Oleh Syaifuddin
Ternate merupakan kota pulau yang kecil. Penduduknya tidak lebih dari 250 ribu. Setara dengan penduduk dua kecamatan di kota Surabaya. Wilayahnya seluas Surabaya, dengan keliling 54 km. Karena sebagian besar adalah badan gunung dengan juntai jubahnya, dataran yang dapat ditinggali tidak terlalu luas. Juga terdapat ketimpangan penghuni belahan timur dengan belahan barat pulau.
Meskipun kecil Ternate menempati posisi strategis, karena sebagai ibu kota propinsi “de facto”, perekonomian Maluku Utara tersimpul di Ternate, sehingga pergerakan sebagian besar barang dan jasa di seluruh propinsi Maluku Utara transit di Ternate terlebih dahulu. Perdagangan dan sektor jasa menggerakkan mayoritas sektor ekonomi Ternate untuk seluruh wilayah kepulauan dengan penduduk sekitar 1,2 juta. Dinamika ekonomi Ternate barangkali setara kota kecil di Jawa Timur seperti Jember atau Kediri.
Perkembangan ekonomi dan keuangan syari’ah di Ternate tidak teralalu berbeda dengan kota kota besar di Jawa. Dalam hal hal tertentu seperti BPRS dan Pasar Syari’ah bahkan lebih cepat dibandingkan Jakarta atau Surabaya. Dalam sepuluh tahun terakhir perkembangan perbankan syari’ah di Ternate sangat pesat. Sekarang sudah terdapat empat cabang bank umum syari’ah dan satu BPRS.
Di sektor pengembangan sumber daya insani (sebutan khusus untuk pelaku ekonomi syari’ah), juga mengalami perkembangan pesat. Penandanya meningkatnya jumlah program studi ekonomi syari’ah dari D3 sampai dengan S2. Tidak hanya di PTKIN tetapi juga di PTN dan PTS. Lulusan Ahli Madya dan Sarjana Ekonomi Syari’ah jumlahnya sudah mendekati seribuan. Yang sebagian besar terserap di lembaga keuangan syari’ah dan konvensional, tidak hanya di Ternate, bahkan sudah menyebar sampai kota kota di luar Ternate dan propinsi Maluku Utara.
Dinamika organisasi profesi dan kontribusinya terhadap ekonomi syari’ah di Ternate dan Maluku Utara juga relatif besar. Sebutlah masyarakat ekonomi syari’ah (MES), ikatan ahli ekonomi Islam (IAEI), pusat inkubasi usaha kecil (PINBUK) ICMI, dewan syari’ah daerah MUI propinsi. Organisasi berperan aktif menyemarakkan penedirian lembaga keuangan syari’ah, forum forum ilmiah ekonomi syari’ah, basar dan pameran ekonomi syari’ah di Ternate dan Maluku Utara.
Bila di sektor keuangan syari’ah kecil dan menengah mengalami pertumbuhan, tidak demikian dengan keuangan syari’ah sektor mikro. Bila sepuluh tahun yang lalu masih ada 2 baytul mal wa tamwil BMT maka sekarang ini sudah tidak ada sama sekali BMT atau koperasi syari’ah yang betul betul jalan.
Di sektor keuangan syari’ah mikro inilah Ternate dan para SDI ekonomi syari’ah mempunyai pekerjaan rumah yang cukup besar. Melimpahnya SDI belum diarahkan untuk memperkuat keberadaan dan perkembangan lembaga keuangan mikro syari’ah (LKMS). Apakah dengan demikian, memang sektor keuangan mikro tidak punya potensi di Ternate? Melihat perkembangan koperasi konvensional Bobato Lestari yang sudah menjangkau tidak hanya di Ternate bahkan sampai di Sanana, Tidore dan Tobelo menunjukkan bahwa keuangan mikro sangat potensial. Koperasi Bobato bahkan telah ekspansi ke sektor keuangan menengah dengan mendirikan dua bank sekaligus yaitu BPR dan BPRS, menunjukkan bahwa sektor keuangan mikro mempunyai potensi cukup besar.
Momentum keberpihakan terhadap pengembangan ekonomi syari’ah di pemerintah kota Ternate sekarang harus segera digunakan. Bila di sektor menengah keuangan syari’ah mengalami berkah dari pemahaman pemerintah yang cukup baik terhadap pemikiran dan praktik ekonomi syari’ah, kehawatiran putar balik bila rezim berganti dapat ditepis. Terlalu besar risiko politiknya. Tapi tidak demikian dengan keuangan syari’ah sektor mikro.
Para penggerak ekonomi syari’ah dan SDI yang ada harus segera mengkonsolidasikan untuk pendirian dan pendampingan BMT atau koperasi syari’ah. Ada 70 kelurahan di kota Ternate dan beberapa kelompok kelompok swadaya masyarakat sebaiknya segera ditransformasikan menjadi LKMS. Peluangnya adalah pengembangan pembiayaan keuangan syari’ah pada anggaran kelurahan. Pemberdayaan ekonomi kelurahan melalui keberadaan LKMS ditujukan untuk memberikan pembiayaan alternatif usaha mikro dan ultra mikro, dan menjauhkan dari jerat pelepas uang (rentenir).
Usaha mikro dan ultra mikro di Ternate belum pernah dipersiapkan untuk “bankable”, sehingga melalui LKMS mereka memperoleh modal melalui skema pembiayaan syari’ah. Keinginan BPRS untuk mengembangkan skema pembiayaan keuangan UMKM akan terjembatani melalui LKMS. Kelebihan berikutnya adalah layanan keuangan syari’ah melalui LKMS dapat menyeimbangkan ketimpangan sisi timur dan barat pulau Ternate.
Sangaji Ternate
9 Agustus 2020
#91
Ini bentuk dakwah ekononi syariah. Berdakwah sesuai disiplin, mencerahkan umat di Maluku Utara.
BalasHapusSiap pak Doktor
BalasHapus