Menumbuhkan budaya literasi sebenarnya mudah. Dunia akademik, lingkungan kampus seharusnya lahan yang subur untuk menumbuhkan budaya literasi. Nyatanya tidak segampang yang dibayangkan. Di tengah situasi yang unyu unyu menggemaskan ini, kehadiran penggerak yang komitmen dengan penuh kecintaan dan dedikasi merawat tumbuh kembang budaya literasi di kampus, bagaikan oase. Dr. Ngainum Naim, M. Ag., biasa dipanggil Kyai Naim adalah asa itu. Kecintaannya terhadap ilmu dan kepedulian pada literasi, mendorognya membenamkan dalam belantara gersang IAIN Ternate.
Kyai Naim didapuk sebagai narasumber menulis civitas IAIN Ternate pada awal Juli 2019. Tidak muda awalnya membongkar blok yang menghambat para dosen supaya menulis secara konsisten. Hal sederhana tetapi penting adalah menyingkirkan anggapan bahwa menulis itu sulit, terlalu banyak syarat dan aturan, terlalu banyak ketakutan dan kehawatiran. Kyai Naim berusaha mengembalikan kepercayaan diri peserta klinik menulis. Menekankan pada usaha melakukan, langsung praktekkan menulis.
Sebagai penulis otodidak, pelajaran paling penting untuk membongkar hambatan saya dalam menulis adalah menulis bebas. Terbukti menulis bebas yang diajarkan Kyai Naim memperlancar saya menulis apa yang saya ingin tulis. Tehnik meyusun pertanyaan sebagai outline tulisan, membantu saya membangun kerangka tentatif supaya tulisan mempunyai alur, punya pengantar dan berahir pada kesimpulan.
Dua tehnik tersebut, terlihat sederhana, namun bagi saya sangat besar, dapat memperlancar menuangkan gagasan dalam tulisan. Saya bisa mempercepat menulis 1000 karakter dalam waktu 40 menit dengan lancar tanpa ada perasaan bersalah, berdosa dan tertekan. Kecepatan itu meningkat terus seiring dengan kebiasaan menulis. Dengan keasyikan metode ini saya dapat bertahan dua jam non stop menulis, tanpa disela membuka rujukan. Murni apa yang dapat keluar dari pikiran. Selanjutnya mengedit, mencari referensi, mengoreksi bahasa, membetulkan data dan seterusnya pekerjaan teknis yang tidak sulit untuk diselesaikan.
Klinik yang diberikan Kyai Naim tidak lama, total 3 jam antara brainstorming, curah pendapat dan praktik. Yang panjang dan lama pendampingannya. Sebab merawat budaya menulis seperti memelihara tanaman, dilakukan setiap hari. Kalau lama tak disiram layu, jika tak ditengok tumbuh rumput gulma di sekitarnya, jika dibiarkan merana. Setiap saat harus dijaga, kadang kadang dipupuk dan diberi nutrisi supaya tumbuh bagus. Media memelihara adalah dengan WA group.
Awalnya semua peserta dibebaskan menulis dan mengunggah di WAG. Peserta mengirim secara sukarela. Awalnya semua mengirim tulisan, setelah itu beberapa saja yang mengirim setiap hari. Lewat satu bulan tulisan yang diunggah mulai sporadis. Tanda tanda layu mulai menampak, gairah menguap. Ketika Kyai Naim menyemangati, tulisan mulai datang lagi, tapi tidak berlangsung lama, sepertinya silent reader lebih dominan, penulisnya sudah kembali ke mental sebelum klinik.
Tiba tiba WAG mulai ramai lagi yang banyak dikirim copas, kiriman kiriman gambar dan komentar yang semakin menjauh. Menulis menjadi suatu kemewahan lagi. WAG penulis menjadi WAG pembaca dan komentar, dan komentarnya pun dengan ikon. Rupanya tulisan menjadi langka dan menulis seakan aib dan dosa. sembilan bulan rumah produksi gagasan berubah menjadi kuburan dan taman pujian dan bacaan.
Dari 32 memberi WAG, yang pernah menulis, kadang kadang menulis di kisaran 20 persen.
Bulan April 2020, Kyai Naim selaku wali kelas membuat daftar unggah tulisan peserta WAG. Diminta secara sukarela menentukan hari mengunggah tulisan, kewajiban satu kali satu tulisan setiap minggu dan bisa memilih lebih dari satu bersifat sukarela. Strateginya setengah memaksa. Ternyata langkah wali kelas ini cukup efektif sehingga tulisan berikutnya lancar, bahkan kadang melebihi target minimal, meskipun pesertanya belum 100 persen menulis.
Saat akan memasuki satu tahun WAG menulis IAIN Ternate semakin hidup dan bersemangat. Tentu bagi yang masih bisa disemangati. Mulai muncul inisiatif mempublish di Blog, kompasiana dan media penampil lainnya. Gairahnya juga sudah mulai menjalar ke mahasiswa. Mungkin akan segera menjadi budaya bersama civitas akademika IAIN Ternate. Kita tunggu satu tahun lagi memasuki pertumbuhan kedua. Bayi sudah bisa berjalan, mungkin masih jatuh bangun, gigi mulai tumbuh, tapi jangan langsung nelan jagung. Akan banyak ujian, hambatan dan tantangan. Tapi yakinlah masih ada harapan tumbuh bersama meraih janji melalui jalan literasi.
Mencermati langkah Kyai Naim dalam memelihara dan menghidupkan halaqah literasi seperti betul betul Kyai. Kyai tanpa pesantren, asramanya WAG, kamarnya Blog, pengajiannya klinik, kitabnya alam raya, santrinya dari dosen-guru-hingga mahasiswa, bayarannya do’a-terimakasih-dan alhamdulillah. Yang paling penting menulis menjadi obat anti hoaks, karena didalam share copas WAG 65 % adalah hoaks.
Terahir. Pada era ‘di rumah saja’, pembelajaran dan perkuliahan sangat efektif dengan tulisan, dengan menulis mahasiswa akan membaca, mengolah dalam pikiran dan menuliskannya (semuanya melakukan bukan sekedar mendengar dan melihat). Dari sisi biaya pulsa lebih murah untuk mahasiswa. Mempublish di blog gratis juga dapat membangun budaya literasi, sebagai medan latihan sampai dengan menyelesaikan skripsi dan tesis. Lebih ramah lingkungan karena paperless.
mantap..motivasi juga untuk mahasiswa pak
BalasHapusBetul ibu, bisa menjadi platform pembelajaran menulis untuk mahasiswa
BalasHapusSemoga sy juga bisa menularkannya ke Mahasiswa
BalasHapusSeperti covid 19, virus literasi Kyai Naim eksponensial, mudah2an tidak seperti curva, memuncak dan melandai.
HapusLuar biasa. Catatan ini jauh melampaui ekspektasi saya
BalasHapusKebaikan mencari jalannya sendiri, setelah diperjuangkan. Terimakasih pak Kyai.
Hapus