Oleh Syaifuddin
Literasi keuangan syari’ah adalah pemahaman masyarakat terhadap keuangan syari’ah, memahami produk dan jasa keuangan yang dibentuk berdasarkan prinsip prinsip syari’ah. Di kalangan mahasiswa FEBI misalnya, masih tidak bisa membedakan mudharabah dan murabahah, berarti literasi keuangan syari’ahnya rendah. Atau dosen yang mengajukan akad pembiayaan murabahah di bank syari’ah, tapi minta customer servis untuk menghitungkan bagi hasilnya. Berarti 11-12 dengan mahasiswanya.
Survai nasional literasi dan inklusi keuangan syari’ah yang dilakukan oleh otoritas jasa keuangan (OJK) terahir pada tahun 2016, tingkat literasi keuangan 29,66 persen, literasi keuangan syari’ah lebih rendah lagi 8,11 persen. Dari 270 juta penduduk, yang memahami keuangan syari’ah sekitar 25 juta saja.
Padahal melek keuangan syari’ah tidak dengan sendirinya mendorong masyarakat untuk mengikatkan diri dengan lembaga keuangan syari’ah. Karena berdasarkan banyak riset, dan berdasarkan riset disertasi saya, konsumen berhubungan dengan bank syari’ah dipengaruhi faktor ekonomi dan non ekonomi. Ikatan nasabah dengan lembaga keuangan syari’ah didasarkan pada motif agama (religiusitas) dan faktor non religiusitas.
Apa maknanya? Meskipun faham keuangan syari’ah, meyakini bertransaksi secara syar’i itu halal dan thayib tetapi konsumen masih mempertimbangkan layanan, ketersediaan ATM, keuntungan bagi hasilnya. Nasabah beragama dan berekonomi rasional membandingkan dengan kompetitornya yaitu lembaga keuangan konvensional. Itulah potret konsumen keuangan.
Bagaimana literasi keuangan syari’ah masyarakat Ternate yang muslimnya 98 persen? Belum pernah ada survai lokal yang secara spesifik memotret kondisi ini. Memperhatikan animo dan berduyun duyunnya empat bank umum syari’ah yaitu bank Mu’amalat, Bank Mandiri Syari’ah, Bank BNI Syari’ah dan Bank BRI Syari’ah yang ekspansif, berarti komunitas bisnis syari’ah melihat ada potensi dan peluang besar. BPRS Bahari Berkesan yang berdiri tahun 2012 nasabah dan assetnya tumbuh signifikan juga menandakan minat konsumen bank syari’ah juga meningkat. BPRS Bobato Lestari yang berkantor di kabupaten Tidore Kepulauan, juga mengembangkan sayap dengan membuka cabang di Ternate, mengindikasikan pasar keuangan syari’ah di Ternate gemuk dan bergizi.
Memang ada perdebatan penyebab meningkatnya nasabah keuangan syari’ah tidak proporsional dengan literasi keuangan syari’ah. Di satu sisi literasi keuangan syari’ah 8,11 persen namun market share bank syari’ah lebih rendah yaitu 5 persen. Di sisi lain tingkat inklusi, atau penempatan dana nasabah di bank syari’ah mencapai 14 persen, pada tingkat yang lebih tinggi dari literasi keuangan syarihnya.
Mari kita bawa hasil survai nasional itu dalam konteks lokal, yaitu pengembangan keuangan syari’ah di Ternate. Angka melek keuangan syari’ah di Ternate 9 persen, berarti ada 91 persen atau sekitar 225 ribu yang belum mengerti sama sekali tentang keuangan syari’ah. Market share nasabah bank konvensional 95 persen dengan muslim 98 persen, maka secara proporsional masih terbuka 90 persen nasabah bank konvensional yang punya harapan migrasi atau mempunyai hubungan mendua di bank syari’ah dan konvensional. Penempatan keuangan nasabah di bank syari’ahpun dapat ditingkatkan, karena masih ada rentang 80 persen yang bisa diambil oleh bank syari’ah.
Di balik peluang dan tantangan tersebut apa yang bisa dikerjakan oleh para penggerak ekonomi syari’ah, SDI dan para praktisi keuangan syari’ah? Banyak ruang yang masih dapat diisi oleh SDI. Terdapatnya disparitas antara SDI yang tersedia dengan serapan industri keuangan syari’ah disebabkan oleh pertama, tidak adanya link and match dunia pendidikan dan industri. Kedua, karena jumlah lembaga keuangan syari’ah di level menengah, kecil dan mikro masih kurang. Ketiga sosialisasi, pendidikan dan latihan, forum forum ilmiah ekonomi syari’ah masih jauh dari cukup. Keempat literasi keuangan syari’ah melalui publisitas, publikasi ilmiah dan buku masih rendah.
Keempat sebab itu dapat diringkas dalam satu gerakan. Perlunya para pemangku kepentingan (multi stake holder) ekonomi syari’ah harus membuat gerakan literasi keuangan syari’ah yang terencana terprogram dalam beberapa tahun kedepan. Semua instrumen literasi keuangan syari’ah harus digerakkan oleh civitas akademika di semua perguruan tinggi besar, organisasi profesi seperti MES, IAEI, MUI, OJK, BI dan lembaga lembaga kajian lainnya.
Riset riset ekonomi dan keuangan syari’ah harus dibangun secara sinergi oleh perguruan tinggi, lembaga keuangan syari’an, pemerintah dan pelaku industri keuangan syari’ah. Riset riset harus mempunyai outcomes praktis yang langsung dapat digunakan oleh lembaga keuangan dan pengambil kebijakan untuk menyusun anggaran pengembangan ekonomi daerah.
Sangaji Ternate
10 Agustus 2020
#92
Artikel bagus. Sebaiknya uni dijadikan bahan atau narasumber dalam sebuah seminar literasi keuangan syariah di Maluku Utara.👍👍👍
BalasHapusPengantar pak Doktor. Mudah2an bisa konsisten menulis topik ini sampai ada aksi riel. Sesuai saran Bapak.
BalasHapusMantap pak doktor, sukses selalu
BalasHapusSiap laksanakan Pak (Cand) Dr. Bahar Hamdy, sambil tunjuk 1 jari ke atas. Durian posisi?😀👌
BalasHapus