Kamis, 17 September 2020

Keberkahan Bersama Gerakan

 

Oleh Syaifuddin



Banyak yang berpikir insan perguruan tinggi tidak bakal bisa mendirikan bank. alasannya sulit mendapatkan modal awal, tidak ada sumberdaya manusia, benturan peraturan dan apa gunanya. Sama seperti pikiran mustahil bahwa pemerintah daerah bisa mendirikan bank syari’ah. Hambatan dan rintangannya jauh lebih besar dan sulit, karena pemerintahan daerah tempat bertemunya berbagai kepentingan dan aspirasi politik. Tapi nyatanya banyak pemerintah daerah yang mempunyai BPRS dan Jawa Timur propinsi besar yang akan mempunyai bank syari’ah pertama, spinoffnya ditargetkan 2021.

Perguruan tinggi dengan minimal ASN 150 pegawai dan 3.000 mahasiswa tidak terlalu sulit untuk mendapatkan. Modal awal dapat ditutupi segera dengan cara melakukan takeover dari 10-15 milliar pembiayaan pegawai di berbagai bank. Dengan skema ini, bank syari’ah milik ASN  bisa mendistribusikan profit ke para pemegang saham. Prinsip demokrasi ekonomi dari, oleh dan untuk ASN bisa terbentuk, seperti prinsip kerja Grameen Bank ide Muhamad Yunus di Bangladesh.

Penyediaan sumberdaya manusia, tidak terlalu sulit. Perlu waktu dua tahun untuk mengapgrade sumberdaya insani yang dikombinasikan antara profesional, freshgraduate dan dosen. Beberapa BPRS milik pemerintah daerah mengkombinasikan ASN dengan karyawan non ASN bisa. Kampus punya sumberdaya insani yang melimpah baik lulusannya maupun civitas akademika. 

Badan hukumnya perseroan terbatas, yang statusnya dipisahkan dari kampus sebagai BHMN atau satuan kerja pemerintah. Bank didirikan oleh ASN sebagai pemegang saham. Jadi bukan kampus yang mempunyai PT. Bank syari’ah masalah hukumnya tak terjangkau oleh pengetahuan saya.

Lembaga keuangan syariah berbentuk bank ini diperlukan untuk menjawab masalah penguatan ekonomi dan edukasi keuangan syari’ah. Regulasi bank memberikan keleluasaan untuk menghimpun dana pihak ke-3 maksimal 8 kali lipat dari modal. Lebih dari cukup untuk mengcover pembiayaan ASN di kampus. Bank syari’ah dengan skema bisnis dapat memfasilitasi pendirian dan kegiatan pembiayaan mikro keuangan syari’ah melalui Baytul mal wa tamwil (BMT) atau koperasi syari’ah yang dimotori oleh sarjana sarjana lulusan program studi ekonomi syari’ah, akuntansi syari’ah, manajemen keuangan syari’ah, perbankan syari’ah dan hukum ekonomi syari’ah. Sumberdaya insani yang banyak dan mumpuni. Dari mulai Dewan Pengawas Syari’ah (DPS), manajer, akunting, ahli keuangan syari’ah dapat dipenuhi dari lulusan lulusan tersebut.

Dengan modal 5-10 miliar, bank syari’ah dapat menghimpun dana pihak ke-tiga melalui tabungan, deposito dan kemitraan lainya sebesar 40-80 miliar. Bisa memfasilitasi pendirian dan menggerakkan ratusan BMT atau koperasi syari’ah, menyerap ratusan lulusan jurusan ekonomi syari’ah dan menyediakan pembiayaan keuangan mikro yang diperlukan usaha mikro, ultra mikro dan kecil di wilayah kepulauan.

Tanpa perlu menunggu dana pembinaan dari dinas koperasi dan pembinaan UKM, atau uluran tangan dari pemerintah dengan skema yang bermacam macam, seperti KUR atau kredit ultra mikro, bank syari’ah dapat menggerakkan keuangan sektor mikro. Beberap riset internasional menyimpulkan bahwa BPRS lebih sesuai dan lebih berhasil melakukan pembiayaan usaha mikro dan usaha kecil. BPRS dan BPRS ini salah satu keunikan lembaga keuangan di Indonesia yang dianggap berhasil memberikan kredit/pembiayaan di usaha kecil. Negara lain belum ada yang punya, negara negara lain menggunakan kelembagaan bank umum atau bank umum syari’ah saja.

Banyak perguruan tinggi, terutama yang mempunyai program studi atau jurusan ekonomi syari’ah memerlukan tempat praktikum. Solusinya adalah dengan laboratorium mini bank, paling jauh mendirikan koperasi syari’ah atau lembaga pengelola zakat. Beberapa UIN mampu menghimpun dana zakat berjumlah milliaran setiap tahun. Dikelola untuk penyaluran konsumtif maupun produktif dalam bentuk refolving fund. 

Di satu sisi mempunyai sumber modal yang cukup, di sisi lain ada kebutuhan untuk tempat mahasiswa melakukan praktik perbankan syari’ah atau praktik di lembaga keuangan syari’ah. Kalau kampus bisa bikin hotel, minimarket dan profit center lainnya, mengapa tidak berani bikin bank syari’ah? Ini masalah keberanian mengambil inisiatif, seperti pemerintah daerah yang berani mengambil inisiatif mendirikan bank.

Keberadaan bank syari’ah bermanfaat langsung untuk mempraktikkan teori teori ekonomi yang dipelajari oleh mahasiswa dan diajarkan oleh dosen. Civitas langsung dapat merasakan denyut perbankan syari’ah dan masyarakat ekonomi. Kalau di laboratorium semuanya simulasi dan artifisial, maka di bank syari’ah riel, laboratorium sosial ekonomi di masyarakat. Praktik praktik perbankan syari’ah yang menyimpang dari teori fiqh muamalah kontemporer dapat langsung dikaji. Teori dan praktik keuangan syari’ah langsung ditangani oleh ahlinya. Selama masih ada dikotomi ilmuwan praktisi dengan ilmuwan teoritisi, maka masalah kesenjangan keuangan syari’ah antara teori dan praktik akan terus terjadi.

Mendirikan bank syari’ah berbentuk BPRS tidak sulit sulit amat. Kalau tidak mampu mengerjakan sendiri, bisa menggunakan jasa konsultan yang akan menyelesaikan mulai dari perijinanan, pengadaan fasilitas perbankan dengan standar tertentu sampai perekrutan sumberdaya insani perbankan. Tinggal tunggu jadi. Tentu konsultan akan melibatkan tim pendiri untuk menyesuaikan selera. Biayanya akan diperhitungkan dalam perhitungan break even point. Biaya biaya yang muncul dalam proses pendirian sampai dengan bank beroperasional akan tercapai dalam perhitungan tersebut, sebagai perhitungan dalam bahasa awam balik modal. Perlu waktu rata rata 18 bulan bank balik modal, dan mulai membukukan keuntungan.

Pengalaman mendirikan bank syari’ah di Ternate, memakai jasa konsultan perlu waktu sekitar 6 bula dari mulai nol sampai lounching, padahal berangan angannya ada 7 tahunan menurut pak walikota. Ada BPRS yang perlu waktu lebih dari 4 tahun diurus sendiri, ada juga yang perlu waktu 3 tahun. Ini masalah strategi saja, masing masing cara punya kelebihan dan kekurangan. Biaya juga kurang lebih sama.

Penjelasan di atas berdasarkan pengalaman pernah terlibat dalam pendirian bank syari’ah, tidak ngarang. Beberapa asumsi perlu penyesuaian sesuai dengan perkembangan dan regulasi perbankan syari’ah yang memang berkembang dinamis. Dulu waktu didirikan bank syariah dengan modal awal dibawah 3 miliar,  tidak menduga jika setelah 7 tahun  mampu menghimpun dana hampir 100 miliar. Keberkahan muncul dari pergerakan.

Tulisan ini perlu saya sampaikan karena potensi keuangan syari’ah dan perbankan syari’ah masih terbuka sangat lebar. Sekarang market share dan aset bank syari’ah masih sekitar 5%, kalau asumsinya penduduk muslim semestinya mendapatkan pilihan bank syari’ah yang proporsional, maka selisihnya masih jauh. Jangan nunggu diserbu bank syari’ah dari Thailand, Malaysia, Singapura dan Brunai.

17 September 2020

#130


Tidak ada komentar:

Posting Komentar