Sabtu, 29 Agustus 2020

Tantangan Ekonomi Islam

 Oleh Syaifuddin


Pengkajian ekonomi Islam masih sangat menarik. Karena tantangan dan peluangnya masih sangat besar. Dengan tingkat literasi dan inklusi keuangan syari’ah di angka 9 persen, maka literasi dan inklusi ekonomi syari’ah sangat jauh di bawa angka tersebut. Dengan rendahnya tingkat pemahaman dan tingkat praktik ekonomi Islam, terdapat tantangan cukup besar, yaitu meyakinkan 80 persen penduduk Indonesia menjadikan ekonomi Islam sebagai jalan hidup berekonomi.

Peluang ekonomi syari’ah juga sangat besar. Sektor ekonomi Islam di Indonesia baru menyentuh sedikit aspek. Sektor industri keuangan syari’ah di bawah 5%, ekonomi zakat baru menggarap 3 % dari potensi, industri halal baru dimulai, wisata syari’ah baru beberapa hal, wakaf belum seberapa. Masih puluhan sektor utama dan ratusan subsektor yang belum tersentuh. Bila pada sektor mikro ekonomi baru beberapa aspek saja yang mendapat perhatian dari ekonomi syari’ah, maka di sektor makro belum sama sekali tersentuh. Kebijakan makro ekonomi pemerintah sangat disandarkan dengan konsep ekonomi sekuler yang menjadi pilihan bersama kita sebagai bangsa.

Seringkali kita dengar sistem ekonomi pancasila atau sistem ekonomi kerakyatan pada masa orde baru dan orde lama. UUD negara Republik Indonesia secara eksplisit mengisyaratkan sistem ekonomi sosial. Dalam praktik berekonomi lebih menunjukkan watak ekonomi liberal dan kapitalisme. Maka lebih tepatnya, sistem ekonomi kita adalah sistem ekonomi campuran, kadang sosialis, kadang kapitalis.

Pemikir ekonomi Pancasila atau kadang disebut ekonomi kerakyatan, seperti Mubyarto menggambarkan sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi yang digali dari nilai nilai agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Pasal pasal ekonomi dalam UUD 1945 digali dari falsafah dan nilai nilai agama. Berarti sejak lama para pendiri bangsa ini mengambil spirit Islam dalam sistem ekonomi kerakyatan, hanya saja tidak menggunakan istilah dan terma iqtishad/ekonomi lazimnya zaman kiwari.

Tokoh utama pergerakan Indoonesia di awal abad 20 seperti HOS Cokroaminoto menggunakan syarikat Islam sebagai bentuk melaksanakan ekonomi Islam dalam kehidupan muslim yang sedang terjajah. Nahdhatul Ulama juga mengembangkan ekonomi Islam dalam gerakan ekonomi Nahdhatut Tujar. Pun demikian dengan Muhammadiyah, selain pergerakan melalui pendidikan, juga pemberdayaan pedagang batik pribumi.

Istilah ekonomi Islam mungkin sulit dijangkau oleh angan-angan kaum pergerakan, sementara Indonesia belum ada dan bumi pertiwi belum merdeka. Gerakan gerakan ekonomi sporadis yang dimunculkan oleh organisasi organisasi pergerakan, menunjukkan kegelisahan untuk terwujudnya ekonomi Islam bagi masyarakat muslim dan penduduk pribumi.

Kelembagaan ekonomi di Indonesia saat ini, lebih mencerminkan watak dominasi ekonomi kapitalis ketimbangan ekonomi sosialis. Koperasi sebagai representasi kelembagaan ekonomi gotong royong dan berwatak sosial, tidak cukup mampu berkembang. Di luar itu adalah kelembagaan ekonomi kapitalis yang berorientasi pada profit dan mekanisme pasar. Sistem perbankan, sistem pasar, sistem perdagangan, sistem industri dan sistem ekonomi lainnya sangat kapitalistik.

Ekonomi syari’ah atau ekonomi Islam pada satu sisi adalah upaya mengeksplisitkan dan menegaskan watak ekonomi pancasila dan ekonomi kerakyatan yang terlampau samar dalam UUD. Praktik ekonomi syari’ah seharusnya menghidupkan praktik ekonomi yang berkeadilan dan memberikan kesempatan ekonomi secara merata. 

Ekonomi Islam dengan kata lain harus menjadi perwujudan kembali elan vital ekonomi kerakyatan atau ekonomi Pancasila. Ekonomi Islam tidak seharusnya bermetamorfosa menjadi ekonomi kapitalis dalam Islam. Jika kelembagaan ekonomi meletakkan profit sebagai tujuan dan bukan falakh/kesejahteraan sebagai tujuan, maka ekonomi Islam lebih mendekat kepada gagasan kapitalisme. 

Jika orientasi perkembangan ekonomi Islam di Indonesia adalah kelanjutan dari praktik ekonomi saat ini, besar kemungkinan akan menjauh dari nilai nilai dan prinsip prinsip ekonomi Islam. Dari sekian banyak persoalan yang dihadapi oleh perkembangan ekonomi Islam, disinilah terletak tantangan terbesar.

Sangaji Ternate 

29 Agustus 2020

#111


Tidak ada komentar:

Posting Komentar