Kamis, 11 Juni 2020

MENGAPA PUBLIKASI ILMIAH SERET?

Setiap perguruan tinggi mempunyai persoalan publikasi ilmiah yang berbeda beda bentuk dan levelnya. Saya berharap pengamatan ini bisa dijadikan sebagai refleksi bersama untuk menggerakkan publikasi ilmiah yang seret dan mandeg. Ada satu sumber penelitian penting, yang jumlahnya melimpah tapi belum dimanfaatkan yaitu skripsi.

Di tingkat Strata Satu, penelitian yang seharusnya dikelola antar jenjang tidak berjalan simultan. Karya ilmiah mahasiswa dalam bentuk tugas akhir dan skripsi, berhenti sampai di rak perpustakaan, bahkan tidak sempat dipublis secara online dalam bentuk repository. Ini kerugian, karena karya karya yang cukup baik tidak mendapatkan apresiasi atau dibaca dan ditindaklanjuti oleh dunia kerja atau dunia usaha. Penelitian lebih lanjut oleh peneliti lainnya sulit dilakukan, dimana mau merujuk?

Di satu fakultas rata rata setiap tahun meyudisium 200 an mahasiswa, berarti tidak kurang dari 200 skripsi tiap tahun diproduksi. Pasti 80% adalah karya bermutu karena dibimbing dan diarahkan para dosen Magister dan Doktor yang kompeten keilmuannya. Skripsi melalui proses yang panjang, 3-12 bulan. Penulis skripsi didampingi oleh 2 dosen pembimbing, diuji oleh 4 dosen saat ujian proposal, dan diuji oleh 6 dosen pada saat munaqasah skripsi.

Yakinlah, skripsi itu sangat berkualitas.



Hasil penelitian ini sebenarnya dapat diolah sedemikian rupa menggunakan standar penulisan jurnal, besar kemungkinan untuk dapat mengisi jurnal nasional standar Shinta 6 -2. Apabila dosen mampu memetakan penelitian mahasiswa yang dapat menjangkau substansi teori, atau bahkan menggoyangnya, menggali novelti/kebaruan, meningkatkan impact/dampak karya, besar kemungkinan dapat menembus jurnal Shinta 1 dan jurnal internasional bereputasi. Diperlukan keseriusan dosen sebagai ilmuwan dan peneliti, jernih mengamati fenomena penelitian mahasiswa dan perkembangan ilmu pengetahuan mutakhir.

Dengan demikian masalah kelangkaan bahan atau ketiadaan hasil penelitian sebagai bahan dasar naskah artikel dosen atau mahasiswa sebenarnya hanya ilusi kita bersama. Naskah penelitian itu ada, hanya selama ini tidak diperhatikan, tidak dirawat, tidak dipublikasikan dan tidak dimanfaatkan. Kata mutiara dalam karya kitab pesantren berbunyi : “al-ilmu bila amalin kalsajarin bila samarin”, ilmu yang tidak diamalkan bagaikan pohon yang tidak berbuah. Ilmu yang digali dengan susah payah oleh mahasiswa yang dicermati dan dianalisis oleh dosen ternyata dihentikan sampai di rak perpustakaaan, tidak dibaca dan tidak dimanfaatkan.

Apabila upaya ini dilakukan dengan serius dan berkesinambaungan akan memberi tiga manfaat. Pertama, skripsi berikutnya akan mengalami perbaikan signifikan, sebab karya itu dipersiapkan untuk di terbitkan di jurnal yang kredibel. Kedua, dunia usaha dan dunia kerja melihat secara serius bahwa penelitian yang dihasilkan oleh mahasiswa bermanfaat dan aplikatif. Ketiga, dosen mempunyai bahan dasar penelitian dalam jumlah banyak dan bermutu untuk diterbitkan dalam jurnal, dan kesempatan memperbarui dan mengembangkan teori teori berdasarkan perkembangan riset riset kontemporer.

2 komentar:

  1. Dulu jaman suratkabar berjaya, sekelas dosen kalah berlomba Dalam pemuatan tulisan, alasan nilainya kecil untuk kepangkatan padahal di penulisan jurnal, mereka sering ngambil ide dari skripsi mahasiswanya Dan nyatanya jarang muncul tulisan mereka di jurnal

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekarang, jumlah jurnal amat melimpah dan sarat wajib untuk kenaikan pangkat dari yg akreditasi nasional hingga internasional. Tulisan opini dan kolom di media massa masih dikerjakan, tapi tidak untuk kenaikan pangkat.
      Dosen yang mencuri ide mahasiswa dan plagiarisme, sanksinya amat berat. Haram hukumnya. Prof. pun bisa dicabut. Skripsi mahasiswa yg dipublikasikan bersama dosen adalah karya bersama, terbuka dan tdk menyembunyikan fakta. Diperbolehkan. Zaman check similiriy/kemiripan diberlakukan sekarang adalah pintu untuk kejujuran.

      Hapus