Selasa, 21 Juli 2020

Menghidupkan Kembali Diskursus Islam Kepulauan


Wacana Islam nusantara dengan Islam kepulauan, muncul pada masa yang kurang lebih sama. Namun demikian kedua wacana tidak saling mempengaruhi dan juga tidak saling mengimitasi atau meniru.

Wacana Islam nusantara yang dimunculkan oleh ketua PBNU Kyai Said Agil Siraj sebagai kontra wacana dari Islam yang serba Arabisasi. Islam nusantara adalah Islam yang bercorak ahlu sunnah waljama’ah an-nahdhiyah. Islam tradisional yang berkembang di nusantara. Islam yang ramah dengan tradisi lokal yang diserap dalam budaya Islam karena tidak bertentangan atau sejalan dengan syari’ah. Meskipun muncul polemik tentang istilah, tetapi secara umum bangunan Islam nusantara sudah semakin jelas dipahami. Praktik Islam nusantara adalah bagian keseharian amalan Islam tradisional sejak masa Walisongo di Jawa.

Sementara itu.

Wacana Islam kepulauan masih mandeg dalam bantuk konsepsi awal. Memang terjadi polemik juga. Tapi sayangnya masih berhenti sampai di diskursus permulaan. Islam kepulauan tidak sama dengan Islam pesisir apalagi Islam daratan. Islam yang hidup di kepulauan dan menjadi corak dari masyarakat Islam yang tinggal di kepulauan Maluku Kieraha. Tulisan ini ditujukan untuk menghidupkan kembali diskursus Islam kepulauan sehingga setidaknya sampai pada tahapan yang sudah dikerjakan oleh Islam Nusantara.

Gagasan Islam kepulauan muncul dalam diskusi akademik di IAIN Ternate pada tahun 2015. IAIN Ternate berdiri sejak tahun 1967 mulai dari status fakultas Tarbiyah IAIN Alauddin Makassar, kemudian menjadi STAIN dan terahir menjadi IAIN,  maka saat ini IAIN Ternate berusia 53 tahun. Sebagai kampus Islam tertua di Maluku Utara, maka IAIN Ternate punya tanggungjawab sejarah untuk menjaga perkembangan kualitas keberIslaman masyarakat Maluku Utara. Karenanya dicari sebuah distingsi yang membedakan keilmuan IAIN Ternate dibandingkan PTKIN lainnya maka tercetuslah frase Islam Kepulauan. 

Islam kepulauan harus menjadi suatu kajian yang multidisiplin untuk menentukan ciri ciri pokok bentuk atau corak Islam yang berkembang dan menjadi kekhasan cara beragama masyarakat Islam yang tinggal di kepulauan Maluku Kieraha. Karena itu kajian Islam kepulauan harus diletakkan dan ditata dari bangunan paling dasarnya. Ontologi, epistemologi dan  aksiologi dari Islam kepulauan harus digali dari Islam yang hidup di masyarakat.

Supaya mendapat perspektif yang benar tentang Islam kepulauan, dipermulaan harus diyakinkan bahwa sejarah kedatangan Islam dan berkembangnya Islam di Maluku Utara sudah ditulis secara tepat. Para sejarawan melakukan review kembali terhadap karya karya sejarah yang sudah ada, sejak jaman Belanda sampai Indonesia merdeka. Baik yang ditulis oleh orang orang barat, Portugis, Belanda, Spanyol, sampai karya karya yang ditulis oleh ilmuwan pribumi.

Sumber sumber referensi Melayu, Jawa, China dan Arab yang menulis tentang Islam dan Maluku Kieraha juga harus dilihat kembali untuk menganalisis secara kritis sejarah Islam dan Maluku Kieraha.

Sebelum kedatangan Islam dan barat sastra Maluku Kieraha didominasi oleh sastra lisan, maka sumber sumber Naskah Melayu, Jawa, China dan Arab lebih akurat untuk menggambarkan sejarah Maluku Kieraha. Sebagaimana yang perspektif sejarah Denys Lombard dalam melihat Jawa dan Nusantara sebagai satu kesatuan kebudayaan besar yang disebut sebagai pulau pulau di laut atau propinsi Metropolitan Nestorian pada abad 7-11.

Perkembangan kesultanan Maluku Kieraha, Ternate, Tidore, Jailolo dan Bacan yang dimulai pada abad 14 tidak bisa dilepaskan dari dinamika politik dan agama yang terjadi di sebagian besar wilayah Asia. Ekspansi Mongol di Cina daratan, berdirinya imperium mughal di India, berdirinya Khilafah Turki Utsmani di Turki dan Berkembangnya imperium Safawi di Persia memberikan kekuasaan besar terhadap unggulnya peradaban Islam. 

Kekuasaan politik dan ekonomi serta majunya peradaban dunia Islam di tempat tempat tersebut pada masa masa abad 14 membawa pengaruh terhadap kesultanan di Maluku Kieraha dan Kesultanan Islam lainnya di daerah bekas kekuasaan Majapahit dan Sriwijaya. 

Maluku Kieraha tidak bisa menghindar dari besarnya pengaruh Islam di wilayah kepulauan ini, karena komoditas rempah yang sangat strategis bagi kehidupan penduduk Asia dan Eropa. Terlebih komoditas rempah sudah menjadi kebutuhan masyarakat dunia ribuan tahun sebelum kedatangan Islam di Maluku Kieraha.

Berdirinya kesultanan Maluku Kieraha juga tidak lepas dari dinamika yang terjadi di benua Asia. Karena desakan Mongol, dinasti Ming beralih dari daratan India menuju ke wilayah wilayah kepulauan nusantara. Kaisar Ming dari Cina mengirimkan armada dagang dan dakwah Islam yang cukup besar dibawah pimpinan Laksamana Chengho pada rentang 1405-1453. Ekspedisi ini sejalan dengan luasnya kekuasaan Islam dan penguasaan perdagangan saudagar saudagar muslim. 

Besarnya nilai perdagangan di wilayah ini digambarkan pada persitiwa Pu Luoxin atau Abu Hasan mendapat piagam penghargaan dari Kaisar Cina karena kontribusi bisnisnya terhadap perekonomian Cina.  Dalam catatan lain disebutkan Abu al-Abbas al-Highazilah mempunyai armada 10 kapal yang tenggelam akibat badai di Samudera Hindia. Hanya satu kapal yang selamat berisi komoditas dagang yang sangat bernilai, sehingga dapat memulihkan kekayaanya dalam waktu cepat.

Di sini pentingnya melihat kedatangan Islam dan pembentukan corak Islam di Maluku Kieraha dengan menggunakan naskah naskah yang lebih tua dari peradaban yang lebih maju. Pemahaman Islam yang terbentuk di Maluku Kieraha juga sebaiknya dilihat secara kosmopilitisme bukan keetnisan. Perspektif ini akan membantu memotret sejarah Maluku Kieraha lebih terang, jelas dan sesuai dengan realitas yang sesungguhnya terjadi.

#72

6 komentar:

  1. Dapat tambahan ilmu lagi trm ksih Pak Dr

    BalasHapus
  2. Saya belum pernah membaca sebuah konsep sedemikian kabur, seperti konsep Islam Kepulauan (IK) ini. Siapa konseptornya, bagaimana sejarah dan konsepnya. Epistemologinya bagaimana. Bahkan saya semakin heran, setelah IK dijadikan sebagai visi misi.
    "Living Islam" saat ini, tidak sama sekali ada gambaran bahwa dahulu kala kobsep IK menjadi warisan umat Islam daerah ini.
    Tapi sebagai sebuah tulisan, saya apresiasi. Bisa memantik diskusi yg tak berkesudahan ttg IK.

    BalasHapus
  3. Pak Dr. Naim mudah mudahan bergerak terus menjadi sesuatu yang jelas dan bermanfaat.

    BalasHapus
  4. Ust. Irfan. Itu hanya pernyataan provokatif saja.😀👍

    BalasHapus
  5. Pak Dr. Hamzah. Kita ketengahkan lagi supaya konseptornya dan tulisan tulisan yang mungkin pernah ada dipublish menjadi konsumsi halayak. Kebutuhan mengidentifikasi corak keberagamaan masyarakat Islamnya yg ada di wilayah ini perlu dilakukan, terlepas dari ketidaksetujuan dengan terma IK.👍👍👍

    BalasHapus