Selasa, 02 Juni 2020

DILEMA SANTRI KEMBALI KE PONDOK


Tidak mudah melepas belahan jiwa di usia muda kembali ke Pondok setelah liburan panjang. Apalagi bagi orang tua yang tinggal 1.300 km jauh dari anaknya, tertahan di karantina wilayah menyaksikan, dan hanya bisa mengarahkan dari jauh. Terbelah jiwanya, tertahan dalam tidak berdaya. Orang tuanya di Ternate, anaknya di Surabaya, mondoknya di Ponorogo. Berikut ini ceritanya.

Pondok Modern Darussalam Gontor di Jawa, punya 10 kampus putra putri yang tersebar dari Banyuwangi di ujung timur pulau Jawa sampai Magelang di pusat pulau Jawa dekat Gunung Tidar. Liburan Gontor dua kali dalam satu tahun, 10 hari di bulan Maulud dan 50 hari dimulai tanggal 20 Sya’ban sampai 10 Syawal. Tahun ini karena covid 19 Gontor memperketat kunjungan dan secara ketat melakukan penguncian pondok sehingga interaksi di dalam pondok normal, karena tidak ada virus masuk pondok. Protokol sehat dan keren sudah dijalankan dengan disiplin, tidak ada kendala dan kesulitan apapun, semua santri happy, meskipun banyak wali santri guncang hatinya sudah tidak bisa mudif/kunjung lagi. Semuanya serba protokal dan ketat, jika terpaksa ingin berkunjung, hanya bisa dada dada dari jauh, tidak berbeda jauh seperti yang kita saksikan di rumah sakit Wuhan, bedanya ini penghuni dan pengunjung sama sama sehat, hanya supaya saling melindungi saja.

Mulai 13 Maret 2020 sejak pemerintah menetapkan Indonesia wilayah pandemi covid 19, para santri sudah memasuki ujian akhir semester. Harap dimaklumi Gontor memang unik, ujian dilaksanakan sampai 45 hari dengan mata pelajaran sampai 40 an dan bermacam macam jenis ujian, waktunya siang dan malam. Waktu ujian adalah masa yang berbahagia sekaligus penuh perjuangan. Berbahagia karena biasanya dimanja dalam hal ketersediaan makanan. Perjuangan karena batas tidur, belajar dan ujian bisa saling tumpang tindih, memerlukan manajemen waktu yang baik dan kesehatan yang prima. Di rentang waktu ujian inilah santri gontor juga mendapat ujian dari luar berwujud covid 19, dan sampai dengan santri pulang sesuai jadwal libur pondok tanggal 23 April 2020, dua puluh ribu santri putra putri dapat diantarkan pulang sampai ke daerah masing masing, tanpa ada satupun yang terinveksi virus.

Mengelola santri melewati wilayah virus sekeluarnya dari Gontor bukan hal yang mudah. Karena para santri berasal dari seluruh kota di tanah air yang bermacam macam zona dan tingkat kesulitan transportasinya di dalam situasi menuju puncak pandemi. Juga harus mengelola perpulangan santri ke Malaysia, Singapura, Brunai dan Thailand yang sistem penanganan pandeminya rumit, njelimet, ketat dan mahal. Itupun bisa dilaksanakan dengan baik tanpa ada insiden. Waktu itu nyaris seluruh pondok sudah memulangkan santri satu bulan sebelumnya. Gontor masih patuh pada jadwalnya dan taat pada protokol yang dibuat pemerintah. Semua proses itu dapat berjalan karena soliditas koordinasi antara manajemen pondok, dewan ustadz, para santri dan IKPM (Ikatan Keluarga Pondok Modern Gontor) yang senantiasa menyiapkan dan memperbaiki rencana ‘evakuasi’ mujahid pulang ke keluarga tercinta.

Sesuai dengan tradisi Gontor tidak semua santri pulang. Santri yang naik ke kelas 6 KMI (sama dengan kelas 3 SMA) tetap tinggal di Pondok sampai dengan 1 tahun kedepan. Merekalah yang mengelola dan menggerakkan roda kehidupan pembelajaran para santri satu tahun kedepan, membantu para ustadz dan Kyai menyelenggarakan pembelajaran ta’alim muta’alim yang terlihat rumit dan sulit dijalankan bagi orang luar yang melihatnya. Mereka umumnya terahir bertemu keluarga 6 bulan sebelumnya. Jadi total general sampai dengan yudisium kelulusan, mereka 1,5 tahun tidak bersua keluarga. Setelah lulus dan mengabdi, mereka satu tahun lagi tidak bertemu keluarga. Itulah masa masa penuh gizi perjuangan di usia pancaroba, 17-18 tahun mengambil alih tanggung jawab pondok dan mempraktikkan ilmu yang didapatkan selama 5 tahun sebelumnya.

Setelah 50 hari, diperpanjang menjadi 80 hari pulang ke rumah karena PSBB dan hambatan yang beraneka ragam dari berbagai wilayah, tibalah saatnya para santri harus kembali ke pondok tanggal 23 Juni. Mengevakuasi para santri dari pondok ke rumah masing masing lebih mudah, karena pondok mampu menjaga para santri selama 45 hari bersih virus pada saat pulang dari pondok. Orang tua tidak lebih pintar dari pondok dalam menjaga putra putrinya dari kemungkinan tertular virus. Lingkungan di luar pondok juga lebih keruh virus dibandingkan di dalam Gontor, dari sinilah masalah dan kerumitan bermula.

Maka IKPM menyusun rencana. Konsulat di masing masing daerah, propinsi atau negara menjadi garda terdepan pengelola proses evakuasi dari luar ke dalam pondok, dari wilayah campur aduk ke wilayah steril. Orang tua santri mengantarkan hanya sampai ke titik pemberangkatan. Selanjutnya tanggungjawab diambil alih konsulat dan IKPM masing masing daerah. Santri lama kelas 2 sampai dengan 4, calon santri baru, para ustadz lama, para ustadz baru, diperiksa, diseleksi dan diatur proses evakuasinya. Kelas 5 dan 6 sudah mapan di Gontor, bersama para ustadz dan Kyai mempersiapkan pengaturan di lokasi pondok. Tiga minggu sebelum tanggal keberangkatan semua pendaftaran google form. Peserta evakuasi sudah melakukan karantina mandiri 14 hari, rapid test covid 19 dan surat keterangan sehat dari dokter/rumah sakit, dan surat surat kelengkapan lainnya.

Covid 19 mengharuskan gontor mengubah kebiasaan yang sudah dipertahankan lebih 60 tahun, yaitu mengubah administrasi pembayaran secara manual dan lewat kantor pos menjadi aplikasi ADM Gontor. Kantor administrasi yang legendaris tempat antrian yang panjangnya bisa ratusan meter, mungkin tidak akan dijumpai lagi. Penyelesaian daftar ulang dan pembayaran lainnya sudah diselesaikan di 10 Syawal. Pembayaran selanjutnya sudah bisa lewat aplikasi dan wali santri sudah harus bertabah hati, berjumpa dengan buah hati 6 bulan lagi.

Bagi orang tua yang tertahan di kejauhan, menjadi semacam ujian tambahan dan sekaligus ujian susulan, karena hanya dapat menyaksikan, mengikuti  perkembangan informasi buah hati dari kejauhan. Melihat wajah dan mendengar suara melalui gawai. Sudah 14 bulan tidak bertemu dengan santri pertama dan 8 bulan dengan santri kedua. Masih harus menunggu 6 bulan lagi untuk bertemu, bila kondisi sudah baik, itupun jika santri pertama tidak segera pergi mencari ilmu di tempat yang lain lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar