Jumat, 28 Agustus 2020

Nahdhiyin wa Muhammadiyin

 Oleh Syaifuddin


Di Indonesia warna keberagamaan sangat ditentukan oleh dua organisasi massa yang dominan di nusantara yaitu Nahdhatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Perilaku konsumen muslim sangat berpengaruh dan dipengaruhi oleh perilaku ekonomi kaum nahdhiyin dan warga Muhammadiyah. Demikian pula perlilaku nasabah, preferensi nasabah, minat nasabah pada lembaga keuangan syari’ah. Sayangnya pemahaman dan kesadaran ini belum menjadi perhatian industri keuangan syari’ah di tanah air.

Lembaga keuangan syari’ah (LKS) terlampau sibuk untuk menonjolkan perbedaannya dengan lembaga keuangan konvensional dari aspek bunga sebagai riba. Berusaha menggali sebanyaknya referensi yang dapat membuat LKS leluasa membentuk dan mendesain produk keuangan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Tetapi lupa bahwa konsumen muslim yang drepresentasikan dua ormas tersebut punya kecenderungan yang mungkin sebagian besar tidak dipahami oleh LKS.

Karakteristik perilaku ekonomi nahdhiyin dan warga Muhammadiyah berbeda satu sama lain, meskipun tidak berkonotasi teologis dan fiqh. Tanpa kesadaran mengidentifikasi karakteristik konsumen potensial itu, maka sulit berharap pangsa pasar bank syari’ah bisa melejit meninggalkan angka 5%.

Warga Muhammadiyah lebih familiar dan terlebih dahulu menerima konsep bank syari’ah dibandingkan nahdhiyin. Ditingkat elit nahdhiyin memahami status riba bunga cukup jelas, tetapi tidak demikian di lapisan lapisan bawahnya. Tidak demikian dengan pemahaman mayoritas warga Muhammadiyah terhadap bunga sebaga riba, bahkan cenderung anti bunga. Hanya bank syari’ah yang layak dijadikan mitra bisnis, tidak mengambil bunga di bank konvensional jika terpaksa harus berhubungan dengan bank konvensional.

Studi studi tentang perilaku konsumen muslim ini membuat hubungan antara LKS dengan konsumen muslim seperti berada di jalurnya masing masing. Rencana pengembangan LKS berdasarkan persepsinya sendiri, sementara konsumen muslim juga mempunyai rencana sendiri sesuai dengan kebutuhannya.

Munculnya fenomena bank syari’ah membiayai kegiatan sektor ekonomi korporasi, dengan meninggalkan konsumen muslim di sektor ritel merupakan suatu fakta, bahwa LKS berjarak dengan konsumen muslim. Bagaimana konsumen muslim mendekat ke industri keuangan syari’ah, sementara mereka tidak paham dan tidak dipahami oleh LKS.

Industri keuangan syari’ah asik dengan membangun arsitektur keuangan syari’ah yang menasional dan mengglobal, lupa dengan basis masyarakat muslim yang merupakan elemen kunci dari arsitektur masyarakat ekonomi syari’ah. Perkembangan ekonomi syari’ah ahirnya bercorak elitis, fasih dipahami oleh kalangan elit, tetapi membingungkan kalangan awam.

Konsumen muslim Muhammadiyah familiar dengan LKS, mendukung sepenuhnya, bahkan mengidentifikasi diri sebagai loyalis, konsekuensinya intensif mempromosikan. Pada tahap tertentu hanya mau bertransaksi dengan LKS. Sikap demikian tidak berlaku dengan sebagian besar konsumen muslim nahdhiyin. Keuangan syari’ah merupakan alternatif dari keuangan yang biasa. Wajar jika berhubungan dengan lembaga keuangan konvensional dan syari’ah secara bersama. Masing masing mempunyai fungsi dan peran. Tidak perlu fanatik dan radikal. Bunga dan bagi hasil itu hanya istilah, ujung ujungnya sama. Bunga yang tidak boleh hanya pinjaman yang bunga berbunga, pinjaman yang eksploitatif. Menetapkan bunga kecil itu wajar dan boleh, kan lembaga keuangan perlu berubah, perlu keuntungan. Konsumen muslim ini lebih permisif terhadap bunga tetapi juga tidak menolak kehadiran LKS.

Bila ingin membumikan ekonomi syari’ah, membangun perilaku konsumen muslim yang sehat, mendekatkan antara dunia keuangan syari’ah dengan konsumen muslim, maka pemahaman ekonomi syari’ah harus disederhanakan menjadi pola pikir ekonomi masyarakat muslim kebanyakan. Penelitian penelitian karaktersitik perilaku konsumen muslim nahdhiyin dan warga Muhammadiyin harus terus diperkuat. LKS juga sebaiknya lebih serius memikirkan konsumen muslim sebagai basis pengembangan ekonomi syari’ah. Tidak terlalu berorientasi pada pertumbuhan asset tetapi minim partisipasi konsumen muslim.

Sangaji Ternate 

28 Agustus 2020

#110


1 komentar: