Jumat, 25 September 2020

Kemandirian Ditopang Wakaf


Oleh Syaifuddin




Universitas al-Azhar dan Pondok Gontor dapat mempertahankan kualitas pendidikan Islam dalam waktu berbilang abad karena kemandirian. Dua perguruan agama Islam yang tidak terpengaruh oleh siapa saja pemerintah yang berkuasa. Dari dinasti Fathimiyah, dinasti Ayubiyah, dinasti Turki Usmani sampai negara Mesir, Universitas al-Azhar tetap berdiri tegak menyelenggarakan pendidikan Islam. Tidak terhitung sultan, khalifah dan raja yang berkuasa dalam rentang 1.100 tahun tak membuat kampus besar ini terpengaruh. 


Pondok Gontor berdiri pada saat pemerintah Hindia Belanda berkuasa, pada masa akar revolusi kemerdekaan mulai tumbuh. Kemandirian dan menjaga jarak dengan penguasa membuatnya tidak terpengaruh oleh gonjang ganjing pemerintahan penjajah. Pondok yang menjadi basis perlawanan, tetapi tidak terlibat langsung dalam konfrontasi politik praktis. Pondok menjadi ruh perlawanan menuju Indonesia merdeka, kebebasan umat Islam.


Ketika pemerintah berganti dari penjajah ke pangkuan ibu pertiwi, dari orde baru ke orde lama, berlanjut ke reformasi. Gubernur Jenderal Belanda silih berganti, presiden Republik Indonesia dari masa Bung Karno sampai Presiden Joko Widodo, posisi pondok dan aktifitas pendidikan tetap tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya.


Itu semua bisa terjadi karena dua lembaga pendidikan Islam tersebut mempunyai sikap mandiri. Mandiri secara ekonomi, independen dalam sistem sosial dan ideologi tawasuth yang menjadi sikap lembaga. 


Kilas balik keunggulan yang membuat Universitas al-Azhar dan Pondok Gontor produktif melahirkan ulama’, cendikiawan, ilmuwan kelas dunia antara lain : iklim ilmiah, kurikulum, ketersediaan literatur dan yang terahir kemandirian.


KEEMPAT : KEMANDIRIAN


Al-Azhar menjaga jarak dengan pemerintah, tidak bermaksud untuk menghindari tanggungjawab atau tidak mau tahu dengan pemerintah. Mereka meyakinkan kepada pemerintah Mesir bahwa al-Azhar sanggup berjalan sendiri. Langkah untuk menampik intervensi dengan cara yang bermartabat dan tidak congkak.


Al-Azhar menyadari, campur tangan, intervensi dari penguasa akan mempengaruhi sistem yang dibangun dari belajar selama ratusan tahun riwayat lembaga ini. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh intervensi antara lain politisasi, diskriminasi dan pemaksaan terhadap ideologi tertentu.


Perguruan tinggi ini salah satu lembaga Islam tertua yang ditopang dengan kokoh oleh wakaf pendidikan. Universitas yang bermula dari wakaf masjid di masa khalifah al-Aziz pada tahun 996. Khalifah adalah salah satu muwakif yang mewakafkan hartanya untuk membiayai penginapan 35 pelajar di Universitas al-Azhar. Khalifah khalifah berikutnya memupuk aset wakaf pendidikan bagi kampus ini. Sebanyak 6.154 pegawai dan dosen yang tersebar di 55 fakultas dibayar dan ditanggung kesejahteraannya oleh lembaga wakaf ini.


Tradisi wakaf dalam Islam sudah dicontohkan oleh Nabi Saw., yang mewakafkan tanahnya untuk pendirian masjid. Wakaf menjadi soko guru ekonomi penting peradaban Islam sejak masa Khulafa’ al-Rasyidah, Bani Umayyah, Bani Abasiyah dan dinasti dinasti besar lainnya. Wakaf berperan penting dalam penyelenggaraan pendidikan, sosial ekonomi dan keagamaan yang biasanya terintegrasi. Tradisi inilah yang kemudian dilanjutkan di al-Azhar dan Pondok Gontor. 


Kemampuan al-Azhar mengelola wakaf menaikkan reputasi pengelolaan wakaf, sehingga Mesir menunjuk kementerian tersendiri dalam urusan wakaf. Bila awalnya wakaf sangat menunjang kemandirian al-Azhar, selanjutnya oleh pemerintah Mesir Wakaf menjadi instrumen vital dalam perekonomian Mesir. Kemandirian al-Azhar menginspirasi Universitas Zaituniyah di Tunis, Maderis Imam Lisesi di Turki dan Pondok Gontor di Indonesia. Teladan kemandirian melalui wakaf bahkan menginspirasi negara seperti Singapura melalui Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS) yang menghimpun wakaf senilai 3.500 milliar.


Tanpa kemandirian ekonomi, melalui wakaf sulit bagi Universitas al-Azhar melewati tantangan zaman.


Pondok Gontor sebagai pelopor pondok modern, juga merupakan salah satu pondok pesantren yang mempunyai inisiatif mendukung kemandirian pondok dengan mekanisme wakaf. Badan pengelola wakaf Pondok Modern Darussalam Gontor, mengelola wakaf produktif yang penghasilannya bernilai miliaran rupiah.


Aset wakaf pondok pada mulanya hanya 5 hektar, sekarang berkembang menjadi 750 hektar. Ada koperasi pesantren, perkebunan, penggilingan padi, sawah, pabrik roti, pabrik minuman kemasan , percetakan dan lain sebagainya. Pengelolaan wakaf Gontor diikrarkan sejak tanggal 12 Oktober 1958.


Enam puluh tahun sistem wakaf menopang kemandirian Gontor. Kemandirian financial sangat berdampak pada independensi dan integritas pondok mewujudkan visi keIslaman yang diemban Pondok. Kurikulum dan manajemen pondok pesantren dapat diterapkan secara leluasa, karena tidak terpengaruh oleh intervensi dari manapun termasuk pemerintah. 


Keberadaan lembaga wakaf menjaga keberlangsungan pendidikan secara mandiri dan berkelanjutan. Dengan penghasilan wakaf produktif, secara berdikari Pondok mampu membiayai operasional pondok tanpa bergantung pada sumbangan pendidikan santri. Mengapa pondok Gontor mampu menyelenggarakan pendidikan dengan biaya sangat murah, karena secara tidak langsung penghasilan abadi dari wakaf produktif mensubsidi para pelajar.


25 September 2020

#139


Tidak ada komentar:

Posting Komentar