Minggu, 19 Juli 2020

Membaca Terarah

Setelah selesai S1 kesempatan untuk mengeksplore bacaan semakin beragam. Waktu lebih banyak dihabiskan di perpustakaan. Buku yang dapat dibeli terlalu sedikit dibandingkan dengan hasrat ingin tahu. Perpustakaan daerah Jawa Timur, mempunyai koleksi yang lebih lengkap dengan spektrum keilmuan yang lebih luas. 

Di Perpusda ini kepuasan membaca dapat terpenuhi. Bacaan mempunyai pengaruh menggerakkan. Membaca yang awalnya dengan tujuan membaca untuk memenuhi rasa ingin tahu, menjadi membaca untuk mengikuti apa yang disampaikan oleh penulis. Saat itulah keinginan ambil magister tiba tiba menguat. 

Setelah membandingkan magister di Universitas Airlangga, Universitas Surabaya dan IAIN Sunan Ampel. Ahirnya pilihan jatuh ke Sunan Ampel karena program studinya paling cocok dengan kuliah sebelumnya, Ekonomi Syari’ah.

Bacaan yang menggiring saya ambil S2, bukan karena ingin jadi dosen, bukan karena ingin jadi PNS, bukan untuk mencari pekerjaan. Murni karena ingin mencari ilmu. Sejauh ini belajarnya dibimbing buku, sudah saatnya belajar dari ilmuwan. Buku dan rasa ingin tahu membawa perjalan lebih jauh. Melalui struktur pembelajaran S2 yang lebih sistematis, cara membaca saya lebih efektif. Membaca dengan tujuan, tidak lagi membaca untuk dinikmati. 

Waktu kuliah S2 mulai belajar menyusun makalah yang benar. Diajarkan filsafat ilmu sebagai dasar berpartisipasi menghasilkan produk dan reproduksi pengetahuan. Melalui metodologi penelitian diajarkan dan dilatih cara menghasilkan inovasi pengetahuan baru. Proses tesa, anti tesa dan sintesa diuraikan dalam artikel. Diajarkan membaca pengetahuan secara kritis. Diajarkan berpikiran terbuka dan mendialogkan pikiran dan gagasan. Membaca sudah menjadi bagian mengumpulkan mozaik mozaik untuk membangun susunan baru.

Dunia akademik bukan dunia saya. Setelah tahu bahwa Magister itu dapat digunakan untuk mengajar mahasiswa, baru mulai terpikir untuk jadi dosen. Usia sudah 34 tahun dan tidak pernah tertarik jadi PNS, kecuali Dosen PNS. Saya lihat teman teman yang aktif di dunia LSM, bebarapa dosen di PTN. Jadi saya pikir kalau jadi dosen PNS bolehlah, sebab masih bisa berkecimpung di dunia organisasi non pemerintah atau organisasi masyarakat sipil.

Ndilalah 3 hari setelah wisuda, iseng iseng buka FB ada yang memberi kabar di IAIN Sunan Ampel dibutuhkan dosen formasi Perbankan Syari’ah. Cocok dalam hati. Tapi perasaan KTP sudah jatuh tempo, belum diperpanjang. Jadi malas mengurus persyaratan. Seminggu berlalu, iseng buka KTP di dompet ternyata KTP masa berlakunya masih tahun depannya. Ahirnya mengajukan lamaran. Tapi niatnya masih iseng. 

Pada hari tes tulis, beli pensil 2B banyak diraut niatnya ladang amal, tidak lulus tidak apa apa yang penting sudah berbuat baik membantu kawan kawan yang berminat jadi PNS. Apalagi setelah lihat di gelanggang pesertanya ratusan dengan formasi puluhan, dan beberapa kenalan banyak lulusan Australia dan Mesir. Ada yang sudah mempersiapkan 5 kali test, lima tahun berturut turut mendaftar. Tinggal satu tahun di Pare untuk memperdalam Bahasa Inggris. Waktu itu testnya 3 soal. Bahasa Arab, Bahasa Inggris dan potensi akademik.

Setelah selesai tes, segera terlupakan. Dua minggu berlalu dan pikiran sudah sibuk di urusan lain, ada telpon ke rumah dari teman memberitahu : nama ente ada dalam daftar peserta yang lulus untuk masuk tahap ke-2. Saya belum yakin.  Bukan saya pak, mungkin Pak Syarifuddin?. Teman bilang : dua dua nama Syaifuddin dan Syarifuddin masuk. Surprise, iseng saja kok dapat masuk seleksi tahap ke-2.

Tes kedua, wawancara, baca al-Qur’an dan microteaching. Enaknya kalau tidak berambisi, semuanya berjalan tanpa dagdigdug. Tidak ada turunan PNS, keluarga besar Bani Abdullah yang PNS bisa dihitung dengan jari. Tidak suka ngajar formal. Banyak faktor yang bisa menjadi alasan untuk tidak berharap lulus. Jadi semua proses dijalani apa adanya, tanpa persiapan.

Dua bulan kemudian diumumkan. Alhamdulillah tidak lulus. Tapi punya pengalaman baru, dapat saudara banyak. Tidak kecewa karena memang niatnya biasa biasa saja, tidak ngebet banget jadi dosen PNS, banyak yang masih bisa dikerjakan. Tahun berganti, peristiwa berlalu segera terlewatkan, datang kesibukan baru.

Suatu pagi sedang membaca, asyik asyik di rumah, pengacara, pengangguran banyak acara. Telpon rumah berdering. Perasaan mau mengangkat telpon kok terasa ada yang penting. Suara ibu ibu dari seberang telpon, memperkenalkan diri dan memferifikasi nama saya, trus langsung bertanya : Bapak ikut tes PNS di IAIN Sunan Ampel. Ya Bu, pernah ikut, sudah diumumkan tidak lulus. Pak, ini ada formasi di beberapa kampus tapi tidak di Surabaya dan Bapak memenuhi syarat. Silahkan dipikirkan, kalau Bapak berminat bapak ke kampus, silahkan urus pemberkasan. Telpon di ujung sana ditutup.

Glodak, gemetar langsung. Waduh bagaimana ini. Langsung dilakukan perundingan Linggar Jati dengan semua keluarga. Antisipasi kalau kampusnya di Tulungagung, Ponorogo, Jember  atau Madura. Besoknya ke kampus, baru tahun kalau penunjukannya di Ternate. Berarti harus ada perundingan kedua, konverensi meja bulat. Semua teman, kerabat memberikan dorongan untuk berangkat. Macam macam lah motivasi diberikan untuk menguatkan keputusan agar berangkat. 

Secepat kilat diputuskan menyelasaikan semua persyaratan pemberkasan, menjual yang bisa dijual, mobil, motor, ayam. Memulai dunia baru, dunia yang lebih dekat dengan membaca, dan tentu saja seharus menulis. Dunia pengetahuan, dunia pendidikan, dunia transformasi sumber daya manusia, dunia nalar kritis dan perubahan. 

Membaca dan kegemaran membaca membawa perjalanan saya sejauh ini. Kegemaran yang murah tapi amat besar faedah.

#70

8 komentar:

  1. Luar biasa. Membaca bisa membawa kita pada dunia yang tidak terduga

    BalasHapus
  2. Apapun jenisnya. Akhirnya "membaca" penting. Fundamental. Petani membaca benih apa bakal di tanam. Nelayan membaca cuaca dan keadaan ikan. Dosen membaca referensi dan bahan kuluah. Dst.

    BalasHapus
  3. Luar biasa. Membaca bisa membawa kita pada dunia yang tidak terduga

    BalasHapus
  4. Luar biasa. Membaca bisa membawa kita pada dunia yang tidak terduga

    BalasHapus
  5. Sungguh membawa pak Dr sangat jauh sampai2 sy susah ngejarnya 😁

    BalasHapus
  6. Nggeh pak Dr. Naim, hanya masih perlu puluhan tahun untuk betul betul mulai melatih menulis. Mudah mudahan ada manfaatnya.

    BalasHapus
  7. Sepakat pak Dr. Hamzah. InsyaAllah terus membaca dan ditambahi dengan menulis, supaya pemahamannya lebih terikat.

    BalasHapus
  8. Ust. Irfan, kita berjalan beriringan menuju perbaikan yang konsisten. Dulu waktu belajar fisika ada kecepatan ada percepatan. Kita gunakan keduanya secara optimal.

    BalasHapus