk menjadi difersifikasi pembiayaan dalam anggaran dan pendapatan belanja negara (APBN) untuk mempercepat pembangunan infrastruktur.

Dua puluh delapan tahun perbankan syari’ah, asset dan market sharenya sekitar 5%. Apakah itu pertumbuhan yang meyakinkan atau kondisi yang mengecewakan. Bila dibandingkan dengan Malaysia yang sistem perbankan 8 tahun lebih dahulu ada dibandingkan Indonesia, dengan asset 27% dari perbankan nasional Malaysia, maka kita pantas kecewa. Kita lihat lebih dalam perkembangan yang terjadi di Indonesia, maka sudah selayaknya perbankan syari’ah di Indonesai cukup menggembirakan. Bank Syari’ah di Indonesia, pendekatannya bottom-up, peran masyararakat atau ummat sangat dominan dalam melaksanakan inovasi perbankan syari’ah dan mengatasi segala persoalan yang muncul. 

Komisi Nasional Ekonomi dan Keuangan Syari’ah merupakan salah satu cara mengakselerasi dan mengkonsolidasikan ekonomi dan keuangan syari’ah. Komisi yang langsung dipimpin oleh presiden Republik Indonesia Joko Widodo, memberikan harapan yang lebih besar agar market share ekonomi syari’ah lebih luas. Karenanya keberadaan KNEKS diharapkan sebagai campur tangan pemerintah mengakselerasi aspirasi keuangan dan ekonomi syari’ah supaya lebih mempunyai peran dalam mensejahterakan masyarakat Indonesia dan instrumen distribusi kemakmuran yang lebih efektif. Malaysia sudah melakukan sejak awal tahun 1987 telah melakukan peran seperti yang dilakukan oleh KNEKS saat ini.

Aspek lain yang harus dilihat adalah meskipun pertumbuhan perbankan syari’ah tidak secepat Malaysia, tapi perbandingan ukuran ekonomi Malaysia dengan Indonesia jauh berbeda. Kenyataan yang harus diterima bahwa mengkonsolidasikan perbankan syari’ah di wilayah yang luas dan penduduk yang lebih banyak, persoalannya lebih kompleks dibandingkan Malaysia.

Pengelolaan dana haji secara syari’ah juga merupakan imbas dari keberadaan bank syari’ah dan ekonomi syari’ah. Meskipun dapat dikatakan bahwa pendirian badan independent pengelolaan haji dibilang agak terlambat, karena baru didirikan setelah 28 tahun ekonomi syari’ah dipraktikkan di tanah air, tapi keberhasilan mewujudkan sangat layak untuk diapresiasi. Keberadaan badan pengelola keuangan haji (BPKH) semakin memperluas investasi syari’ah diharapkan mampu mengoptimalkan keuntungan pengelolaan dana haji dan mampu menghimpun dana lebih besar sehingga infrastuktur pelaksanaan haji dapat lebih baik. Terlambatnya penanganan dana haji ini tidak lepas dari sengkarut pengelolaan haji yang melibatkan banyak pemain dan banyak kepentingan karena besarnya keuntungan yang didapat dari dana haji dengan jumlah yang tidak sedikit.

BPKH adalah mandat dari UU nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. BPKH adalah lembaga yang melakukan pengelolaan keuangan haji. Keuangan haji merupakan semua hak dan kewajiban pemerintah yang dapat dinilai dengan uang terkait penyelenggaran ibadah haji serta semua bentuk kekayaan yang bersumber dari jamaah haji serta sumber lain yang sah dan tidak mengikat.  Sampai dengan Desember 2019 asset BPKH sebesar 125,26 triliun, mengalami kenaikan 12 triliun dibandingkan satu tahun sebelumnya. 

BPKH mempunyai dana abadi umat 3,57 triliun dan dana penyelenggaraan ibadah haji sebesar 120,75 triliun. Asset tersebut diinvestasikan 70,02 triliun dan 54,30 triliun ditempatkan di bank. Nilai manfaat yang diperoleh BPKH di tahun 2019 dalam investasi senilai 4,39 triliun, nilai manfaat dari penempatan di bank senilai 2,98 triliun.

Itulah beberapa dampak yang ditimbulkan dari keberadaan bank syari’ah dalam berbagai bidang. Pada banyak aspek bank syari’ah memberikan pengaruh signifikan bergeraknya ekonomi syari’ah di Indonesia.

#59

Selasa, 07 Juli 2020

Mengembalikan Bank Syari’ah ke Jalurnya (Part 2)


Bank syari’ah yang didirikan tahun 1991 juga memberikan pengaruh signifikan dan strategis pada bidang ekonomi syari’ah di tanah air terutama pada berkembangnya organisasi profesi, perkumpulan dan juga lahirnya perundang undangan.

Organisasi Profesi ekonomi syariah yang memberikan kontribusi pemikiran ekonomi syari’ah di Indonesia diantaranya adalah Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI). Organisasi ini dibentuk untuk mengembangkan pemikiran pemikiran ekonomi syari’ah di Indonesia dan mendeseminasikan melalui perguruan tinggi dan forum forum ilmiah. IAEI  melakukan pengkajian, pengembangan, pendidikan dan sosialisasi ekonomi Islam.  Organisasi profesi ini dideklarasikan 3 Maret 2004  di kampus Universitas Indonesia Salemba, setelah pelaksanaan konvensi nasional ekonomi Islam di istana wakil presiden RI. 

IAEI dideklarasikan oleh para tokoh nasional yang mewakili pihak Bank Indonesia, DSN-MUI, BAZNAS dan lain lain. Yang menjabat Ketua umum IAEI sejak periode pertama antara lain Mustafa Edwin Nasution, Ph.D, Prof. Bambang Brojonegoro, dan Sri Mulyani Indrawati, Ph.D.

Sebelumnya juga lahir organisasi perkumpulan Masyarakat Ekonomi Syari’ah (MES). Keanggotaan MES lebih beragam yaitu perorangan, lembaga keuangan, lembaga kajian dan badan usaha yang tertarik untuk mengembangkan ekonomi syariah. Organisasi lahir sebagai upaya membumikan ekonomi syari’ah. MES berdiri di Jakarta, pada 1 Muharram 1422 H atau 21 Maret 2001 M. Banyak yang sudah dikerjakan organisasi terutama kolaborasi antara akademisi dan praktisi untuk menghasilkan inovasi kelembagaan, inovasi produk keuangan, inovasi ijtihad dalam persoalan persoalan praktis, program program kerja yang membangun kesadaran di tingkat akar rumput, dan seterusnya.

Organisasi profesi dan perkumpulan inilah yang memprakarsai pendirian bank bank syari’ah dan lembaga keuangan mikro syari’ah di daerah daerah. Beberapa BPRS di Ternate dan Baytul mal wa tamwil di Maluku Utara dan Ternate adalah berkat kerjasama MES dengan pemerintah daerah dan penggiat ekonomi syari’ah. Hal ini juga terjadi di beberapa kota dan daerah lain.

Berbagai upaya dilakukan untuk mengadopsi hukum ekonomi Islam dalam sistem perekonomian Indonesia. Selain UU perbankan Syari’ah, ada UU Zakat, UU Wakaf, UU Koperasi (yang didalamnya mengakomodasi koperasi syari’ah), UU Lembaga Keuangan Mikro (yang didalamnya mengakomodasi Lembaga Keuangan Mikro syari’ah).

UU Pengelolaan Zakat Nomor 38 tahun 1999, disempurnakan menjadi UU Pengelolaan Zakat Nomor 23 tahun 2011. Perkembangan UU Zakat ini memberikan perluasan manajemen zakat baik yang dikelola oleh badan pemerintah maupun yang dikelola oleh organisasi non pemerintah. Ekonomi zakat juga berkembang pesat sejak hadirnya UU ini. Regulasi ini memberikan dampak efektifitas dan efisiensi serta optimalisasi penghimpunan dan pengelolaan zakat. Dana zakat yang dihimpun oleh lembaga lembaga pengelola zakat setara bahkan bisa lebih besar daripada dana haji yang selama ini menjadi incaran banyak pihak. Yang lebih menggembirakan potensi zakat juga berkembang terus sesuai dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Dana zakat bisa menjadi kluster ekonomi Islam tersendiri.

Bank Syari’ah melaksanakan praktik perbankan syari’ah untuk pertama kalinya menggunakan UU nomor 7 tentang perbankan yang kemudian disempurnakan oleh UU nomor 10 tahun 1998. Bank syari’ah mendasarkan pada pasal 1 ayat 1 dan ayat 12. Perbankan syari’ah mengambil inisiatif memberikan pembiayaan dengan sistem bagi hasil, karena di ayat 12 pasal 1 di UU tersebut, membolehkan bank menyalurkan kredit dengan cara bagi hasil. Inilah yang membuat masih tertanama dalam benak halayak bahwa bank syari’ah adalah bank berdasarkan prinsip bagi hasil. Sedangkan pemahaman sekarang yang seharusnya sebagaimana termaktub dalam UU Perbankan Syari’ah nomor 21 tahun 2008, bank syari’ah adalah bank berdasarkan prinsip prinsip syari’ah.

Perundang undangan wakaf juga merupakan pengaruh dari munculnya perbankan syari’ah dan geliat ekonomi syari’ah. UU nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf . Tujuan dari UU ini adalah meningkatkan tata kelola wakaf sehingga harta/asset wakaf mempunyai dampak yang lebih baik dalam pelaksanaan ibadah maupun peningkatan kesejahteraan umum menurut syari’at. Bila dalam pengelolaan Zakat muncul Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), maka di dalam pengelolaan wakaf ada Badan Wakaf Indonesia (BWI).

UU wakaf telah beberapa kali mengalami perubahan peraturan pemerintah. Pertama ada Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan UU nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf. Selanjutnya Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2018 tentang pelaksanaan UU nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf. Perubahan perubahan itu menunjukkan dinamika ekonomi dalam pengelolaan wakaf dan respon pemerintah yang cukup sigap dalam memberikan solusi peraturan dan perundang undangan.

Itulah sebagian dampak positif dari keberadaan bank syari’ah di Indonesia terhadap perkembangan praktik, wacana dan legislasi hukum Islam. Apakah penting dan bermanfaat keberadaan bank syari’ah? Inilah rangkaian kedua dari tulisan yang berusaha melihat peran dan kiprah bank syari’ah, sebelum kita sampai pada kritik kita terhadap bank syari’ah.

#58

Senin, 06 Juli 2020

Mengembalikan Bank Syari’ah ke Jalurnya


Bank Syariah merupakan ijtihad ulama fiqh di Indonesia yang sangat monumental. Undang undang Bank Syari’ah no 21 tahun 2008 merupakan tonggak penting kerjasama yang baik antar para pihak dalam mengembangkan bank syari’ah. Undang undang bank syariah, imbas kecil saja dari ijtihad itu. Yang lebih penting lagi Bank syari’ah memberikan pengaruh yang kuat dalam level idiologis, praksis dan praktis  terhadap perkembangan ekonomi syari’ah di Indonesia.

Bank syari’ah berdiri setelah 47 tahun Indonesia merdeka, setelah 112 tahun bank konvensional berdiri di Hindia Belanda. Keberanian menjalankan ijtihad bank syari’ah, yaitu Bank Muamalat setelah 591 tahun bank konvensional berdiri di Barcelona Spanyol, setelah 1200 tahun Islam menjadi agama penduduk nusantara dan setelah 1410 tahun al Qur’an tuntas diturunkan. Ijtihad pendirian bank syari’ah bisa dilaksanakan di Indonesia setelah mengalami proses pertimbangan yang sangat panjang berliku liku menyesuaikan dengan dinamika masyarakatnya dari masa ke masa.

Kehadiran bank syari’ah memberikan multiplayer effect pada bentuk kelembagaan ekonomi syariah. Sebagai konsekuensi tumbuhnya keuangan syari’ah maka muncul lah  asuransi syari’ah, pasar modal syari’ah, reksadana syari’ah, BPR Syari’ah, Koperasi Syari’ah, pegadaian syari’ah, reksadana syari’ah, lembaga keuangan syari’ah, pembiayaan syari’ah.

Pengaruh kelembagaan juga merambah ke sektor non keuangan syari’ah dengan hadirnya, hotel syari’ah, perumahan syari’ah, pasar syari’ah, dan bisnis syari’ah lainnya.
Pada tahap ketiga, perbankan syari’ah memberikan pengaruh lebih luas lagi pada industri keuangan syari’ah berbasis digital maka maka maraklah fintech (Financial Technology), alat bayar elektronik, jual beli online, wisata syari’ah, halal food-cosmetic halal-fashion syariah (industri halal).

Di bidang pendidikan tinggi, muncul ratusan fakultas ekonomi dan bisnis Islam. Bermunculan ribuan program program studi berbasis ekonomi syari’ah seperti perbankan syari’ah, manajemen keuangan syari’ah, ekonomi syari’ah, akuntansi syari’ah, zakat dan Wakaf, hukum ekonomi syari’ah dengan mahasiswa ratusan ribu. Tidak hanya di perguruan tinggi keagamaan Islam negeri dan swasta, juga di perguruan tinggi umum negeri dan swasta, serta universitas universitas kristen.

Di Brunai, Malaysia, Thailand, dan beberapa negara di Timur Tengah sudah mulai dibuka program studi halal science. Di Thailand, tepatnya Chulalongkorn University, riset riset program doktor mendapat fasilitas gedung penelitian yang megah dari Universitas. Dampak perkembangan ekonomi syari’ah cukup luas tidak hanya di negara negara yang mayoritas penduduknya muslim.

Di bidang kajian keilmuan ekonomi syari’ah juga mengalami perkembangan pesat sejak berdirinya bank syari’ah pertama di Indonesia tahun 1992. Kajian mu’amalah atau hukum ekonomi syari’ah semakin diminati, setelah perkembangan bank syariah dan industri keuangan syariah. Para sarjana dan Magister hukum ekonomi syari’ah sangat dibutuhkan sebagai hakim di pengadilan agama dan dewan pengawas syari’ah di lembaga keuangan syariah. Para hakim pengadilan agama sekarang sudah diperluas kewenangannya untuk menangani sengketa ekonomi syari’ah.

Atase pendidikan kedutaan besar Indonesia di Bangkok menceritakan, tren mahasiswa belajar bahasa Indonesia dan belajar ekonomi syari’ah meningkat. Ribuan mahasiswa yang sedang mengikuti program belajar bahasa Indonesia dan Ekonomi syari’ah tersebut beralasan, mereka punya kelebihan tiga bahasa, Thai, Inggris dan Indonesia, dengan tambahan kompetensi ekonomi syari’ah, mereka dapat memasuki pasar kerja ekonomi syari’ah yang sedang tumbuh pesat di Asia Tenggara. 

Mau tidak mau harus kita akui bahwa kajian perbankan syari’ah dan ekonomi syari’ah kontemporer lebih banyak ditulis dalam bahasa Inggris daripada dalam bahasa Arab. Khazanah klasik, sumber turats yang diperlukan dalam kajian muamalah, ekonomi syari’ah dan perbankan syari’ah juga sudah banyak yang dialihbahasakan dan dikaji dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Bank syari’ah memang bukan ekonomi syari’ah, tetapi ijtihad bank syari’ah adalah triger yang memicu bangkitnya ekonomi syari’ah yang tidur panjang. Ekonomi syari’ah mungkin dipertanyakan presedennya, bila tidak ada praktik perbankan syari’ah. Ekonomi syari’ah barangkali hanya konsep fiqh yang tidak operasional dan berhenti di kajian fiqh, bab mu’amalah seperti keberadaannya ratusan tahun bila tidak ada bank syari’ah. Fiqh mu’amalah, bab zakat, bab ikhya’ul mawat, bab buyu’, bab ijarah mungkin akan selamanya menjadi kajian klasik, bank syari’ah dan selanjutnya ekonomi syari’ahlah yang menghidupkan bab-bab tersebut.

Suka tidak suka, mau tidak mau. Itulah realitasnya, Bank Syari’ah dengan segala perannya telah melangkah jauh. 
Apakah bank syari’ah sudah sempurna? jalannya sudah sesuai dengan jalurnya? Inilah rangkaian pertama dari tulisan yang berusaha melihat peran dan kiprah bank syari’ah, sebelum sampai pada kritik kita terhadap bank syari’ah.

#57

Sabtu, 27 Juni 2020

Menjual Salam



Apa jual beli salam? Kedengaraan ganjil di telinga ya?  Salam adalah jenis jual beli, terjemahan dari bahasa arab Bay’ al-Salam. Dalam jual beli salam, bukan salamnya yang diperjual belikan, apalagi jual beli salam tempel.

Syariat Islam bertujuan mempermudah hidup manusia. Syariat Islam melindungi agama/iman, jiwa, akal, keturunan dan harta manusia. Syari'at yang mengatur interaksi hubungan manusia dengan mahluk lainnya disebut mu’amalah. Aturannya jelas, semuanya boleh dilakukan kecuali yang dilarang. Sebagai bukti bahwa syari’at itu memudahkan hidup manusia ialah, aktifitas yang dilarang atau yang haram dalam mu’amalah , jumlahnya sedikit. Tuhan bermaksud memudahkanmu, tidak mempersulit kamu.

Bank konvensional hanya punya satu solusi untuk semua jenis transaksi yaitu kredit dan bunga alat mengambil atau memberi keuntungan. Bank Syari’ah punya banyak alternatif kontrak untuk berbagai jenis transaksi. Karenanya mu’amalah punya segudang solusi kontrak bisnis di perbankan syari’ah dan keuangan syari’ah.

Sebagai lembaga perantara keuangan,  bank syari’ah punya dua sisi,  yaitu sisi penghimpunan dana dan sisi penyaluran dana. Di bagian penyaluran dana, biasanya bank mengelompokkan akad/kontrak ke dalam empat jenis yaitu akad jual beli, akad sewa, akad kerjasama dan akad jasa perbankan lainnya.

Pada tulisan tulisan sebelumnya saya sudah menjelaskan jual beli murabahah dan jual beli istishna’. Jual beli yang akan kita bahas berikutnya adalah jual beli Salam. Beli mobil enaknya pakai akad murabahah, beli rumah baiknya pakai akad istishna’, bagaimana dengan membeli barang yang harus dipesan terlebih dahulu, maka jual beli salam adalah solusinya.

Sebuah perguruan tinggi akan membangun laboratorium praktikum komputer perbankan. Berbagai peralatan dan perlengkapannya harus dicustome sesuai kebutuhan. Semua yang diperlukan oleh laboratorium belum sepenuhnya tersedia di pasar. Maka bagian pengadaan barang membuat rincian barang yang diperlukan. Pesanan ini kemudian dikirimkan ke penyedia laboratorium komputer. Spesifikasi, volume dan harga sudah ditetapkan berdasarkan harga pasar. Bank Syari’ah membayar di muka seluruh pemesanan dengan harga pokok ditambah keuntungan (margin). Setelah barang diterima, pemesan dapat melunasi pembayaran di bank syari’ah, baik secara tunasi atau dengan cara angsuran sesuai kesepakatan. 

Skema ini lebih mudah dan praktis untuk pemenuhan pengadaan barang dan jasa dalam jangka pendek. Lho kok ada jasa yang bisa diperjualbelikan? Inilah perkembangan modern masyarakat ekonomi. Produk dalam masyarakat bukan hanya barang saja tetapi juga jasa. Gadget tidak bisa langsung dipakai sebelum diinstal dulu, maka gadget siap pakai adalah gabungan barang dan jasa, barangnya adalah smartphone dan jasanya adalah instal. Pemasangan AC atau lift terdiri diri dari AC dan jasa instalasinya. Maka barang yang diperjualbelikan dalam salam adalah barang saja atau barang dan jasa. 

Apakah ada persamaan jual beli salam dengan praktik jual beli Ijon? Kesamaannya adalah pada cara pemesanan, perbedaannya jual beli salam sudah menjelaskan spesifikasi objek jual beli. Jual beli salam sudah memastikan, kualitas, kuantitas dan waktu pemesanan sesuai dengan harga yang disepakati. Jual beli Ijon penuh spekulasi, karena kualitas, kuantitas dan waktu panen tidak ditentukan. Ada untung untungan. Penjual dan pembeli mengadu nasib. 

Ijon bisa dikonversikan menjadi salam dengan menghilangkan unsur spekulasi. Misalnya tengkulak mau memesan beras kualitas premium padi IR 64 ke petani sebanyak 10 ton di sawah yang yang padinya sedang mekatak (padi hamil dalam bahasa Jawa). Harga per kilonya disepakati 10 ribu tiap kilo, harga yang wajar di musim panen, dibayar tunai ke petani 100 juta. Tiga bulan setelahnya panen padi 24 ton menjadi beras kualitas premium 12 ton. Maka yang diserahkan ke tengkulak 10 ton sesuai dengan kesepakatan di awal.

Jual beli salam merupakan praktik yang biasa dilakukan di masyarakat. Mungkin ada yang menggunakan jual beli pemesanan dengan cara ijon, ada pula yang tidak dengan cara ijon. Jual beli salam mengoreksi jual beli ijon dan melanjutkan tradisi jual beli dengan cara pemesanan yang menjadi adat masyarakat. Makanya berlaku kaidah filosofi hukum Islam, “al adah almuhakamah”, adat bisa menjadi hukum.

Selama pandemi tidak bersalam salaman. 
Jual beli salam memang paling nyaman.



Kamis, 25 Juni 2020

Pembiayaan Syari’ah Kampus Islam


Institut Agama Islam Negeri atau  IAIN sampai dengan tahun 2000 an mungkin tidak terlalu di kenal sebagai lembaga pendidikan. Di Gresik atau Jombang yang dikenal sebagai kota santri, di tahun 1990 an mengenal IAIN,  sebatas tempat kuliahnya calon guru ngaji, guru agama atau modin. Lulusan pondok pesantren, pilihan melanjutkan studi yang paling mungkin ke IAIN. Citra dan pengetahuan kita tentang IAIN selama 40 tahun seperti tidak pernah berubah.

Sampai tahun 2000 an IAIN atau STAIN kurang diperhitungkan. Perubahan mulai terasa, setelah IAIN Syarif Hidyatullah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidyatullah pada tahun 2002. Sampai tahun 2020 jumlah Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) sudah mencapai 58 kampus dengan rincian,  17 UIN, 34 IAIN dan 7 STAIN. Pesatnya perkembangan pembangunan di PTKIN tidak terlepas dari peningkatan status perguruan tinggi dan pembangunan infrastruktur pendidikan yang massif. Peningkatan status menjadi UIN mencapai percepatan dalam 10 tahun terakhir. Jumlah ini masih terus meningkat sebagaimana pernyataan Menteri PAN RB, pada 25 Juni yang mengisyaratkan penambahan 13 UIN baru.

Berkah tak disengaja yang diterima oleh PTKIN bermula dari berkembangnya ekonomi syari’ah di Indonesia awal 1990. Sebagai imbas dari menjamurnya lembaga keuangan syari’ah dan bank syari’ah, Islamic Developmant Bank (IDB) melihat peluang berinvestasi di beberapa UIN yang baru berdiri di Jakarta, Jogjakarta, Malang, Makassar dan Surabaya. Tidak bisa dibayangkan bila ekonomi syari’ah belum berkembang di Indonesia, mungkin potensi PTKIN tak pernah tersentuh.

Pembangunan infrastruktur perguruan tinggi Islam negeri dapat dilaksanakan berkat pembiayaan keuangan syari’ah dengan akad jual beli istishna (bay’ al istishna’). Pembiayaan istishna’ pertama kali digunakan untuk pembangunan kampus UIN Jakarta dan UIN Jogjakarta. Pembiayaan berasal dari Islamic Developmant Bank (IDB). Rekonstruksi UIN Jogjakarta pasca gempa Jogja 2006 dan pembangunan kampus 1 dan kampus 2 UIN Maliki Malang berasal dari pembiayaan istishna’ IDB. UIN Sunan Ampel Surabaya sampai dengan tahun 2016 melakukan perombakan besar besaran kampusnya dengan pembiayaan istishna’ IDB.

Istishna’ adalah jual beli property dengan cara pemesanan, pembayarannya dilakukan secara angsuran dalam waktu yang ditentukan. Sebagai ilustrasi, UIN Surabaya berencana membangun gedung twin tower senilai 500 milyar. Seluruh biaya mulai dari rencana konstruksi, pengawasan konstruksi, konstruksi, seluruh sarana pendukung fungsinya kantor, pengembangan SDM dihitung sebagai satu kesatuan fungsi gedung. Satu paket. Harga beli  disepakati 600 milyar, Maka IDB mendapat margin atau keuntungan sebesar 100 milyar. Karena bank syari’ah hanya menyediakan pendanaan, maka untuk pembangunan property bank menggandeng rekanan yang ditunjuk melalui mekanisme tender.   

Kebutuhan untuk meningkatkan infrastruktur dan sarana prasarana di lingkungan kementerian agama juga meningkat pesat. Pembangunan gedung gedung perguruan tinggi, asrama haji, kantor kantor kementerian agama sampai kantor kantor urusan agama yang jumlahnya ribuan. Pembiayaan Istishna’ tidak lagi dapat dipenuhi oleh IDB. Maka pemerintah Republik Indonesia menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) untuk membiayai kebutuhan pembangunan infrastruktur tersebut. SBSN merupakan mekanisme pendanaan berbentuk sukuk (obligasi syari’ah). Melalui mekanisme keuangan syari’ah ini dapat membiayai pengadaan gedung gedung kampus dengan cara istishna’. 

SBSN telah menjadi instrumen pendanaan strategis dalam membiayai infrastruktur beberapa kementerian. SBSN telah meningkat pesat dari 800 miliar di tahun 2013, menjadi 28,45 triliun di tahun 2019. Kementerian Agama mendapat alokasi anggaran infrastruktur sebesar 2,45 triliun di tahun 2019. Anggaran tersebut digunakan untuk pembangunan proyek embarkasi haji, pusat pelayanan haji terpadu, gedung PTKIN, gedung madrasah, rehabilitasi gedung balai nikah dan gedung manasik haji. Keuangan syari’ah tersebut juga digunakan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur perkeretaapian,  jalan dan jembatan, bendungan, drainase kota sebesar 26 triliun di tahun 2019.

Dalam waktu 30 tahun perkembangan keuangan syari’ah, ternyata istishna’ dan sukuk mampu menciptakan peluang berharga pada bidang paling strategis yaitu pendidikan Islam. Sukuk atau obligasi syari’ah mulai tahun 2013 memberikan kontribusi utama pengembangan pendidikan tinggi dan sedang bergerak memperkuat pendidikan Islam di tingkat dasar dan menengah. Pada awalnya Ekonomi syari’ah tidak punya rencana segera masuk ke sektor pendidikan, tapi dengan berkembangnya asset keuangan syari’ah dengan sendirinya mengisi kebutuhan penting ini.

Beruntung dengan hadirnya bank syari’ah, keuangan syari’ah, pasar modal syari’ah, obligasi syari’ah dapat membantu lembaga pendidikan Islam yang termarginalkan dibandingkan lembaga pendidikan sekuler di tanah air. Semakin banyaknya instrumen keuangan syari’ah maka fokus pengembangan dapat diarahkan ke sektor sektor yang tidak terjangkau oleh kebijakan keuangan pemerintah. Inilah awal manfaat ekonomi syari’ah dan keuangan syari’ah pada pengembangan pendidikan Islam. Upaya ini harus terus ditingkatkan ke aspek yang lebih substantif dari pendidikan Islam yaitu pengembangan sumber daya insani yang berkualitas. 

Selasa, 23 Juni 2020

"Kredit" di Bank Syari’ah


Bagaimana caranya bank syari’ah memberikan kredit kepada nasabah tanpa memberikan pinjaman? Kredit artinya pinjaman. Sudah mafhum dalam masyarakat bahwa pinjaman pasti berbunga. Bunga yang rendah bunga bank, bunga yang tinggi bank harian (bank plencing, bank titil), yang tanpa bunga dianggapnya hanya bunga tidur, alias mimpi. Bila tanpa bunga, kerja bakti. Bagaimana bank membayar pegawai, membayar daya dan air, membiayai operasional kantor, membayar bunga ke nasabah penabung atau nasabah deposan. Yang terpikir akhirnya, bank syari’ah itu seperti lembaga amal, lembaga sosial.

Bank syari’ah bukan lembaga amal atau yayasan sosial berbentuk lembaga keuangan. Bank syari’ah adalah lembaga keuangan tanpa bunga. Bank syari’ah adalah lembaga penghubung antara penyandang dana (Nasabah penabung dan deposan) dan pengelola dana (nasabah pemanfaat/pemakai pembiayaan). Bank syariah adalah institusi bisnis, perusahaan komersial yang beroperasi berdasarkan prinsip prinsip syari’ah. Prinsip prinsip syari’ah ada banyak sekali jenisnya. Transaksi bisnis yang tidak melanggar aturan Tuhan itulah yang dimaksud prinsip prinsip syari’ah. Dari sekian banyak jenis transaksi, akad atau kontrak yang paling populer digunakan oleh nasabah bank syari’ah adalah murabahah.

Murabahah di bank syari’ah adalah skema pembiayaan kepada nasabah untuk membeli barang yang dibutuhkan dengan harga pokok dan keuntungan bank. Misalnya nasabah memerlukan dumptruck untuk pengangkutan sawit. Mobil dibeli oleh bank dari dealer dengan harga 400 juta, dijual kepada nasabah dengan harga 450 juta, keuntungan bank 50 juta. Setiap bulan diangsur 7,5 juta, sampai 60 bulan lunas. Nasabah menyewakan dumptruck ke perusahaan sawit setiap bulan 15 juta. Nasabah untung, bank syari’ah juga untung dan tidak ada bunga. Basisnya usaha riel. Karena yang dibiayai oleh bank syari’ah adalah aktifitas ekonomi riel, maka tidak ada pinjaman ke bank syari’ah untuk aktifitas bisnis spekulasi atau judi. 

Ko Chen, Ko Hartono, Ko Jianheeng, Cik Mei Yin, Cik Li Wei di Pasar Glodok senang menjadi nasabah bank syari’ah, simpel bisa mendapatkan pembiayaan dari bank syari’ah. Peralatan elektronik yang dibeli dari pabrik dibayarkan oleh Bank syari’ah dengan harga pokok dan keuntungan. Pemilik toko elektronik menjual kepada konsumen dengan harga dari Bank Syari’ah ditambah keuntungan. Sederhana, Ko Hartono dapat untung, bank dapat untung, tidak perlu ada bunga. Itulah praktik jual beli murabahah. 

Pola pembiayaan bank syari’ah dengan kontrak jual beli tersebut sangat familiar dengan keseharian penjual alat elektronik, hitung hituangannya juga mudah dan jelas. Transparan harga barang, transparan keuntungan, transparan akad, dilaksanakan secara fair. Nasabah dan bank syariah akan bersikap fair dan adil karena jual beli murabahah secara natural memang bersih. Praktik jual beli yang dipraktikkan dalam banyak perdagangan di berbagai kebudayaan, sebelum ide ide riba merusaknya. Hanya saja selama ini bank konvensional sudah terlanjur nyaman dengan perhitungan bunga dan kepastian keuntungan sehingga tidak melihat jual beli sebagai solusi dalam pemberian pembiayaan oleh bank. Bank konvensional tidak mau repot repot, apapun jenis kreditnya bunga solusinya. 

Cik Nuwa, Cik Lien Hua dan Ko Anming di jalan Pahlawan Ternate terbiasa bertransaksi dengan bank syari’ah untuk membeli komoditas cengkeh dan fuli bunga pala. Bank Syari’ah membiayai pembelian cengkeh dari pemilik kebun di Pulau Halmahera dan Bacan dengan harga pokok ditambah keuntungan bank. Ko Anming mengirim cengkehnya ke pabrik rokok dan obat obatan dengan harga yang lebih tinggi dari harga yang diperoleh dari penjualan bank. Cik Lien Hua mendapat keuntungan dari harga selisih antara harga jual dari bank dan harga jual ke pabrik farmasi dan obat.

Ko Jun, Ko Minghao dan Cik Yimin di pasar kapasan, grosir terbesar di Surabaya. Para agen pakaian mendapat pembiayaan untuk membeli pakaian jadi dari konveksi dan pabrik Garmen yang tersebar di Surabaya, Sidoarjo dan Gresik. Dengan akad jual beli Cik Yimin dapat menjual produk garmennya untuk dikirim kawasan Indonesia Timur. Bank membayar pembelian seluruh produk yang dibeli Ko Jun dan dapat membayar secara angsuran atau sekali bayar lunas setelah periode waktu tertentu. Ko Minghao mendapat keuntungan selisih dari harga jual dari bank dan harga jual ke konsumen. Dalam transaksi murabahah ini bank syari’ah dan nasabah berbagi keuntungan dari proses jual beli.

Bank syari’ah tidak eksklusif hanya untuk umat Islam. Nasabah muslim atau non muslim mendapat perlakuan yang sama. Aktifitas mu’amalah dalam Islam berlaku setara bagi siapa saja. Dari para pedagang di atas, yang berasal dari kalangan muslim mungkin hanya tiga orang yaitu Ko Syafi’i Antonio, Ko Yusuf Hamka dan Cik Tan Mei Hwa.