Oleh Syaifuddin
Beruntunglah kaum muslimin Aceh mempunyai wakaf di tanah suci Makkah. Baitul Asyi atau Rumah Aceh merupakan wakaf yang disumbangkan Habib Abdurrahman bin Alwi yang lebih dikenal dengan Habib Bugak Asyi. Cerita bermula dari inisiatif Habib Bugak Asyi bersama beberapa saudagar dari Aceh pada tahun 1809 membeli sebidang tanah. Aset itu diniatkan sebagai tanah wakaf untuk jamaah haji asal Aceh. Waktu itu belum ada Republik Indonesia, maka seterusnya, wakaf itu berlaku menjadi hak jamaah haji asal Aceh.
Tanah wakaf itu berada di antara bukit Marwa dan Masjidil Haram. Tatkala dilakukan perluasan masjidil haram, tanah tersebut masuk wilayah terdampak. Tanah tersebut dibeli dan sebagai gantinya mendapat sebidang tanah pada area lain dekat masjidil haram.
Pada tanah wakaf tersebut dibangun sebuah hotel dikelola oleh badan wakaf secara profesional, sehingga mendapatkan keuntungan yang besar. Karena tanah wakaf tersebut dari awal ditujukan untuk kemaslahatan jamaah haji asal Aceh 210 tahun kemudian manfaatnya masih dapat dirasakan. Tahun 2019 dibagikan 23 milyar kepada 4.688 jamaah asal Aceh sehingga sangat membantu meringankan pelaksanaan haji para jama’ah dari Aceh.
Selain manfaat yang dibagi secara rutin kepada jama’ah haji asal Aceh. Badan pengelola wakaf juga mampu mengembangkan, sehingga aset awal telah meningkat pesat. Wakaf baitul Asyi telah memiliki banyak asset diantaranya : Hotel Elaf Masyair (hotel bintang 5 dengan 650 kamar), Hotel Ramada (hotel bintang 5 dengan 1.800 kamar), Hotel Wakaf Habib Bugak Asyi (bisa menampung 750 jama’ah), tanah dan bangunan seluas 900 meter persegi di Aziziah (kantor Wakah Habib Bugak Asyi di Makkah), Gedung di kawasan Syaikiyah (dibeli dengan harga 6 juta real, dijadikan tempat hunian warga Arab Saudi keturunan Aceh, serta para mukimin Aceh)
Tanah wakaf atau aset produktif yang berasal dari dana wakaf dapat dikelola secara lestari, dan manfaatnya dapat dirasakan ‘selamanya’. Aset wakaf yang dikelola secara profesional kemanfaatannya semakin berkembang. Sebidang tanah yang dibeli pada tahun 1809, ditangan Nadhir yang profesional dan menguasai bisnis yang tepat, asetnya naik berkali lipat. Manfaatnya terus dapat dirasakan dari generasi ke generasi.
Wakaf tunai yang diwujudkan dalam bentuk aset produktif berupa bank syari’ah, akan dapat menghasilkan manfaat yang berkelanjutan. Asset akan berkembang produktif melebih jenis aset lainnya, selain tentu saja manfaat ekonomi langsung sebagai lembaga intermediary dan akselerator perekonomian suatu daerah.
Produktifitas bank syariah yang dikelola dengan profesional dapat berkembang asetnya dari 2 milyar menjadi 20 milyar dalam waktu enam tahun, dan mampu menghimpun dana pihak ketiga sampai dengan 100 milyar. Kemampuan para pengelola bank syariahnya yang akan mempercepat akselerasi produktifitas bank syariah. Kinerja bank syariah bisa lebih cepat dari itu, bergantung pada pemilihan lokasi bisnis, strategi bisnis dan kompetensi manajemen bank syari’ah
Wakaf tunai yang dikonversi menjadi lembaga keuangan syari’ah, atau aset wakaf yang berbentuk lembaga keuangan syari’ah mempunyai fungsi ganda. Selain meningkatkan secara produktif aset juga menggerakkan perekonomian dan bisnis syari’ah.
Profit yang dihasilkan oleh wakaf dengan aset berbentuk Bank Syari’ah lebih cepat menghasilkan aset produktif lainnya. Manfaat langsung dari keuntungan bank syari’ah juga dapat diintensifkan untuk layanan pendidikan Islam, pengembangan kegiatan keagamaan, pemberdayaan para mustahik, pengembangan sosial ekonomi, pelaksanaan dakwah dan penyiaran Islam.
24 September 2020
#135
MAnttul santapan paginya Pak Dr 🤗
BalasHapusSemangat pagi
BalasHapus