Senin, 01 Juni 2020
BURJO FALAJAWA
Syaifuddin
Senin, 1 Juni 2020
Pagi masih sejuk. Jalanan sepanjang taman Falajawa depan masjid Muhajirin Ternate masih lengang. Mentari baru muncul dari sela sela pulau antara pulau Tidore dan sisi barat pulau Halmahera. Kabut tipis masih menyelimuti puncak gunung Tidore, ditimpa sinar mentari, kabut perlahan lahan mulai memudar. Di arah yang sama kesibukan mulai terlihat di pelabuhan Ahmad Yani. Rutinitas yang tidak banyak berubah sejak belanda mengangkut cengkeh dan pala dari pulau pulau di sekitar Ternate mulai abad 15. Falajawa, awalnya memang kampung tempat tinggal orang Jawa yang diundang dan didatangkan Sultan Babullah ke Ternate pada abad 15 para santri Sunan Giri, Gresik Jawa Timur.
Di arah yang berlawanan nampak Gunung Gamalama bertahta agung di puncak pulau. Asap tipis mengepul dari puncak kepundan. Hijauan hutan di lerengnya bagai permadani terhampar. Angin berhembus semilir membawa aroma dedaunan dari puncak gunung. Apakah ini yang dimaksud dengan angin surga?
Asap dari knalpot dan bising deru kendaraan belum keluar, sehingga aroma laut dan gunung menumpuk di Falajawa, menyegarkan paru paru, menenangkan pikiran, menambah segar suasana. Tak ada bedanya dengan masa sebelum pandemi.
Yasir bersama 5 penjual bubur kacang hijau lainnya sudah siaga setelah turun dari solat subuh. Saat jalanan masih lengang, dia mendorong gerobak dagangan dari rumah petak kos kosan di kelurahan Gamalama ke Taman Falajawa, kurang lebih 2 km. 16 tahun menekuni profesinya secara bertauhid, hanya satu pekerjaan berjualan bubur kacang hijau tidak menyekutukan dengan pekerjaan lain, misal jual batu bacan atau jadi tukang kayu. Tempat jualannya pun tetap selama 16 tahun di Falajwa dan Masjid Al Munawar.
Sejak 2006, Fasad Falajawa dan lingkungan Al Munawar mengalami perubahan lebih baik. Jalan semakin bersih banyak dibangun taman taman hijau yang bersih dan asri. Bangunan bangunan di sepanjang jalan tersebut ditata rapi menghadap ke laut, membuat masyarakat Ternate semakin betah berjemur di pagi hari dan bersantai di sore hari. Tapi Yasir dan gerobaknya tidak pernah berubah penampilannya, mungkin omzetnya yang naik turun menyesuaikan dengan selera pembelinya.
Pendapatan Yasir sebelum pandemi rata rata 700 ribu setiap hari, pada saat harga per mangkok masih 7 ribu. Ia berjualan pagi 4 jam dan sore 3 jam, 7 hari dalam seminggu, tidak pernah liburan, karena dijalani pekerjaannya dengan santai merdeka. Pandemi mengubah pendapatannya, omzetnya turun menjadi 500 ribu per hari. Tidak ada yang perlu disesali, apalagi ditangisi, malah perlu dinikmati dan disyukuri ditengah lesunya ekonomi dan pengangguran yang meninggi.
Setelah lebaran dia naikkan harga per porsi menjadi 8 ribu, sudah naik 2 kali lipat dibandingkan 10 tahun lalu. Di Ternate inflasi cukup tinggi, harga makanan pun terdampak. Jangan heran kalau setiap habis lebaran beberapa harga makanan melakukan penyesuaian.
Yasir pernah menjadi TKI di Malaysia satu tahun. Sejak dia merantau ke Ternate, keputusan yang tidak pernah disesali, seperti kampung halamannya yang baru, tidak pernah terpikirkan lagi olehnya menjadi buruh migran di luar negeri. 16 tahun di Ternate sudah menghasilkan rumah megah dan tambak di Widang Tuban seberang Pondok Langitan di sepanjang bengawan Solo. Belum terpikirkan untuk mempunyai rumah di Ternate, karena ia berharap di usia 50 tahun ia bisa membuka usaha di kampung halamannya.
Yasir mempunyai 2 anak, perempuan 16 tahun dan laki laki 5 tahun. Setelah hampir dua dekade mendiami Ternate ia mulai berpikir ulang tentang masa depannya. Mengapa tidak menetap dan mengembangkan usaha di Ternate hingga hari tua. Pulau yang ditinggalinya telah memberi kehidupan, masa depan dan kedamaian. Yang mengubah kulitnya lebih legam dibandingkan awal dia datang, juga memberikan masa depan dan kehidupan yang lebih mapan.
Putrinya sekolah di SMAN Babat Lamongan, tinggalnya di Widang Tuban. Beda kabupaten, tapi berbatasan. Perbatasannya adalah jembatan, yang kokoh berdiri di atas bengawan Solo, batas bentang alam. Sependek pengamatan saya, banyak masyarakat pendatang yang mengirimkan anaknya studi di kampung halaman sejak lulus SD. Anak anak ini mempunyai wawasan yang lebih menusantara karena pernah tinggal di berbagai daerah di nusantara. Pengalaman yang menjelma menjadi tindakan, bukan bacaan.
Dengan bekal ilmu ala kadarnya, lulusan SMA di Babat ini membuat rencana strategis pekerjaan sektor informal yang dianggap tidak penting. Tidak perlu angan angan tinggi dan modal besar, yang penting dieksekusi tiap hari, dievaluasi dan diperbaiki sambil jalan. Dia tidak gengsi menerima saran, di masa pandemi ini ternyata dia punya tabungan. Mungkin dia akan segera pastikan membeli rumah di saat harga properti di Ternate akan segera turun, karena pemilik properti sudah mulai kehabisan tabungan, dan rumah di Ternate paling cepat untuk diuangkan.
Krisis membuat pikirannya terbuka, rencana harus segera diubah. Jika ia punya rumah sendiri dia bisa perluas usahanya sekaligus menghilangkan biaya kontrak rumah. Anak terkecilnya akan segera masuk TK, istrinya bisa segera membantunya untuk memperluas usaha. Putrinya juga akan segera kuliah, perlu biaya. Peluang sudah di depan mata, tidak ada salahnya untuk segera berubah. Di usia 40 an tahun pencapaian Yasir jauh lebih baik dibandingkan sanak saudara dan kerabatnya yang menjadi buruh migran di Malaysia. Juga lebih baik dibandingkan teman temannya yang bertani di Widang Tuban, atau teman temannya yang jualan seafood, pecel lele di kota kota besar di Jawa seperti Surabaya, Malang, Semarang, Bandung, Jakarta.
Kewirausahaan baiknya dipraktikkan, tidak sekedar diajarkan, dianalisis, diwacanakan, kemudian berhenti menjadi angan angan. Setiap usaha pasti ada kendalanya, pada saat dijalankan akan ketemu solusinya. Saat di angan angan, masalah dan solusi bisnis tidak nampak. Orang orang seperti Yasir, lebih mengutamakan tindakan daripada berencana. Mulai dari yang kecil, mulai dari yang bisa dilakukan, mulai dari sekarang juga. Masuk ke kamar mandi dulu, keperluan yang belum terpenuhi bisa menyusul. Tidak penting menyiapkan terlebih dahulu sabun, sikat, odol, sampo, handuk, baju, ganti, air panas, air dingin. Kalau nunggu semua siap, kapan mandinya. Demikian juga berbisnis dan berwirausaha.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
👍👍👍burjo langganan 😃
BalasHapusYang harus dipopulerkan dan dipasarkan, supaya menjadi legendaris hhh
HapusKeren. Semoga suatu ketika bisa menikmati
BalasHapusSiap pak Doktor, insyaAllah akan banyak kesempatan di Ternate.
BalasHapus