Rabu, 17 Juni 2020

Mau ke mana EKI ?

Apakah ekonomi Islam (EKI) dapat berkontribusi mengubah kehidupan masyarakat supaya lebih baik? Pikiran ini tidak dimaksudkan sebagai mengarus utamakan atau membawa kembali ke cara berpikir yang serba religius seperti yang dikeluhkan Hamid Basyaib, menanggapi polemik Goenawan Mohamad dan AS Laksono perihal sains, filsafat dan agama. Polemik sains paling produktif di facebook yang menghasilkan 21 tanggapan dari orang orang yang berkompeten dalam catatan Mojok.co.

Selama rentang 30 tahun hadirnya wacana dan praktik ekonomi Islam di Indonesia, kontribusinya masih sangat rendah. Asset bank syariah di Indonesia masih dibawah 5% dari perbankan nasional, sedang Malaysia sudah mencapai 40%. Capaian Malaysia lebih baik, dengan penduduk muslim dalam kisaran 70%. Jika di bidang moneter, sektor yang paling berkembang dalam praktik ekonomi Islam, pertembuhannya lamban, maka sektor non moneter juga kurang inovatif.

Industri halal yang sudah merambah ke fashion, makanan, cosmetik dan obat obatan kurang disambut dengan antusias. Wisata halal, hotel syari’ah, hunian  syari’ah lebih banyak dihadapkan dengan polemik yang kontra produktif. Wisata halal dihadap hadapkan dengan pelestarian budaya, dirusak oleh manusia durjana yang melampiaskan hasrat sahwat atas nama Arab dan ‘citra’ Islam di puncak Bogor misalnya. Wisata syari’ah dibenturkan dengan aspirasi budaya di Bali dan Toba merupakan bentuk belum selesainya pemahaman yang tepat terhadap industri wisata syari’ah.

Di industri yang bidangnya berdekatan dengan pariwisata antara lain hotel syari’ah, tidak terdapat pertentangan dengan hotel non syari’ah. Masing masing punya pasar. Kehadiran hotel syari’ah membantu masyarakat penginapan yang ramah keluarga, bebas prostitusi miras dan menunjang aspirasi beragama segmen pasar tertentu.

Perumahan syari’ah juga belum berhasil memberikan kesan positif kepada konsumen. Menciptakan segregasi yang tidak baik bagi struktur sosial masyarakat yang majemuk, perumahan syari’ahnya sudah bagus di konsep tapi gagal mengkomunikasikan dengan konsumen dan potensial disalahgunakan. Tertangkapnya para penipu pengembang perumahan syari’ah dan travel umroh membuktikan sekali lagi para perusak ekonomi syari’ah tidak datang dari luar, tapi orang orang dari dalam Islam yang mengambil keuntungan atas nama agama. kriminal kriminal ini bukan orang yang paham tentang ekonomi syari’ah, tapi penjahat penjahat yang mengatasnamakan agama untuk merusak ekonomi syari’ah.

Industri makanan halal di Thailand patut di contoh oleh Indonesia. dengan penduduk muslim yang kurang dari lima juta, Thailand mampu mengembangkan industri makanan halal yang bahkan dapat diekspor ke negara negara muslim. Makanan halal pabrikan Indonesia sudah lama melakukan penetrasi pasar di Thailand, tapi produk halal Thailand yang diekspor ke negara negara teluk, India dan negara muslim lainnya, jumlahnya berlipat lipat di atas Indonesia. Lembaga sertifikat halal di Thailand juga efisien dan market friendly,  tidak berbentuk lembaga fatwa, tapi kredibilitasnya diakui oleh negara dan kerjaan, serta diterima oleh importir negara negara muslim.  The Halal Science Center, digawangi oleh para akademisi muslim di Chulalongkorn University.

Ekonomi Islam tidak bertujuan Islamisasi negara apalagi Arabisasi. Ekonomi Islam adalah membawa nilai nilai universal ke dalam kehidupan masyarakat secara umum, bukan masyarakat muslim saja. Nilai keadilan dan perlindungan terhadap jiwa manusia antara lain yang dibawa oleh ekonomi Islam adalah value yang diperlukan seluruh umat manusia. Bukankah kemiskinan berakar pada ketidakadilan, baik kemiskinan struktural maupun kemiskinan kultural. Nilai keadilan memberikan keseimbangan yang sehat dalam ekonomi masyarakat.

Ekonomi Islam mempunyai instrumen yang menghilangkan kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin. Ekonomi Islam melarang (mengharamkan) relasi relasi ekonomi yang tidak adil dengan melarang aktifitas riba, gharar, maysir, tadlis. Islam mencegah relasi ekonomi yang memberikan keuntungan sepihak. Islam melarang penimbunan komoditas, karena menguntungkan penimbun dan merugikan pembeli.

Nilai nilai universal inilah yang sengaja dibawa ke dalam praktik ekonomi untuk menciptakan kesejahteraan dan keadilan ekonomi pada seluruh ummat manusia. Misi ekonomi Islam hakekatnya adalah membawa rahmat bagi seluruh alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar