Rabu, 24 Juni 2020

Menulis Setiap Hari


Inilah pengalaman mulai menulis setiap hari satu essai. Menulis bebas, bila ada salah tak disesali, kalaupun jadi tulisan serius, tidak direncanakan. Niatnya dapat menulis lancar, menemukan manfaat menulis dengan mempraktikkan, menuliskan pengalaman pengalaman yang nyaris hilang dari ingatan, menuangkan konsep konsep penting dalam tulisan, apakah sama yang dipikirkan dengan yang dituliskan, dan menguji seberapa lama bisa bertahan. Selanjutnya langsung menulis dan menulis. Sampai kapan? Sesuai kemampuan.

Sudah 10 menit di depan laptop tapi tidak juga tangan tergerak untuk menekan tombol keyboard. Tak satu hurufpun muncul. Tidak ada ide. Malah yang muncul kekuatiran satu demi satu berdatangan. Hasil tulisan jelek malu. Pikiran mengembara. Tidak jadi menulis. Laptop ditutup.

Masak bodoh. Diawal tulisan berisi permohonan maaf saja ah. Menulis untuk belajar. Mengapa saya tidak menulis yang paling saya tahu saja, yang paling saya suka.  Karena saya menekuni ekonomi syariah saya mulai dari bidang itu. Pertama kalau ada yang salah, yang tahu hanya yang mengerti bidang itu, lumayan bisa menyembunyikan perasaan takut salah. Kedua, karena itu bidang yang saya pelajari, pikirkan dan ajarkan setiap waktu, kesalahan saya lebih sedikit kalaupun ada, karena takut diketahui kesalahan yang menghalangi saya menulis. Ketiga sudah hafal mati, jadi tidak perlu cari bahan tinggal fokus menggunakan kalimat yang enak dicerna. Pendek pendek saja, supaya tidak berputar putar dan kehabisan nafas.

Tiga tulisan sudah jadi setiap hari sudah mulai menulis. Nanti pembaca bosan, temanya satu saja. Mengapa saya tidak menjadikan kehidupan saya sebagai sumber informasi. Maka mulailah saya menuliskan pengalaman pengalaman dalam kehidupan yang mempunyai nilai pelajaran bagi orang lain. Karena kalau saya hanya ekspose diri saja,  tidak sesuatu  yang mengandung pelajaran yang bernilai universal, apalagi hanya umbar kelebihan. Narsis, memang elu siapa?

Tulisan mulai ada selingan. Masukkan budaya yang membentuk hidup saya. Maka tulisan menyentuh latar budaya Jawa, lebih spesifik kultur Lamongan yang membentuk masa kecil hingga remaja. Memang bahan tulisan ini belum terlalu mewarnai tulisan saya sebagai latihan, dan yang penting saya mulai merasakan bahwa ide bisa datang dari mana saja. Yang paling mudah yang bersentuhan dengan kehidupan saya secara langsung, jadi bahannya sudah melimpah.

Ternyata bila sudah berjalan ide atau gagasan yang akan ditulis akan muncul terus. Pendidikan agama, mulai madrasah ibtidaiyah, madrasah diniyah, pesantren, madrasah tsanawiyah, madrasah aliyah sampai dengan perguruan tinggi Islam adalah dunia pendidikan yang selalu berhubungan dengan kehidupan saya sejak kecil. Mengapa saya tidak menjadikannya sebagai bahan tulisan. Subkultur masyarakat yang kaya dengan pelajaran. Bahan tulisan yang bisa saya uraikan, ulas, bahas dalam latihan latihan menulis saya. Karena anak anak saya juga produk pesantren, maka persentuhan saya dengan dunia pendidikan Islam makin banyak, bahan baku tulisan yang tidak akan habis untuk digali dan dikaji. Hai mengapa selama ini saya melewatkan tema yang penting ini.

Maka dalam file “mendadak ide” dan “catatan kecil”, judul judul tulisan sudah antri. Sebagai pendukung, maka bergabung dengan grup literasi juga cara yang sehat untuk memperkaya ide. Saya menjual gagasan saya melalui tulisan, juga sering belanja bacaan untuk mendapat inspirasi dari tulisan orang lain. Inilah pentingnya menelusuri tulisan orang lain sebagai batu pijakan menuju gagasan saya. Saat saya mau menulis tema jurnal tertentu, saya akan memetakan pemikiran (jurnal)  orang lain, apakah saya membantah, menyetujui atau melanjutkan dari pemikiran yang sudah saya petakan. Waktu saya menulis potensi industri halal di Asia Tenggara, maka saya mengumpulkan semua riset/ tulisan yang mengambil  tema industri halal di negara negara Asia Tenggara dan segala macam hal yang terkait dengan itu. Dengan membaca tulisan orang lain saya bisa mengembangkan ide lebih lanjut.

Cukup lama dalam dunia pemberdayaan masyarakat dan organisasi non pemerintah, organisasi masyarakat sipil, atau di masa lalu sering disebut Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Organisasi swasta yang berkontribusi memperbaiki kondisi masyarakat di berbagai bidang bertumpu pada kekuatan masyarakat sendiri. Dunia yang sudah agak lama saya tidak berinteraksi, tapi terus mengalami perkembangan dalam berbagai bentuk organisasi yang tidak pernah diduga sebelumnya. Bahkan pemerintah pernah mengadopsi model pemberdayaan yang biasanya dikelola LSM, dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Ini juga wilayah yang belum saya eksplorasi dalam latihan menulis saya.

Ide manarik lainnya untuk ditulis adalah fenomena yang terjadi di masyarakat. Kejadian yang menjadi viral dan  trending topik, hampir setiap hari selalu ada perkembangan baru. Di seputar masa pandemi ini saja ada ratusan tema. Sebutlah beberapa tema : kematian Covid-19 dilihat secara statistik, Lockdown versus PSBB, Indonesia terserah, Reformasi dikorupsi, Omnibuslaw diam diam tetap jalan, komunis dan pancasila. Kendalanya tidak semua tema kita kuasai. Tapi kan tidak harus ideal dengan data data yang menarik. Namanya menulis bebas. Opini kita yang terstruktur dengan argumen yang jelas sudah cukup untuk menjadi tulisan. Tidak harus yang melip melip. Daripada beropini di ruang hampa, share informasi yang tidak jelas asal usulnya lebih bermartabat jika dituliskan dalam bentuk opini kita. Silahkan dipublish/dipampang di mana saja, media sosial, media komersial atau media amal.

Setiap kita pasti punya keahlian, keunikan pengalaman, hobi dan berbagai hal yang menjadi kelebihan kita, kekayaan unik yang bersifat pribadi, pengalaman yang layak dibagikan kepada sesama bukankan itu ide tulisan. Andaikan anda ahli hukum keluarga maka banyak masalah masalah yang telah anda pecahkan dalam dinamika keluarga masyarakat Islam modern. Bagaimana fenomena nikah di bawah tangan, pernikahan yang tidak tercatat, kawin lari, nikah adat, ritual upacara pernikahan dalam berbagai budaya, dan mungkin ribuan kasus yang bisa diangkat menjadi tulisan yang mencerahkan. Itu belum termasuk persoalan hukum keluarga lainnya seperti perceraian, adopsi, waris. Belum lagi bila persoalan persoalan tersebut ditinjau dari hukum positif, sosiologi, antropologi dan seterusnya maka cukup banyak yang dapat anda tulis.

Misalnya anda pengajar ilmu waris, suatu studi yang sudah tidak banyak dikuasai lagi oleh akademisi. Maka anda dapat menulis apa saja tentang waris yang tidak diketahui orang, studi studi kasus praktik waris yang bersinggungan dengan adat. Bagaimana waris, konsep keadilan gender dan seterusnya, adalah topik topik yang ditunggun pencerahannya oleh masyarakat. Jangan merasa karena topik itu sangat anda kenal, maka dengan sendirinya banyak yang sudah tahu. Inilah yang kadang menghalangi kita untuk menulis, menganggap tulisan kita tidak ada artinya, tidak penting, tidak bermanfaat. Untuk membuka kemampuan anda yang lebih tinggi dan lebih spesifik, anda harus memulai dari yang umum dulu.

Jadi saya, anda, dan kita dapat memulai latihan menulis dengan cara menulis bebas, tidak peduli seberapa tinggi tingkat pendidikan kita. Karena kita perlu memperbanyak jam terbang, jam latihan. Penulis penulis handal dengan ribuan karya itu sepanjang hidupnya menulis. Latihannya dimulai sejak menulis harian di awal awal. Anggaplah itu sebagai episode menulis tokoh. Tidak ada kualitas tulisan yang langsung enak bersantan bergizi, mungkin di periode awal kepenulisannya garing, menjemukan dan berputar putar, wajar saja. Manusia dalam menguasai keterampilan apapun dimulai dengan program latihan yang panjang.

Goenawan Muhammad menulis catatan pinggir majalah tempo sejak tahun 1976, sudah lebih dari 2 ribu essai dan mungkin ribuan artikel sebaga wartawan sudah ia tulis. Para imam mazhab mempunyai karya karya agung, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad Ibn Hanbal. Profesor Wahbah Al Zuhaili ulama’ dari Syriah setiap hari menulis satu buku. Ribuan karyanya. Dahlan Iskan, Prof Qurish Shihab, Prof Nurkholis Majid, Gus Dur, Mbah Emha Ainun Najib, Romo Mangun Wijaya, Romo Magnis Suseno dan banyak tokoh besar dan mereka semua menulis karya dalam jumlah banyak. Karena hari harinya diisi dengan menulis. Lalu siapa kita ingin berarti tapi enggan menulis, bercita cita menjadi tokoh tapi tidak berkarya. Pemilik toko saja musti berkarya.

6 komentar:

  1. Balasan
    1. Alhamdulillah, mengikuti jejak senior. Sami'na wa atho'na. Madep, manteb.

      Hapus
  2. Balasan
    1. Saling belajar Pak. Selamat berkarya pula Palembang. Juga Musi Banyu Asin.

      Hapus
  3. Mari sama sama belajar, apapun hasilnya baik untuk kita. Terserah apa hasilnya, apa komen kualitas karya kita. Tetap jalan dan terus berjalan....

    BalasHapus