Kamis, 02 Juli 2020

Kampus Inovatif


Bukan yang kuat yang mampu bertahan, melainkan yang pintar beradaptasi terhadap segala perubahan. Adapt or die. Pernyataan Charles Darwin dalam teori evolusi kurang lebih maknanya demikian. Yang bertahan bukan yang paling pintar, bukan yang paling kuat,  tapi cepat menyesuaikan diri. Pandemi datang lebih cepat, dibandingkan kesiapan melaksanakan perkuliahan daring (dalam jaringan). 

Juni 2020 Indonesia menyiapkan diri memasuki masa new normal, sebagai tanda bahwa kita belum tahu kapan yang normal akan datang. Kondisi ini berpengaruh besar pada penyelenggaraan perkuliahan di perguruan tinggi. Tidak mudah menghadapi perkuliahan daring belajar dari pengalaman semester yang lalu. Jika Indonesia baru bulan Juni mewacanakan perkuliahan daring diperpanjang sampai dengan ahir tahun. Negara negara asia Tenggara dan Australia pada bulan April 2020 sudah mengambil keputusan kuliah daring akan dilaksanakan sampai dengan ahir tahun. Rencana mendatangkan kolega dari Chulalongkorn University dalam even AICIS pun diminta dengan syarat, bila diundang tidak bisa datang, tapi siap mempresentasikan paper dengan video converence.

Tidak semua pihak melihat pandemi ini sebagai masalah yang dibiarkan berlarut larut. Banyak kreatifitas muncul dari mahasiswa maupun kampus dan para dosen. Banyak perguruan tinggi yang sigap melakukan perubahan. Unisula di Semarang cepat mengadaptasi dan mempercepat pelaksanaan e-learning dengan segera menyediakan infrastruktur dan suprastruktur yang menunjang e learning secara daring maupun luring. 

UIN Jogjakarta juga melanjutkan e-learning yang pernah disosialisasikan 4 tahun sebelumnya, karena kondisi memang sedang dibutuhkan. Universitas Asia di Malaysia pun, menangkap peluang pengembangan e-learning supaya dapat menarik mahasiswa lebih banyak dari seluruh penjuru dunia. ITS Surabaya juga tanggap dan segera melakukan inovasi e-learning berbasis kreatifitas dosen dan mahasiswa melalui IT open source dan e-learning yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Banyak kampus yang mempersiapkan, bahkan menyesuaikan lebih cepat penggunaan e-learning. Meskipun beberapa kampus mungkin kesulitan menyesuaikan diri dengan perubahan ini.


Karena itu kampus harus secepatnya melakukan adaptasi dengan beberapa inovasi baru menyonsong new normal, pasca pandemi dan era education 4.0 terutama sekarang pada saat penerimaan mahasiswa baru. Pertama,  kuliah gaya baru dengan pemanfaatan teknologi informasi dan konten digital harus tetap dilanjutkan, diperbaiki dan disederhanakan. Memanfaatkan tools pembelajaran online Moodle, Spada, Google Classroom, Edlink, Edmodo, Zoom, Webex, Jitsi, Google meet .

Kedua, kampus juga sudah seharusnya melakukan marketing digital untuk menjaring mahasiswa baru. Penerimaan mahasiswa baru tidak bisa hanya mengandalkan saluran saluran konvensional. Digital marketing dengan memperbaiki website yang menarik dan mudah diakses, promose gambar dan video yang menarik melalui channel youtube, facebook, instagram dan media sosial lainnya. Kampus kampus luar negeri dari Timur Tengah dan Eropa sudah melakukan ini. Universitas Islam Madinah misalnya sudah gencara promosi ini sejak 2 bulan lalu. Padahal biasanya kampus ini tidak pernah promosi, karena semua mahasiswa yang diterima adalah beasiswa. Sekarang mahasiswa juga cukup mengisi aplikasi tanpa harus ke kedutaan, mengurus visa, test dan seterusnya. Kemudahan kemudahan diberikan supaya menarik minat calon mahasiswa yang mengalami kesulitan di masa pandemi.

Ketiga, kampus harus membuat prosedur pembayaran  penerimaan mahasiswa baru sesimpel mungkin. Gontor misalnya yang selama sembilan puluh tahun melayani pembayaran secara tradisional dan kantor pos. Ahirnya juga melakukan inovasi pembayaran dengan aplikasi. Kampus kampus di Turki sudah proaktif memudahkan pendaftaran calon mahasiswa baru, diluar cara cara sebelumnya. Pendaftaran cukup menggunakan google form seharusnya dan pembayaran bisa menggunakan aplikasi. Bisa didesain murah dan praktis. Inovasi dengan memberikan kemudahan pendaftaran dan pembayaran mahasiswa baru akan memudahkan kampus mendapatkan mahasiswa lebih banyak dan berkualitas. Kampus yang lebih dahulu melakukan inovasi akan diserbu calon mahasiswa baru.

Beberapa perguruan tinggi mengembangkan pembelajaran e-learning baik secara sinkron maupun secara nir sinkron. Pembelajaran elektronik dapat dikerjakan secara daring (dalam jaringan) maupun dengan cara luring (luar jaringan). 

Pada kegiatan pembelajaran daring peserta didik dan pendidik dapat berinteraksi melalui aplikasi atau platform yang sama, layaknya pembelajaran biasa hanya saja menggunakan jaringan internet. Pada kegiatan luring, dosen menyediakan materi di web atau mengirimkan melalui email, mahasiswa dapat mendownloadnya sewaktu waktu, sehingga mahasiswa tetap bisa melakukan pembelajaran. 

Pembelajaran luring ini cocok dilakukan untuk tempat mahasiswa yang sulit mendapatkan jaringan internet. Wilayah pelosok atau berpulau pulau sebaiknya mempersiapkan diri menempuh model e-learning luring, agar pembelajaran/perkuliahan tetap berlangsung.

Dalam cara luring peserta didik dapat melakukan pembelajaran secara mandiri, mengerjakan tugas mandiri sesuai dengan bahan bahan belajar dan interuksi yang disediakan oleh dosen. Beberapa kampus sudah sejak lama sebelum pandemi mengcreate e-learning secara luring sebagai kesadaran memasuki era industrial revolution 4.0. Covid-19 hanya mempercepat pemanfaatan revolusi industri, dan mendorong kampus kampus yang selama ini terlalu santai menyesuaikan dengan tuntutan perubahan.

Perkembangan ini juga memunculkan gagasan education 4.0, yaitu pembelajaran yang mengintegrasikan teknologi di era revolusi industri 4.0 baik secara fisik maupun non fisik ke dalam sistem pembelajaran. Education 4.0 selayaknya dilihat sebagai respon kreatif pemanfaatan teknologi digital, konten gratis dan terbuka, global clasroom untuk pembelajaran seumur hidup, pendidikan yang fleksibel  dan mandiri.

Di masa new normal, sebenarnya kesempatan yang lebih baik untuk menyempurnakan pelaksanaan educatin 4.0 yang diterapkan di semester lalu dengan cara tergesa gesa, tidak terencana. Kelemahan kelemahan itu seharusnya disempurnakan sehingga pasca pandemi education 4.0 betul betul dilaksanakan bukan hanya karena ada pandemi, tetapi metode ini competible dengan era revolusi industri 4.0.

Apakah kampus sudah siap memasuki era education 4.0? Jawabannya tergantung pada apa saja yang seharusnya disiapkan. Ahli pendidikan menyarankan beberapa langkah persiapan dan penyesuaian. Pertama, dosen dan mahasiswa sebaiknya mengupgrade keterampilan internet dan literasi komputer. Banyak tersedia sumber bacaan maupun tutorial tersedia di internet. Mahasiswa, generasi milennial, nampaknya jauh lebih siap menyesuaikan dengan dunia digital dibandingkan dosennya. Kedua, dosen sebaiknya menyelaraskan kembali tiga komponen dasar capaian pembelajaran yang terdapat dalam RPS, yaitu capaian pembelajaran, aktifitas pembelajaran dan metode assesmennya. 

Ketiga, dosen harus menyiapkan secara matang materi kuliah yang sudah disesuaikan dengan pembelajaran secara mandiri. Keempat, merancang ulang waktu yang disesuikan dengan jumlah SKS dan tugas mandiri. Kelima, dosen menyiapkan kuis kuis dan soal yang harus disesuikan dengan taxonomy level yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Keenam, ketersediaan bandwith yang memadahi di kampus. Dan tersedianya platform yang nyaris seragam, supaya tidak menyulitkan mahasiswa menyimpan banyak aplikasi. Ada WA, ada youtube, ada google clasroom, massanger, zoom. Sebisa mungkin disederhanakan sesuai dengan kapasitas keuangan yang lebih terjangkau.

#53

Tidak ada komentar:

Posting Komentar