Kamis, 09 Juli 2020

Mengembalikan Bank Syari’ah ke Jalurnya (Part 4)


Bank syari’ah juga memberikan dampak signifikan pada kajian hukum Islam terutama mu’amalah perdagangan (tijarah) atau bisnis, sehingga berpengaruh besar pada peranan MUI hususnya di bidang ekonomi dan keuangan syari’ah yaitu DSN MUI. Juga berpengaruh pada tumbuh kembang pengelolaan zakat atau potensi ekonomi zakat.

Lembaga keuangan syari’ah mempersaratkan operasionalnya tidak mengandung riba, maysir dan gharar dan bisnis haram. Selain itu lembaga keuangan syari’ah berjalan dalam koridor prinsip prinsip syari’ah. Prinsip prinsip syari’ah dalam bidang keuangan adalah hal baru dalam fiqh mu’amalah kontemporer. Akan timbul persoalan teknis yang kontraproduktif apabila tidak disepakati dan pola mekanisme fiqh yang bersifat umum menjadi bersifat praktis dan operasional. Untuk itu diperlukan suatu lembaga fatwa yang memberikan pedoman praktis bagi lembaga keuangan syari’ah.

Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama’ Indonesia (DSN-MUI) yang disepakati sebagai lembaga fatwa, yang kompeten untuk mengeluarkan fatwa fatwa yang diperlukan oleh lembaga keuangan syari’ah. Sejak fatwa pertama tahun 2000, DSN-MUI sudah menerbitkan 140an fatwa di bidang keuangan syari’ah. Semua produk penghimpunan dana bank dan lembaga keuangan syari’ah sudah diterbitkan fatwahnya. Tabungan, deposito dan giro perbankan baik menggunakan akad mudharabah (kerjasama bagi hasil) atau akad wadi’ah (titipan). 

Beragam jenis fatwa yang diperlukan sebagai legitimasi syari’ah dari kontrak atau akad keuangan dimohonkan ke DSN MUI. Gairah keuangan syari’ah memerlukan payung hukum sehingga bisa memenuhi kebutuhan industri yang semakin besar dan kompleks. Bukan hanya akad dasar saja yang digunakan sebagai dasar hukum, beberapa fatwa sudah bergeser ke akad hybrid, atau akad turunan dan kombinasi beberapa kontrak dasar. 

Produktifitas fatwa sangat membantu lembaga keuangan dalam menghasilkan produk produk keuangan yang lebih inovatif sehingga bisa memperdalam dan memperluas industri keuangan. Produk inovatif meningkatkan kualitas layanan produk dan jasa keuangan nasabah.

Yang membedakan lembaga keuangan syari’ah dan keuangan konvensional adalah keberadaan Dewan Pengawas Syari’ah (DPS). Kewajiban lembaga keuangan syariah mematuhi pelaksanaan bisnisnya sesuai dengan prinsip prinsip syari’ah memerlukan pengawasan dalam sistem, sehingga DPS adalah perpanjangan tangan pengawasan yang dilakukan DSN-MUI. DPS memastikan bahwa lembaga keuangan syari’ah berada di jalurnya.

Secara hirarkis DPS mempertanggungjawabkan pelaksanaan kepatuhan syari’ah kepada pihak pihak yang memberikan tugas atau amanah kepadanya. Inilah mekanisme yang dirancang agar bisnis keuangan syari’ah sesuai dengan yang diinginkan oleh syari’ah.

Fatwa DSN MUI tentang ekonomi dan keuangan syariah dikelompokkan dalam : kegiatan funding bank (4 fatwa), mudharabah/qiradl (3 fatwa), musyarakah (3 fatwa), murabahah (11 fatwa), salam dan istishna’ (3 fatwa), ijarah (6 fatwa), hutang dan piutang (5 fatwa), hawalah (2 fatwa), wakalah (2 fatwa), rahn/gadai (3 fatwa), sertifikat bank Indonesia (3 fatwa), kartu/card (2 fatwa), pasar uang (3 fatwa), asuransi syari’ah (8 fatwa), pasar modal syari’ah (5 fatwa), obligasi syari’ah (4 fatwa), surat berharga negara (6 fatwa), ekspor/impor (5 fatwa), multi level marketing (2 fatwa), hasil usaha dalam lembaga keuangan syari’ah (4 fatwa), pembiayaan (8 fatwa), penjaminan (2 fatwa), pensiun (2 fatwa), fatwa keuangan syariah lainnya (20 fatwa)
Pengaruh perbankan syari’ah terhadap perkembangan pengelolaan zakat dapat dilihat dari perkembangan regulasi zakat, tata kelola zakat yang semakin baik dan solidnya jaringan badan pengelola zakat.

Tata kelola zakat semakin jelas dengan pengorganisasian zakat yang dikelola oleh lembaga pemerintah dengan nama Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan pengelola zakat di luar lembaga pemerintah dengan nama Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZ).
Organisasi pengelola zakat di Indonesia berjumlah 603 lembaga.  BAZNAS sudah berkembang di 514 kabupaten kota dan 48 propinsi. Sedangkan LAZ berjumlah 55, 19 LAZ nasional, 11 LAZ propinsi dan 25 LAZ kabupaten.

Dengan dana yang dihimpun 6,2 triliun pada tahun 2017 dan disalurkan 4,8 triliun. Rata rata setiap tahun dana zakat yang bisa dihimpun antara 6-8 triliun setiap tahunnya dengan rata rata penyaluran 80%. Dalam penelitian yang dilakukan oleh BAZNAS, potensi zakat di Indonesia mencapai 233,8 triliun, namun yang dapat diserap oleh organisasi pengelola zakat baru 3,5 persen dari potensi tersebut.

BAZNAS banyak melakukan inovasi inovasi program zakat nasional diantaranya : mengkoordinasikan pengelolaan zakat di 562 badan, mengoptimalkan pengumpulan zakat nasional, zakat untuk pengentasan kemiskinan, zakat untuk kesejahteraan masyarakat, zakat untuk dakwah dan sinergi zakat nasional, aktif dalam gerakan zakat dunia, zakat sebagai instrumen pembangunan dan mengeliminir kesenjangan sosial, dan meningkatkan partisipasi zakat dan kompetensi amil.

Kontribusi pengelolaan zakat diberikan oleh ormas ormas besar. Diantaranya LAZ yang dikelola oleh jamiyah Nahdhatul Ulama’  (LAZISNU) yang direbranding dengan nama NU CARE- LAZISNU. NU CARE- LAZISNU didirikan pada tahun 2004 merupakan LAZ nasional yang mengelola zakat, infaq, shadaqah dan wakaf dibawah naungan organisasi NU.  NU CARE- LAZISNU bertujuan berkhidmat dalam rangka membantu kesejahteraan umat, mengangkat harkat sosial dengan mendayagunakan zakat, infaq, shadaqah dan wakaf.   NU CARE- LAZISNU  mempunyai jaringan pelayanan di 12 negara, 34 propinsi dan 376 kabupaten/kota di Indonesia.

Program NU CARE- LAZISNU untuk bantuan korban bencana dan beasiswa kepada siswa tidak mampu, bedah rumah, bedah mushollah dan masjid. Pada tahun 2016 dana yang dihimpun sebesar 59 miliar dan pada tahun 2017 sebesar 118 miliar.  NU CARE- LAZISNU  juga punya program program bantuan pekerja migran. Pada Juli 2020 membayar diat (denda darah) 15.6 miliar seorang TKW sehingga dapat dibebaskan dari hukuman mati di Kerajaan Saudi Arabia. 

LAZ yang dikelolah oleh organisasi Muhammadiyah (LAZISMU) berdiri pada tahun 2002. LAZISMU adalah lembaga zakat tingkat nasional yang berkhidmat dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendayagunaan secara produktif dana zakat, infaq, wakaf dan dana kedermawanan lainnya.  Program kerja LAZISMU bertumpu pada lima pilar yaitu pendidikan, kesehatan, ekonomi, dakwah dan sosial kemanusiaan. 

Sebagai gambaran dana zakat infak dan shadaqah dan dana keagamaan lainnya yan8g dihimpun pada tahun 2016 mencapai 404,6 miliar dan tahun 2017 meningkat menjadi 680 miliar. Program unggulan LAZISMU pada program pemberdayaan produktif sektor pertanian, peternakan dan perikanan juga mempunyai program program yang sangat inovatif, membuat beberapa rumah sakit terapung.

Manajemen zakat dan fatwa DSN-MUI adalah dampak penting yang ditimbulkan berdirinya bank syari’ah di Indonesia. Bank syari’ah juga inovasi penting syari’ah yang secara perlahan menghapuskan stigma sektarian istilah syari’ah. Dua hal penting dan strategis yang tidak pernah diduga oleh para penggagas berdirinya bank syari’ah.

#60

Tidak ada komentar:

Posting Komentar