Senin, 29 Juni 2020

Prihatin Pendidikan


Damanhuri atau pak Daman adalah guru dari pulau Raas (baca Ra’as), kabupaten Sumenep, Madura Jawa Timur. Ia bertugas mengajar di pulau Kolorai, satu jam dari Morotai, atau tiga belas jam dari Ternate. Tinggal bersama istrinya seorang tenaga medis. Pulau Kolorai berdekatan dengan pulau Dodola yang populer sampai mancanegara. Selain guru, pekerjaannya adalah mengail, dan kepulauan Morotai surganya ikan ikan mahal seperti ikan kerapu.  

Pria bersahaja ini, bahasanya santun halus logatnya seperti pria Jawa, sulit dipercaya kalau dia Madura, tidak ada miripnya dengan logat Prof. Makhfud MD. Pulau Raas itu jauh sekali dari Surabaya, hijrah ke Maluku Utara memilih di tempat yang jauh dari Ternate. Melihat pergaulannya dengan para guru dia sangat disayangi oleh koleganya di Morotai.

Meski halus dan pelan dia berbicara, saya langsung mengenali, bukan mahasiswa magister dari Morotai. Pak saya ini Madura, tinggalnya di pulau yang jauh dari Sumenep, di sini dapat jauh lagi. Wah sepertinya sampean bakat jadi Wali. Saya kelakar : Pak Daman tidak berenang mengejar ikan Raas yang berenang sampai Kolorai to? Dia tersenyum jenaka campur lugu. Sampean saget mawon. Lo pintar ngomong Jawa rupanya.

Daman tidak sendirian di Morotai. Banyak pendatang dari Jawa, Madura, Bugis, Makassar dan Manado. Penerbangan setiap hari dari Manado-Ternate-Daruba pulang pergi, membawa turis mancanegara dan pelancong lokal dari Jakarta dan Manado. Kabupaten Morotai sedang bersolek menarik turis, terutama sejak even sail Morotai dan promosi gencar pulau Dodola.

Pendidikan di Morotai sama sama memprihatinkannya dengan wilayah lain di Maluku Utara yang pernah saya datangi, Sanana, Bacan, Makean, Shofifi . Terlebih lagi desa desa di sepanjang pantai selat Patalili dan pulau pulau kecil yang tidak mudah di jangkau. Memprihatinkan bukan pada kualitas siswa, tapi sarana pendukung dan sumber daya manusia yang sangat kekurangan. Beruntung ada sarjana sarjana pendidikan dari Jawa dan Sulawesi yang bersedia mengajar di pulau pulau terluar tersebut.

Bupati Sula, pernah punya program mendatangkan sarjana sarjana pendidikan yang masih segar, fresh graduate, untuk mengajar SMA/SMK di pulau Mangoli, Sula dan Taliabu. Sayangnya program keren ini, tidak berkelanjutan dan tidak dengan perencanaan yang baik. Putra putri Maluku Utara yang yang studi di Jawa terbukti mempunyai kemampuanya menonjol. Maka dapat diduga ada persoalan pendidikan yang tidak mendapat sentuhan semestinya. 

Pemilik sebuah hotel di Daruba Morotai bercerita, bahwa selesai SD, 3 anaknya sekolah di Malang, 1 kuliah kedokteran di Tiongkok. Dia sekeluarga sudah tinggal di Morotai lebih dari 15 tahun. Dan ada tren para perantau dari luar Maluku Utara mengirimkan anak anaknya sejak sekolah menengah di luar Maluku Utara. Sebenarnya lebih mudah dan lebih murah mendatangkan guru guru berkualitas untuk mencetak generasi emas, ketimbang mengirimkan anak anak usia sekolah dasar dan menengah. Setelah generasi emas ini jadi, merekalah yang akan membawa kualitas pendidikan Maluku Utara ke level yang lebih baik, tanpa bergantung pada  SDM dari luar Maluku Utara.

SDIT Al Bina di Ternate dan Pondok Pesantren Alkhairat Ome pulau Tidore pernah menerapkan strategi seperti itu. Mendatangkan guru guru, ustadz ustadz dari luar. Terbukti kualitas murid dan santri setara dengan sekolah dan pesantren di Jawa Timur. Ihtiar ini berhenti di tengah jalan, tidak berkelanjutan. Saya masih percaya kualitas pendidikan kuncinya di manajemen dan guru yang berkualitas. Pondok Modern Gontor, MAN Insan Cendikia Serpong dan Gorontalo, MAN Malang dan banyak lembaga berpendidikan berkualitas lain yang saya tahu kuncinya di guru yang berkualitas. 

Maluku Utara dari masa ke masa dianugerahi sumber daya alam yang melimpah. Meskipun era keemasan rempah rempah sudah berlalu, sekarang era keemasan tambang Nikel. Maluku Utara mempunyai cadangan Nikel 35% dari cadangan nasional. Nikel bahan baku baterei lithium adalah masa depan energi dunia. Kampiun ekonomi dunia, Tiongkok berinvestasi US$ 10 milliar (150 triliun rupiah) di Halmahera Utara untuk membangun pabrik baterei lithium. Tiongkok berpikir maju ke depan bahwa baterei penyimpanan yang efisien, ringan dan murah akan menggantikan bahan bakar fosil. Maluku Utara punya kesempatan paling strategis untuk mengubah dunianya, jika tidak mampu mengubah dunia, untuk peningkatan pendidikan. Apakah pemerintah Maluku Utara bisa memanfaatkan peluang berinvestasi besar besaran di pembangunan SDM melalui pendidikan yang hasilnya akan dirasakan generasi anak cucu kita.

Dengan anggaran 3 triliun per tahun, untuk penduduk sekitar satu juta jiwa ditambah kelimpahan sumberdaya alam (investasi 150 triliun) , kuncinya sekarang berada di tangan pemerintah. Apakah ada niat baik pemerintah daerah, dan membangun visi pendidikan yang berorientasi jauh kedepan? Jika tidak dilakukan maka anugerah sumber daya alam akan terus menjadi beban. Jangan bagaikan pepatah “ayam mati di lumbung padi”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar