Minggu, 16 Agustus 2020

Krisis Modal

 Oleh Syaifuddin

Untuk melihat apakah Bank Muamalat Indonesia (BMI) di tahun 2019 sedang menghadapi masalah keuangan dapat dilihat pada aspek laba bersih, ROA, NPF dan indikator keuangan lainnya.

Laba bersih BMI meluncur turun dari 111,79 miliar rupiah  menjadi 7,3 miliar rupiah, sementara bank syariah lainnya mengalami kenaikan, BSM misalnya naik 872 miliar rupiah. Lemahnya tata kelola perusahaan berakibat pada naiknya rasion pembiayaan bermasalah di BMI dari 2,98% menjadi 5,64%, berada di atas batas minimal yang ditetapkan OJK sebesar 5%, padahal NPF rata rata industri 3,32%. Imbal hasil total dibanding aset atau ROA (Return of Investment) turun dari 0.35% menjadi 0,02%, seharusnya di atas ambang batas 1,5%, padahal rata rata ROA bank umum syari’ah 1,66%. Pada periode triwulan III 2019 indikator kinerja keuangan 13 bank umum syari’ah lainnya dalam kondisi bagus di atas BMI.

Di Tahun 2019 komposisi pemegang saham BMI  antara lain IDB 32,74%, Bank Boubyan 22%, Atwil Holding Limited 17,9% dan National Bank of Kuwait 8,45%. Selebihnya dipegang oleh enam perusahaan. Di ahir 2019 dapat dikatakan kebutuhan modal BMI tidak lagi untuk mengatasi masalah kecukupan modal. Kebutuhan  modal pada BMI ahir ahir ini ditujukan untuk meningkatkan daya saing dalam perbankan syari’ah sehingga dapat menjual pembiayaan yang lebih murah, baik dibandingkan dengan bank konvensional maupun bank syari’ah lainnya.

Permasalahan mengapa bank syari’ah “bunga”nya dikesankan lebih mahal dibandingkan bank konvensional disebabkan oleh masalah modal ini. Demikian pula munculnya keluhan mengapa margin jual beli murabahah di BMI lebih mahal dibandingkan Bank Syari’ah Mandiri (BSM), atau angsuran BMI lebih mahal dibandingkan BSM salah satu penyebabnya adalah besar kecilnya modal dan asset ini.

Modal BMI dapat dilakukan dengan penerbitan obligasi subordinasi (subdebt) dan atau dana segar dari para pemegang saham. BMI sudah merencanakan penerbitan saham baru dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (right issue) sebesar 3,29 triliun rupiah.

Menurut Direktur Utama BMI, Achmad K. Permana kondisi perusahaan baik baik saja. Kondisi likuiditas perusahaan sangat baik. Rasio pendanaan terhadap pembiayaan  atau FDR (Financing to Deposit Ratio) BMI berkisar di angka 84 persen. BMI dalam dua tahun terahir solid. Indikator indikator keuangan masih berada di batas batas yang sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh OJK.

Kondisi keuangan yang dialami oleh BMI dapat dibenarkan oleh pengamat ekonomi syari’ah dari UI, Yusuf Wibisono. Secara natural bank syari’ah lebih tahan terhadap krisis keuangan bila dibandingkan dengan bank konvensional. Apa sebabnya? Karena bank syari’ah bergerak di ekonomi sektor riel dan tidak terlibat dalam sektor keuangan spekulatif. Tapi bank syari’ah juga tidak sepenuhnya kebal dengan krisis ekonomi. Menurunnya sektor riel akan berpengaruh terhadap aktifitas bank syari’ah. 

Dalam pandangan Yusuf, meningkatnya rasio pembiayaan bank syari’ah yang terjadi di BMI juga dihadapi oleh bank lainnya, termasuk bank bank konvensional. Peningkatan risiko pembiayaan yang terjadi secara merata mengindikasikan lesunya sektor riel dan lemahnya manajemen risiko perbankan. Krisis yang menimpa BMI adalah krisis yang wajar.

Meskipun demikian, apa yang terjadi pada BMI tidak bisa dianggap remeh, karena BMI membawa simbol perkembangan bank syari’ah. Sebagai bank syari’ah yang berdiri pertama kali berdiri di Indonesia, apa yang terjadi pada BMI akan memberikan efek psikologi terhadap dunia perbankan dan ekonomi syari’ah di Indonesia. 

Meskipun BMI tidak sebesar bank bank konvensional tetapi karena merupakan bank syari’ah terbesar kedua di Indonesia, maka guncangan yang terjadi di BMI akan berpengaruh signifikan terhadap bank syari’ah di Indonesia. Ada pertaruhan citra dalam persoalan BMI, dan akan mempengaruhi minat investor asing terhadap perbankan syari’ah di Indonesia. Menjaga momentum positif inilah yang perlu dijaga dengan pemerintah memberikan perhatian serius terhadap persoalan yang dihadapi oleh BMI.

Sangaji Ternate 

16 Agustus 2020

#98



Tidak ada komentar:

Posting Komentar