Kamis, 25 Juni 2020

Pembiayaan Syari’ah Kampus Islam


Institut Agama Islam Negeri atau  IAIN sampai dengan tahun 2000 an mungkin tidak terlalu di kenal sebagai lembaga pendidikan. Di Gresik atau Jombang yang dikenal sebagai kota santri, di tahun 1990 an mengenal IAIN,  sebatas tempat kuliahnya calon guru ngaji, guru agama atau modin. Lulusan pondok pesantren, pilihan melanjutkan studi yang paling mungkin ke IAIN. Citra dan pengetahuan kita tentang IAIN selama 40 tahun seperti tidak pernah berubah.

Sampai tahun 2000 an IAIN atau STAIN kurang diperhitungkan. Perubahan mulai terasa, setelah IAIN Syarif Hidyatullah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidyatullah pada tahun 2002. Sampai tahun 2020 jumlah Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) sudah mencapai 58 kampus dengan rincian,  17 UIN, 34 IAIN dan 7 STAIN. Pesatnya perkembangan pembangunan di PTKIN tidak terlepas dari peningkatan status perguruan tinggi dan pembangunan infrastruktur pendidikan yang massif. Peningkatan status menjadi UIN mencapai percepatan dalam 10 tahun terakhir. Jumlah ini masih terus meningkat sebagaimana pernyataan Menteri PAN RB, pada 25 Juni yang mengisyaratkan penambahan 13 UIN baru.

Berkah tak disengaja yang diterima oleh PTKIN bermula dari berkembangnya ekonomi syari’ah di Indonesia awal 1990. Sebagai imbas dari menjamurnya lembaga keuangan syari’ah dan bank syari’ah, Islamic Developmant Bank (IDB) melihat peluang berinvestasi di beberapa UIN yang baru berdiri di Jakarta, Jogjakarta, Malang, Makassar dan Surabaya. Tidak bisa dibayangkan bila ekonomi syari’ah belum berkembang di Indonesia, mungkin potensi PTKIN tak pernah tersentuh.

Pembangunan infrastruktur perguruan tinggi Islam negeri dapat dilaksanakan berkat pembiayaan keuangan syari’ah dengan akad jual beli istishna (bay’ al istishna’). Pembiayaan istishna’ pertama kali digunakan untuk pembangunan kampus UIN Jakarta dan UIN Jogjakarta. Pembiayaan berasal dari Islamic Developmant Bank (IDB). Rekonstruksi UIN Jogjakarta pasca gempa Jogja 2006 dan pembangunan kampus 1 dan kampus 2 UIN Maliki Malang berasal dari pembiayaan istishna’ IDB. UIN Sunan Ampel Surabaya sampai dengan tahun 2016 melakukan perombakan besar besaran kampusnya dengan pembiayaan istishna’ IDB.

Istishna’ adalah jual beli property dengan cara pemesanan, pembayarannya dilakukan secara angsuran dalam waktu yang ditentukan. Sebagai ilustrasi, UIN Surabaya berencana membangun gedung twin tower senilai 500 milyar. Seluruh biaya mulai dari rencana konstruksi, pengawasan konstruksi, konstruksi, seluruh sarana pendukung fungsinya kantor, pengembangan SDM dihitung sebagai satu kesatuan fungsi gedung. Satu paket. Harga beli  disepakati 600 milyar, Maka IDB mendapat margin atau keuntungan sebesar 100 milyar. Karena bank syari’ah hanya menyediakan pendanaan, maka untuk pembangunan property bank menggandeng rekanan yang ditunjuk melalui mekanisme tender.   

Kebutuhan untuk meningkatkan infrastruktur dan sarana prasarana di lingkungan kementerian agama juga meningkat pesat. Pembangunan gedung gedung perguruan tinggi, asrama haji, kantor kantor kementerian agama sampai kantor kantor urusan agama yang jumlahnya ribuan. Pembiayaan Istishna’ tidak lagi dapat dipenuhi oleh IDB. Maka pemerintah Republik Indonesia menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) untuk membiayai kebutuhan pembangunan infrastruktur tersebut. SBSN merupakan mekanisme pendanaan berbentuk sukuk (obligasi syari’ah). Melalui mekanisme keuangan syari’ah ini dapat membiayai pengadaan gedung gedung kampus dengan cara istishna’. 

SBSN telah menjadi instrumen pendanaan strategis dalam membiayai infrastruktur beberapa kementerian. SBSN telah meningkat pesat dari 800 miliar di tahun 2013, menjadi 28,45 triliun di tahun 2019. Kementerian Agama mendapat alokasi anggaran infrastruktur sebesar 2,45 triliun di tahun 2019. Anggaran tersebut digunakan untuk pembangunan proyek embarkasi haji, pusat pelayanan haji terpadu, gedung PTKIN, gedung madrasah, rehabilitasi gedung balai nikah dan gedung manasik haji. Keuangan syari’ah tersebut juga digunakan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur perkeretaapian,  jalan dan jembatan, bendungan, drainase kota sebesar 26 triliun di tahun 2019.

Dalam waktu 30 tahun perkembangan keuangan syari’ah, ternyata istishna’ dan sukuk mampu menciptakan peluang berharga pada bidang paling strategis yaitu pendidikan Islam. Sukuk atau obligasi syari’ah mulai tahun 2013 memberikan kontribusi utama pengembangan pendidikan tinggi dan sedang bergerak memperkuat pendidikan Islam di tingkat dasar dan menengah. Pada awalnya Ekonomi syari’ah tidak punya rencana segera masuk ke sektor pendidikan, tapi dengan berkembangnya asset keuangan syari’ah dengan sendirinya mengisi kebutuhan penting ini.

Beruntung dengan hadirnya bank syari’ah, keuangan syari’ah, pasar modal syari’ah, obligasi syari’ah dapat membantu lembaga pendidikan Islam yang termarginalkan dibandingkan lembaga pendidikan sekuler di tanah air. Semakin banyaknya instrumen keuangan syari’ah maka fokus pengembangan dapat diarahkan ke sektor sektor yang tidak terjangkau oleh kebijakan keuangan pemerintah. Inilah awal manfaat ekonomi syari’ah dan keuangan syari’ah pada pengembangan pendidikan Islam. Upaya ini harus terus ditingkatkan ke aspek yang lebih substantif dari pendidikan Islam yaitu pengembangan sumber daya insani yang berkualitas. 

2 komentar:

  1. Sesuai nasehat pak Lukman, menyampaikan yg diketahui. Tapi belum bisa bisa pakai struktut one liner, punch, riffing atau gimick cak😁

    BalasHapus