Jumat, 18 September 2020

Belajar Menjadi Benar

 

Oleh Syaifuddin

إن كان أهل العلم يخفي علمهُ

فسيظهر الجهلَ المركبَّ جاهلُ


Jika orang berilmu menyembunyikan ilmunya

Maka orang bodoh akan akan menampakkan kebodohannya

(Asyaibani)

Munculnya kabar burung dalam dunia informasi yang datar, membanjirnya hoaks, dan merebaknya konten negatif, tendensius dan mengadu domba adalah bukti kebenaran ujaran di atas. Masa ketika setiap orang bisa memproduksi konten, asal punya pendapat dan pulsa data. Tidak ada menakanisme cek kroscek, verifikasi, rujukan yang valid. Dengan mudah, berdasarkan pengetahuan yang dangkal konten tersebut disebarluaskan. Dishare tanpa mikir panjang lagi. Asal cocok dengan pandangannya.

Dunia datar, artinya pakar atau tidak pakar dianggap sama. Orang songong asal ngomong dan ada pendukungnya lebih bernilai dibandingkan ahli yang menyampaikan kebenaran berdasarkan pengetahuan. Kebenaran diukur dari jumlah like dan subscribe. Kebohongan yang diproduksi dan diperkuat terus menerus, ahirnya dipahami sebagai kebenaran. Tak heran banyak orang awam, orang jahil su’ul adab membuly seenak udelnya terhadap orang alim, para ahli hanya karena berbeda pandangan. Orang model model ini yang rajin muncul meramaikan dunia informasi, karena orang berilmu, orang yang berpikiran lurus tidak menyempatkan diri menulis atau membuat konten yang sesuai dengan keilmuannya. 

Lebih banyak ilmuwan yang tidak menulis daripada yang menulis. Banyak orang alim menebar ilmu di dunia offline, padahal manusia milennial mainnya di dunia maya. Kekosongan ini diisi oleh beberapa pihak dengan berbagai kepentingan. Tidak peduli baik buruk, siapa yang produktif dan tekun membuat konten dialah yang menguasai arus informasi. Ahirnya yang hadir adalah konten hiburan, konten tidak jelas, bahkan konten pembodohan. Merekalah yang mendidik publik, pengendali arus informasi. Pembodohan yang lebih berkuasa. Nitizen lebih banyak terpapar dengan konten tidak jelas, karena orang alim tidak hadir. Uang jelek menyingkirkan uang baik.

Orang berilmu yang tidak rajin menulis, berbagi ilmu, membuat konten positif di jagat maya, sebenarnya punya andil tanggungjawab terhadap menurunnya kualitas kecerdasan masyarakat. Momentum pandemi, memberikan kesempatan kepada para ahli ilmu untuk turun gunung menghadirkan banyak kebenaran dan pandangan yang benar sebagai konsumsi massa.

Kesempatan yang baik, karena dunia maya pada saat pandemi adalah platform utama, paling banyak digunakan orang mengunduh dan mengunggah ilmu. Hampir semua even keilmuan melintas di dunia maya. Seminar, lokakarya, diskusi ilmiah, rapat rapat penting, perkuliahan dan segala macam majelis ilmu sekarag dilaksanakan di jaringan internet. Maka sekarang adalah saat yang tepat untuk memulai memproduksi konten pengetahuan dan konten positif melalui dunia maya. 

Jaringan internet, dunia maya menjadi medan yang sesungguhnya pendidikan masyarakat. Pertanyaan apa saja dapat dicari jawabannya di google dan youtube. Tidak semua jawaban yang tersedia semuanya benar. Yang viral, yang tranding, yang populer adalah jawaban yang tersedia di bagian atas. Kebenaran tidak berada di atas, karena kurang disediakan, atau malah tidak ada. Kebenaran berada di sudut sudut sulit dunia maya yang tidak semua nitizen memahami cara mencari, memilih, memilah dan memferivikasi. 

Ketua Rabithah Ma’had Islam yang juga guru besar informatika ITS, Prof. Agus Zainal Arifin mensinyalir, orang yang alim sebenarnya ingin berbagi ilmu tetapi tidak punya cukup keberanian untun bikin konten. Sementara yang tidak alim bersemangat, dengan percaya diri bikin konten. Akibatnya jaga maya dipenuhi dengan konten konten tidak bermutu, tidak mendidik, atau malah ngawur. Kalau ahli konten dengan ahli ilmu ini sinergi maka media sosial dan jagat maya akan dipenuhi konten yang kreatif bermanfaat dan mendidik.

Di dunia yang dibanjiri informasi, orang yang menguasai data dan mampu mengolahnya menjadi sesuatu yang berguna merupakan kemampuan penting. Kecerdasan artifisial telah banyak mempermudah kehidupan manusia, tetapi kalau orang berilmu tidak memanfaatkannya, maka orang jahil yang berkuasa. Kecerdasasan Google membantu netizen menemukan dokumen yang relevan. Kecerdasan Youtube membantu netizen memilih video yang disukan netizen. Kecerdasan Twitter memilih dan meranking topik yang sedang hangat dibicarakan. Kecerdasan Tokopedia memberitahukan kepada netizen barang yang cocok untuk dibeli, baik kualitas maupun harga. Kecerdasan Gofood memberikan pilihan menu makanan yang paling cepat untuk didatangkan dan sesuai selera netizen. Kecerdasan Google Cendikia untuk menelisik publikasi ilmiah para ilmuwan dan seterusnya.

Kedepan kalau orang alim tidak bertindak, maka ia akan tenggelam ditelan sistem kecerdasan kecerdasan yang akan semakin luas bidangnya. Yang artifisial semakin cerdas, yang nyata yang riel mabniyun ala sukun. Jangan sampai.

17 September 2020

#130


2 komentar: