Sabtu, 01 Agustus 2020

Perempuan Taqwa di Gurun Bakkah



Ibadah Kurban dan Ibadah Haji menyimpan sejuta kisah tidak ada pengurbanan dan kepatuhan laki laki kepada Allah, tetapi juga tentang ketaatan dan keagungan iman para perempuan. Ajaran Islam memuliakan laki laki dan perempuan sederajad, yang membedakan kualitas kemanusiaanya adalah ketaqwaan. Hanya saja konstruksi sosial ibadah kurban seakan lebih dominan laki laki, sepertinya kurban spiritnya lebih maskulin, padahal faktanya tidak. Dalam ibadah haji dan kurban juga terdapat kisah ketaqwaan para perempuan yaitu Siti Hawa, Siti Hajar dan Siti Sarah.

Maka ibadah haji dan kurban adalah pelajaran tentang ketaatan dan ketaqwaan hamba Allah. Laki laki dan perempuan yang bertaqwa. Dalam momen Idul Adha ada baiknya kita mengenal Siti Hajar, yang dari rahimnya lahir Ismail As., yang garis keturunannya sampai pada Rasulullah Saw.

Siti Hajar adalah putri raja Mesir yang dihadiahkan kepada Nabi Ibrahim, sebagai budak/pelayan. Istri Nabi Ibrahim Siti Sarah atau Sarai sudah tua dan tidak kunjung mempunyai anak mengusulkan kepada Nabi Ibrahim untuk mengambil Hajar sebagai istri. Hagar atau Hajar berarti penghargaan. Kesediaan Hajar mengabdikan diri kepada Ibrahim dan Sarah karena mengetahui mu’jizat Tuhan melalui mereka, sebagaimana dikisahkan dalam kitab  tafsir Yahudi, Midrash.

Allah menguji keimanan dan kesetiaan Siti Hajar dengan memerintahkan kepada Nabi Ibrahim untuk menempatkan dia dan putranya Ismail di gurun pasir Bakkah. Ujian yang berat untuk ketiga manusia, ujian kualitas iman, kepatuhan dan ketaatan kepada Tuhannya.

Di gurun tandus tanpa air Allah memberikan ujian kepada Siti Hajar dan Nabi Ismail keyakinan bahwa Allah tidak akan mensia-siakan ketaatan hamba Nya. Zam zam sumber air yang lestari dan abadi ganjaran Allah atas keimanan Siti Hajar dan Ismail. Ihtiar Siti Hajar diabadikan dalam perintah haji yang salah satu rituilnya sa’i dari shofa ke Marwa.

Sebelum Allah menguji Ismail Allah sudah terlebih dahulu menguji kualitas ketaatan Siti Hajar. Keluarga Nabi Ibrahim adalah keluarga yang sudah teruji kualitas keimanannya mulai dari Nabi Ibrahim, Siti Sarah, Siti Hajar, Nabi Ismail dan Nabi Ishak. Allah memberikan ujian sesuai dengan kadarnya masing-masing dan bukan ujian yang kaleng kaleng. 

Penting mengetengahkan perjuangan perempuan perempuan tangguh, keluarga para Nabi tidak sekedar “suargo nunut, neroko katut” (masuk surga atau neraka tergantung pada lelakinya). Kualitas keimanan seseorang sangat ditentukan oleh kualitas masing masing manusia, baik perempuan maupun laki laki. 

Bukan hal yang ringan bagi perempuan, diperintahkan oleh Allah untuk tinggal di gurun gersang tanpa bekal makanan dan minuman, berdua dengan putra bayinya. Jika perempuan yang imannya tidak kualitas 24 karat dan sangat yakin dengan Tuhan Nya, saya kira Siti Hajar menganggap Nabi Ibrahim suami yang tidak bertanggunjawab, raja tega. Perintah yang sangat tidak masuk akal, kejam dan tidak berperikemanusiaan dalam sudut pandang manusia. Kalau imannya kelas plastik mungkin ibunda Siti Hajar, sudah kabur minta dipulangkan kepada ayahnya yang raja Mesir. 

Di sini kita tidak bisa mengesampingkan kualitas iman Siti Hajar. Ujian keimanannya sama beratnya dengan yang diujikan kepada suaminya Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Ismail. Siti Hajar tidak hanya mengetahui kenabian suami dan putranya, tetapi imannya kepada Allah Swt., sudah haqqul yakin, tidak ada keraguan.

Sebagai orang beriman kemudian kita yakin, bahwa Allah Swt., memberikan perlakuan ujian yang tidak pilih kasih. Istri bapak para nabi seperti sayyidah Hajar dan sayyidah Sarah dipilih melalui tempaan yang tidak biasa. Sebelum ujian kenabian diberikan kepada Nabi Ismail dan Nabi Ishak, Allah Swt., perempuan perempuan tersebut telah teruji iman dan ketaqwaan.

Dalam kitab kita Yahudi dan Nasrani diyakini bahwa Siti Hajar dan Siti Sarah pernah bertemu dengan para malaikat Allah yang memberikan keyakinan akan janji Allah. Hanya kelasnya para Nabi yang dapat berjumpa dengan para Malaikat Allah, sebagaimana yang dialami oleh Siti Maryam ibunda Nabi Isa As.

Sejauh ini kurban diidentikan dengan ujian ketaqwaan Ibrahim dan Ismail, dalam suatu keluarga beriman, tidak mungkin tidak terasa berat bagi Siti Hajar menghadapi ujian Allah dengan kehilangan putranya. Ibadah Kurban dengan Ibadah Haji rangkaian yang tidak terpisahkan, sehingga pelajaran yang dapat diambil hikmahnya adalah ujian terhadap seluruh umat manusia. Seruan untuk seluruh umat manusia, kesediaan untuk berkurban sebagai persembahan kita, ihtiar untuk mendekatkan diri kepada Tuhan nya. 

Ahirnya melalui ibadah kurban dan ibadah haji seharusnya kita menemukan ajaran Islam yang mensejajarkan para perempuan beriman dengan kualitas para lelakinya baik suami maupun putranya. Kualitas keimanan tidak ditentukan oleh jenis kelamin atau keluarga dari Nabi, tapi lebih pada kualitas pribadi masing masing. Kualitas keimanan ditentukan oleh beratnya ujian dan pengorbanan. Jangan pernah merasa bangga telah beriman bila belum pernah menghadapi tempaan ujian.

Sangaji Ternate 
2 Agustus 2020
#84

1 komentar: