Sabtu, 12 September 2020

Menjaga Semangat Menulis

 Oleh Syaifuddin



Menjadikan menulis sebagai kebiasaan itu menguntungkan dan menghindarkan dari dosa. Menulis untuk apa saja menjadi ringan, membuat laporan penelitian oke, menyusun makalah seminar yes, membuat naskah pidato apalagi, menyusun buku ajar siapa takut, membuat artikel jurnal ashiap. Ringan karena “mind map” kita sudah terbentuk, tinggal menyesuaikan dengan bahan yang dikumpulkan.

Dosa yang dihindarkan adalah dosa tidak jujur secara ilmiah. Mengakui buah pikiran orang lain sebagai hasil pikirannya. Menduplikasi tulisan orang lain sebagai tulisannya, walaupun sudah menyebutkan sumber tulisannya. Yang tidak etis sudah meniru seutuhnya, tanpa menyebutkan sumbernya. Menduplikasi tulisan sendiri dalam dua karya ilmiah yang berbeda juga dianggap sebagai dosa akademik. Kebiasaan menulis akan menghindarkan dari dosa jenis ini. Jenis dosa baru yang lahir dari sikap malas dan tidak jujur.

Supaya menulis terus menjadi ringan dan berkembang, jangan berpikir negatif dan jangan menyerap tanggapan negatif pembaca, menaikan batas kemampuan menulis dan mengembangkan mekanisme untuk memperlancar ide menulis.

Hambatan menulis itu dari luar juga dari dalam. Dari dalam berupa malas, takut, malu, merasa tidak penting dan seterusnya. Hambatan dari luar adalah penilaian negatif orang lain. Penyinyir, yang belum tentu bisa melakukan, tapi pintarnya ampun kalau disuruh mencari celah. Biasa komentator bola lebih pintar dari pemain bola, padahal nendang bola dengan benar juga belum tentu bisa. Orang seperti ini selalu ada. Tidak usah didengar, abaikan saja untuk sementara. Apalagi di saat sedang tumbuh. Pupuk dapat membunuh bagi tumbuhan yang sedang tumbuh.

Komentar negatif pada waktu awal menulis ini tidak berguna. Penyinyir membuat minat penulis pemula menjadi lemah, bahkan patah semangat. Tumbuhan baru tidak perlu siraman air deras, apalagi angin kencang, cukuplah siraman halus dan angin sepoi.

Komentar negatif dalam bidang apapun tidak hanya menulis dapat bertahan lama dalam ingatan, tidak seperti halnya komentar positif. Puluhan komentar positif mungkin yang bertahan pada alam bawah sadar hanya satu. Tiga komentar negatif yang bertahan ketiga tiganya, dan bertahan untuk waktu yang sangat lama. Tidak peduli sesiap apapun. Maka hati hatilah pembimbing skripsi atau promotor disertasi, jangan sampai penilaian negatif terhadap mahasiswa bertahan sepanjang hayatnya dan mematikan minat mereka untuk berkarya.

Apakah lulusan bangku kuliah yang menjadi  traumatis menulis disebabkan stigma dan label negatif yang melekat? 

Menulis itu mengeluarkan apa yang ada dalam pikiran. Kalau setiap hari dikeluarkan tanpa diisi kembali, lama lama habis. Ini yang disebut kehabisa ide dan gagasan. Maka diperlukan asupan bahan tulisan yaitu bacaan. Mustahil terus menulis menghasilkan karya bermutu tanpa membaca, maka diperlukan bahan tulisan. Tulisan adalah bahan sekaligus data yang diperlukan untuk menulis. Tanpa data dan pengetahuan dari luar diri kita maka menulis seperti berkumur kumur. Itu lagi itu lagi.

Apalagi menulis karya ilmiah, maka wajib hukumnya mendasarkan pada rujukan, referensi atau maraji’. Jika tidak, namanya mengarang bebas. Namanya bebas bisa salah bisa benar, tanpa dapat dipertanggungjawabkan. Penting memulai tulisan dengan mengumpulkan bahan. Walaupun saya menulis bebas, tapi bersumber pada bacaan dan informasi yang dapat dipertanggunjawabkan. Hanya saja tidak semuanya saya berikan catatan kaki atau referensi rujukan, karena alasan teknis dan memudahkan pembaca.

Tiga bulan yang lalu saya pesimis, tidak yakin, bisa duduk serius beberapa saat untuk menulis setiap hari. Karena sebelumnya tidak punya kebiasaan menyediakan menulis secara ajeg, hanya dua kali dalam tahun, saat mengajukan proposal dan saat membuat laporan penelitian. Sesekali kalau ada keperluan saja, menyusun borang, membuat artikel, atau menyusun sesuatu kalau ada perlunya. Setelah dijalani, ternyata bisa. Bukan berarti Tidak ada tantangan dan hambatan. Malas dan bosan ada, tetapi pada ahirnya kalah dengan kemampuan diri. Itulah uniknya manusia kebiasaan bisa mengalahkan rintangan. Paling penting saya sadar, ternyata potensi manusia banyak yang dibiarkan mubazir, berarti masih ada batas yang bisa dilewati.

Batas itu bisa berbentuk batas kuantitas bisa juga batas kualitas.  Sekarang sehari bisa menulis 750 karakter masih bisa dinaikkan menjadi 1000 karakter, yang penting tetap konsisten dan tidak mengganggu kewajiban sosial lainnya. Atau memberikan tambahan jenis tulisan lain yang lebih menantang misalnya sambil menyusun artikel dengan standar jurnal bereputasi dalam waktu 15 hari. Ditambah target baru menulis 1 buku ajar atau referensi 6 bulan satu buku. Tambahan tantangan baru membuat kemampuan kita meningkat dan gairah menulis juga terjaga. 

12 September 2020

#126



Tidak ada komentar:

Posting Komentar