Oleh Syaifuddin
Untuk menjadi penulis yang baik diperlukan niat dan tekat. Orang kerap menampik menulis, karena tidak punya bakat. Bakat sering dijadikan alibi dan kambing hitam, untuk menghindar menjadi penulis. Kalau menulis itu bakat, ratusan ribu bahkan jutaan orang tidak bisa menyelesaikan tugas ahir, skripsi, tesis dan disertasi. Karena untuk menyelesaikan karya ilmiah itu perlu bakat.
Nyatanya, ratusan ribu setiap tahun mahasiswa diwisuda sarjana. Untuk sampai mengenakan toga, pasti melalui ujian karya ilmiah yang prosesnya tidak mudah. Yang katanya tidak ada bakatpun, bisa menyelesaikan tulisannya, karya ilmiah.
Bakat yang sering disebut sebut sebagai biangnya menulis, sebenarnya sudah melekat pada setiap manusia. Menulis adalah salah satu bentuk komunikasi yangg ditempuh oleh manusia. Bakat itu seperti pisau baja, kalau dibiarkan teronggok, tidak diasah takkan menjadi pisau tajam. Baja bermacam macam kualitasnya, ada baja bagus, baja, sedang dan baja jelek. Baja berkarat tumpul menjadi berguna kalau dirawat dan selalu diasah dengan baik, sehingga dapat digunakan untuk membelah, memotong. Baja sebagus apapun tidak akan berguna bila tidak ditempa dan diasah. Baja akan selamanya menjadi potensi hebat, tertutup karat, seperti onggokan besi tua yang tidak berguna.
Yang membuatnya menjadi pisau tajam, karena dirawat dan diasah terus menerus bukan karena bajanya. Bakat yang tidak dirawat secara konsisten pada ahirnya juga tidak berfungsi.
Apa yang dicapai oleh Leonel Mesi, Thomas Alfa Edison, Alber Einstain, tekat atau bakat? Mesi terlahir dengan tubuh yang kecil dan tidak ideal untuk menjadi pemain bola sehingga harus mendapat treatmen husus. Sejak belia sudah berlatih bola dan hanya bermain bola, tidak ada yang lain. Di akademi sepakbola Barcelona, dia dibentuk dengan latihan latihan keras. Dari bangun tidur sampai tidur lagi yang dikerjakan hanya latihan bola, mimpinyapun mungkin mimpi bola.
Edison terlahir sebagai anak biasa biasa saja, tidak istimewa, bahkan dianggap rendah. Karena dianggap bodoh, dia dikeluarkan dari sekolah. Ibunya yang mendidik dan menemukan sisi kemanusiaan Edison, menemukan bakatnya. Dan untuk mencapai reputasinya Edison bekerja tekun dan keras, dia bekerja dan belajar 12-14 jam dalam sehari. Untuk menemukan bola lampu, dia melakukan eksperimen berulangkali sampai seribu kali mencoba. Halayak hanya melihat hasilnya, tidak melihat ketekunan dan kerja keras prosesnya.
Albert Einstein si jenius penemu teori relatifitas, acapkali menerima nasib buruk, diberhentikan sebagai dosen di daratan Eropa. Ketekunannya membawa dia menyeberang ke benua Amerika dan mendapat pengakuan sebagai fisikawan paling brilian abad 20. Penerima nobel prize bidang fisika. Dia akan menjadi dosen biasa biasa saja kalau tidak mengusahakan riset riset dengan keras. Bakat tidak akan keluar, bila tidak diasah. Talenta tidak berwujud jika hanya didiamkan saja.
Niat menulis adalah kesungguhan dan keserius untuk menulis terus menerus secara periodik. Niat menulis dimulai dengan langsung menulis setiap hari. Menulis sedikit atau banyak tergantung pada kebutuhan dan tujuan menulis. Meskipun sehari 250 kata dan dilakukan terus menerus. Tidak terganggu oleh apapun bahkan yang lebih penting. Uzur dimungkinkan pada kondisi yang menghalangi untuk menulis, misalnya di dalam air laut sepanjang hari atau di atas dahan sepanjang hari. Bila itu dilakukan, baru disebut niatnya ada. Tapi kalau niatnya belum diubah menjadi tindakan, berarti baru niat rencana menulis.
Niat menulis ditandai dengan kesediaan meluangkan waktu, menyediakan peralatan yang memudahkan untuk menulis dan menentukan tempat yang nyaman untuk menulis. Setiap manusia mempunyai jam tubuh yang unik. Perasaan paling nyaman dan cocok untuk diri setiap orang berbeda. Sehingga harus diusahakan waktu yang paling sesuai. Saya mencoba bereksperimen mencari waktu yang tepat untuk menulis dari mulai jam 3 pagi sampai jam 12 malam. Setiap waktu sudah saya coba dan saya jelajahi. Ternyata waktu terbaik saya untuk menuangkan gagasan tulisan adalah antara jam 16.00-23.00, dan waktu terbaiknya setelah sholat isyak. Di luar jam itu bisa untuk mengedit, memperbaiki tulisan. Bila dipaksakan untuk menulis, bisa tapi hasilnya tidak maksimal.
Niat harus diwujudkan dalam rencana rencana yang jelas, jangka panjang dan berkelanjutan. Tekat yang mewujudkan rencana rencana tersebut. Niat kuat yang diikuti dengan rencana menulis dalam jangka panjang akan dihadapkan pada banyak sekali rintangan. Perasaan malas, malu, takut, bosan, cemas, hawatir, merasa tidak penting adalah perasaan yang muncul selama menulis. Dicemooh, ditertawakan, tidak dianggap, dilecehkan, diabaikan, dikritik adalah hambatan hambatan yang membuat melanjutkan menulis berat.
Perasaan dan situasi setiap manusia mengalami pasang surut. Mood menulis juga bergelombang kadang bersemangat, biasa saja, dan tidak jarang berada di titik nadir. Kalau tidak ada ihtiar menyelesaikan berbagai hambatan dari luar dan kelemahan dari dalam. Maka dengan mudah kita akan menyerah. Apalagi bagi sebagian diantara kita yang profesinya tidak berhubungan dengan kemampuan menulis, dengan cepat akan menyerah di tengah jalan, atau bahkan menyerah sebelum melangkah.
Yang dapat melanjutkan mewujudkan niat menjadi kenyataan, yang mempu menaklukan kelemahan dan hambatan hanya tekat yang kuat. Ada berbagai macam cara untuk memperkuat tekat. Ada yang menggunakan pendekatan spiritual, ada yang menggunakan pendekatan manajemen, ada yang menggunakan teori motivasi dan seterusnya. Semuanya sah dan boleh, sesuai dengan karakteristik masing masing.
Dengan niat yang kuat dan tekat yang bulat, tidak ada sesuatu yang tidak bisa dikerjakan. Yakinlah semua manusia diberi bakat menulis. Dengan niat dan tekat, maka bakat akan keluar.
Sangaji Ternate
24 Agustus 2020
#106
Tidak ada komentar:
Posting Komentar