Minggu, 14 Juni 2020

Monopoli Rempah Rempah



Monopoli cengkih dan pala di kepulauan Maluku Kieraha oleh Portugis, Spanyol dan Belanda mulai abad 16 tidak bisa dipisahkan dengan kapitalisme dan imprealisme. Karena imprealisme merupakan tahap monopoli dari kapitalisme, Imprealisme, the highest stage of capitalisme. 

Kedatangan pengelana barat Belanda Portugis dan Spanyol di wilayah Maluku Kieraha tidak pisah dipisahkan dari pertarungan politik internasional antar negara negara yang berbeda aliran ekonomi. Kapitalisme barat mencari wilayah yang tidak terjangkau oleh imperium Islam. Ekspedisi monopoli dagang negara negara tersebut bersamaan denga masa keemasan tiga imperium Islam, Turki Usmani, Safawi dan Mughal yang memerintah hampir dua per tiga wilayah bumi. Pengelana barat berusaha membuat konsesi konsesi dagang di wilayah penghasil rempah rempah, pada saat tiga imperium besar itu sedang di zaman keemasan. Sultan Muhammad Alfatih sedang berjaya di Istanbul, Sultan Ismail mencapai kemakmuran di Isfahan dan Sultan Akbar memimpin dengan gemilang di Delhi.

Kekhalifahan Turki Usmani berkuasa di wilayah Afrika Utara, Mesir, Hijaz, Irak, Armenia. Sebagian Eropa, Balkan, Yunani, Bosnia, Bulgaria, Hongaria hingga Rumania. Beberapa wilayah kesultanan di wilayah timur, mulai dari kesulatanan Malaka, Perlak, sampai ke Ternate dan Sulu di Pilipina mendapat perlindungan dari kesulatanan Turki (1290-1923).   Imperium ini didirikan oleh Sultan Usman bangsa Turki dari suku Oghuz dan dikubur oleh Mustafa Kamal at Taturk. Masa keemasan Turki Usmani pada era Sultan Muhammad Alfatih (1451-1484)  yang diteruskan putranya Sultan Salim I (1512-1520).

Imperium Safawi berusia 2 abad lebih (1501-1736M). Daulah ini berasal dari gerakan Tarekat yang oleh Safi al-din menjadi imperium besar dengan nama Safawi sesuai nama kaisar pendirinya. Wilayah kekuasaanya meliputi Iran, Irak dan Siria saat ini. Tidak seluas wilayah kekuasaan 2 imperium lainnya, tetapi pencapaian dalam peradaban dan ilmu pengetahuan sangat mengagumkan. Perkembangan seni, industri dan ekonomi Safawi sangat menonjol dibandingkan 2 tetangganya. Jika Usmani bermazhab sunnah maka Safawi bermazhab syi’ah. Masa itu sultan Ismail kaisar  imperium Safawi sedang berada pada zaman keemasan. 

Imperium Mughal didirikan oleh Zahiruddin Babur, cucu Timur Lank tahun  1526 dan runtuh tahun1858 pada masa Bahadur II. Wilayah kekuasaanya meliputi India, Pakistan, sebagian besar wilayah Asia selatan sampai Afghanistan. Kejayaan Mughal antara tahun 1556-1605 di zaman empat sultan, yang paling terkenal Sultan Akbar I.

Di manapun, kebijakan ekonomi makro sangat ditentukan oleh kualitas kepemimpinan negara dan bentuk pemerintahan suatu masyarakat. Demikian pula bagi empat kesultanan Maluku Kieraha, Ternate, Tidore, Jailolo dan Bacan. Kebijakan makro ekonomi syari’ah terkait erat dengan strategi ekonomi aktor penguasa dan kebebasan melaksanakan program dan kebijakan ekonominya. Kebebasan itu terganggu dengan hadirnya kekuatan asing. 

Kesultanan Ternate setelah abad 15 tidak sepenuhnya dalam kendali para Kolano (Sultan). Karena wilayah kesultanan pernah diperintah oleh pejabat penguasa asing yang berkedudukan di Ternate. Tercatat 20 orang pejabat gubernur Portugis (1512-1574) pada awal kedatangan armada Eropa. Di ahir abad 18 Inggris menempatkan 7 orang sebagai residen perwakilan di Ternate (1797-1815). Belanda juga menempatkan 53 orang pejabat gubernur VOC untuk wilayah Maluku yang berkedudukan di Ternate dan dilanjutkan dengan pejabat yang lebih rendah yaitu 28 orang pejabat Residen pemerintahan. 

Intervensi asing bahkan aneksasi menyulitkan para Kolano Ternate mewujudkan praktik ekonomi syari’ah. Vereenigde Ootsindische Compagny (VOC) yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kerajaan Belanda, membuat investasi besar besaran, membiayai ekspedisi ekspedisi untuk menguasai komoditas penting Eropa. Mereka pergi ke sumber sumber komoditas pangan dan rempah rempah di negeri negeri bawah angin untuk melakukan monopoli. Pasar persaingan sempurna komoditas rempah rempah yang sudah berlangsung berabad abad sebelumnya dirusak oleh perusahaan perusahaan Eropa. Mekanisme pasar laissez faire yang murni antar konsumen produsen bangsa bangsa Nusantara, Arab dan China mengalami distorsi sejak para kapitalis Eropa menguasai dan mengendalikan wilayah wilayah subur penghasil pala, cengkeh dan kayu manis.

Pada perkembangan selanjutnya bukan hanya komoditas rempah rempah yang ingin dikuasai oleh para penjelajah Eropa. Mereka ingin menguasai wilayah wilayah tersebut menjadi wilayah taklukan. Menjajah membuat mereka sepenuhnya dapat menguras hasil bumi dan perkebunan yang dibutuhkan dunia saat itu. Penjajah membuka secara luas perkebunan tebu, teh, kopi, tarum dengan tanam paksa (cultuurstelsel).

Monopoli Belanda terhadap wilayah Ternate bahkan masih terus berlangsung hingga tahun 1854 melalui pendirian pelabuhan Ternate dengan menetapkan pajak bagi kapal kapal. Dengan monopoli pelabuhan Belanda mencegah kapal kapal pribumi berniaga dengan bangsa Eropa lainnya. Belanda mengendalikan pergerakan kapal kapal pribumi dengan sistem administrasi yang ketat dalam rangka mengendalikan perekonomian di kawasan ini. Monopoli pengelolaan pelabuhan Belanda dimulai dari Makassar (1847), Manado, Kema (1848), Kaili, Banda,  dan Ambon (1853). 

Ekonomi nusantara mengalami degradasi dan kerusakan sejak kedatangan ekspedisi negara negara Eropa. Kesultanan di nusantara yang baru saja mengkonversi dari bentuk kerajaan, belum tuntas menerapkan prinsip prinsip ekonomi Islam. Ekonomi tradisional pra Islam tidak mengenal sistem riba, karenanya praktik ekonomi Islam tidak mendapat pertentangan dari masyarakat nusantara. Perdagangan pra Islam di nusantara menggunakan sistem pertukaran barter, uang digunakan secara terbatas sehingga riba sulit berkembang. Syirkah mukhabarah dan muzara’ah dipraktikkan dengan istilah lokal, misalnya di Jawa ‘nggarap sawah paron’. Para saudagar Arab dan Gujarat yang mendakwahkan Islam menggunakan pendekatan ekonomi. Mu’amalah para saudagar dengan penduduk setempat meninggalkan transaksi yang dilarang seperti maysir, gharar, riba, dhalim, dan ba’i najasy. Karena praktik seperti demikian yang berlaku dalam dunia Islam dan berusaha dipraktikkan di negeri negeri jauh yang belum memeluk Islam. Dakwah pertama yang dilakukan oleh para mubaligh adalah dakwah ekonomi yang dicontohkan dan dipraktikkan.

Negara negara imperealis baratlah yang memperkenalkan ekonomi kapitalis di nusantara, yaitu monopoli. Untuk mendapatkan hak monopoli atas komoditas cengkeh dan pala, Portugis, Spanyol  dan Belanda berusaha memecah belah empat kesultanan dan membentuk aliansi aliansi dengan penguasa lokal. 

Monopoli adalah musuh ekonomi yang merusak sejak jaman dahulu. Monopoli sangat dilarang dalam Islam. Sayyidina Usman, khalifah ke tiga mempunyai strategi jitu menghapuskan monopoli pebisnis Yahudi atas sebuah sumur di kota Madinah. Dikisahkan bahwa seorang Yahudi menguasai satu satunya sumur. Dia menjual air dengan harga tinggi, karena penduduk Madinah tidak mempunyai pilihan lain. Sayyidina Usman hanya dapat membeli separuh hak penggunaan sumur dengan harga tinggi, karena Yahudi tidak mau menjual sumur penuh. Kesepakatannya satu hari hak Yahudi dan satu Hari hak Sayyidina Usman. Pada hari hak Sayyidina Usman, air sumur digratiskan untuk penduduk Madinah. Lambat laun Yahudi merasa tidak ada gunanya mempunyai hak sumur lagi karena air untuk penduduk Madinah gratis. Praktik monopoli si Yahudi dapat dikalahkan dengan keikhlasan dan kecerdikan Sayyidina Usman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar