Sabtu, 06 Juni 2020

MOOD TIDAK DIBUTUHKAN DALAM MENULIS


Hilangkan pamrih menulis,  pada saat sedang menciptakan kebiasaan dan mengasah keterampilan menulis.

Bila pamrih atau alasan menulis supaya mendapat pujian, maka hasrat menulis hilang pada saat pujian tiada, keinginan menulis melemah saat respon pembaca biasa saja, menulis jadi aktifitas yang tidak menyenangkan bila mendapat kritikan. Maka minimalkan pamrih pujian sebagai tanggapan yang diinginkan dari tulisan.

Bila pamrih menulis karena kewajiban, maka menulis menjadi tekanan. Menulis jauh dari kata mengasikkan. Biasanya dikerjakan pada saat mendekati tenggat. Mati matian memaksa diri, menciptakan kondisi, memberi sugesti supaya bisa mengerjakan dengan suka hati.

Fatamorgana yang kita ciptakan akan bertahan dalam sesaat. Kita berusaha memanipulasi tekanan kejiwaan. Hasil kerja tidak maksimal. Setiap datang kewajiban terciptalah siklus serupa.

Tidak pernah mengambil pelajaran dengan terpaksa selalu mengulang tindakan karena kewajiban selalu datang berulang. Kita tidak mencoba mengembangkan keterampilan menulis, sebagai persiapan menangani kewajiban.

Jika menulis karena takut dinilai, maka buntulah gagasan, mandeglah tulisan. Anggap saja tidak ada yang pernah menilai negatif, anggaplah tidak ada yang akan salah paham dengan tulisan. Penilaian positif tidak akan menaikkan manfaat bagi saya. Penilaian negatif tidak akan merugikan saya.

Tulisan yang dinilai baik bagi pembaca tidak memberikan dampak positif buat saya. Tulisan yang dinilai buruk oleh pembaca tidak memberikan dampak negatif buat saya. Penulis saja jika segera menilai tulisan sendiri, maka akan segera dihapus, merasa malu, merasa tidak tepat sebelum gagasan semua tulisan sempurna. Pun demikian jika satu paragraf selesai tidak segera bergerak melanjutkan, kita menilai kembali tulisan kita dan merasa puas dengan kualitas tulisan, kita akan berhenti, mengulang ulang membaca dan lupa gagasan utuh dari keseluruhan tulisan.

Tulisan orang yang baru menciptakan kebiasaan menulis tidak harus baik, bermutu. Tulisan awal awal dalam menciptakan kebiasaan menulis selayaknya muter muter, mbulet, berpanjang lebar, kadang kadang pangkal ujungnya tidak jelas.

Tulisan orang yang baru memulai kebiasaan menulis tidak punya struktur yang jelas, cenderung bebas, tidak beraturan. Kadang kadang tulisan enak dibaca mudah dimengerti, menyentuh hati dan bahkan menginspirasi, tapi lebih sering tulisan yang tidak teratur.

Biarkan saja. Kalau sudah lewat dua bulan dan dinilai secara menyeluruh, mungkin bisa dikaji apa yang menyebabkan pada momen tertentu tulisannya sangat bagus, pasti ada faktor faktor unik yang mempengaruhi kejiwaan penulis dan dapat dijadikan penciptaan kondisi yang sesuai dengan keadaan terbaik yang sesuai bagi penulis.

Apa kondisi terburuk yang menghasilkan tulisan terburuk yang dialami oleh penulis juga perlu dipelajari. Pada saat tulisan datar dan menyeret nyeret ditemukan dalam kondisi bagaimana juga perlu dikenali oleh penulis. Semua evaluasi tadi biarlah penulis yang menentukan cara dan waktu menilai dan tidak usah menghapus atau mengedit tulisan yang sudah jadi atau sudah dipublish di blog misalnya.

Apa yang menjadi alasan untuk menulis menjadi kebiasaan. Karena kalau tanpa alasan, tanpa motivasi, tanpa daya yang menggerakkan tidak akan aktifitas menulis. Oprah winfrey menyampaikan dalam salah satu shownya, kebiasaan dapat diciptakan dengan mengulang secara konsisten selama 30 hari.

Mungkin setiap orang mempunyai karakter yang berbeda beda, sehingga waktu pengulangan supaya menjadi kebiasaan, perilaku menjadi otomatis berbeda beda. Jadi intinya ada repetisi perilaku yang diulang ulang bisa selama 30 hari, 40 hari dan seterusnya silahkan dipraktikkan sampai menulis yang konsisten menjadi habit.

Senada, serupa dengan itu, dapat mencoba kebiasaan hidup yang dibuat oleh Imanual Kant sepanjang hidupnya 80 tahun. Kant punya kebiasaan yang rutin dan nyaris mekanis. Suka tidak suka, mau tidak mau Kant mengikuti jadwal harian yang telah ditetapkan. Saking tepatnya Kant dalam mematuhi jadwalnya masyarakat Konikgsberg berseloroh, Kant lebih tepat waktu dari jam.

Kant tidak pernah mengikuti dorongan perasaan dorongan hati (mood) untuk mengerjakan sesuatu, perasaannya yang menyesuaikan waktu. Jadwal hidup Kant tidak pernah berubah semenitpun  dalam 60 tahun : Jam 4.55 bangun pagi, jam 5.00 minum Teh, Sampai Jam 07.00 mempersiapkan bahan bahan kuliah, Jam 07.00-09.00 memberi kuliah, Jam 09.00-12.45 menulis dan membaca, 12.45-16.00 makan siang sambil diskusi, Jam 16.00 jalan jalan kaki harus sendirian sambil berpikir, lanjut bekerja lagi, membaca, jam 22.00 tepat sudah naik ke tempat tidur.

Jadwalnya tepat dijalani tanpa ada yang meleset dan dilanggar. Para penulis sejarahnya mencatat hanya sekali saja dalam hidupnya Kant lupa jalan jalan sore, karena terlalu asik membaca buku Rousseau yang menurutnya buku itu sangat bagus.

Disiplin dalam membuat jadwal yang sudah ditetapkan akan membantu kita mengatasi persoalan mood yang sering dikambinghitamkan sebagai hambatan tidak menulis. Kant mempraktikkan produktifitas manusia dalam berpikir dan menulis ternayat bisa direkayasa. Perasaan yang harus mengikuti waktu, bukan waktu yang mengikuti perasaan.

Barangkali ini yang menjadi alasan Tuhan bersumpah demi waktu. Waktu dapat kita atur, sehingga hidup kita, mood menulis kita menyesuaikan dengan waktu.

8 komentar: