Oleh Syaifuddin
Menjelang ahir orde baru, wacana ekonomi Islam mulai menggeliat. Sebuah pemikiran yang memunculkan dua persepsi, aneh atau mencurigakan. Ekonomi dan Islam dua kutub yang tidak saling mengerti maka dirasakan aneh. Hadirnya Islam dalam wacana diluar ruang keagamaan (masjid, madrasah, pesantren, tabligh akbar) dicurigai sebagai Islamisasi, bentuk islamophobia yang dipelihara dialam bawa sadar baik oleh negara maupun budaya.
Pada kondisi seperti ini, banyak aktivis gerakan ekonomi Islam melihat pemikiran ekonomi Ibnu Khaldun dalam diskusi dan halaqah terbatas. Meskipun secara umum dikenal sebagai Bapak Sosiologi Islam, tetapi tidak banyak yang menyadari satu setengah bab dalam Muqaddimah, semuanya berbicara tentang terma terma ekonomi. Di Bab 3 dan bab 4 secara luas dan khusus dibahas tentang pemikiran pemikiran dasar ekonomi Islam dan hampir di sekujur Muqaddimah dapat dijumpai bahasan bahasan singkat tentang ekonomi, terutama ekonomi makro.
Perspektif ekonomi yang dibangun oleh Ibnu Khaldun dan Adam Smith sudah menampakkan perbedaan mendasar pada orientasinya. Ibnu Khaldun menguraikan ekonomi berangkat dari berbagai jenis pekerjaan yang mempunyai tujuan pada produktifitas dan kesejahteraan publik. Adam Smith memulai dengan pengaturan rumah tangga, dan tujuan pada kesejahteraan individu, kelompok dan suatu kawasan saja.
Gagasan Ibnu Khaldun tentang ekonomi lebih dahulu 400 tahun dibandingkan dengan apa yang dirumuskan oleh Adam Smith, tapi premis, postulat, prinsip dan pemikiran ekonominya jauh lebih teguh. Pemikiran ekonomi Adam Smith 250 tahun mengalami koreksi, perbaikan, pembaharuan berulangkali. Apa yang kita lihat dari praktik ekonomi kapitalis telah demikian liberal, sehingga yang tertinggal dari pemikiran ekonomi Adam Smith, tinggal prinsip pokok saja, yang juga tidak betul betul sama.
Beberapa prinsip ekonomi Ibnu Khaldun diderivasi dari Alquran, sehingga diskursusnya tidak pernah terlihat kadaluarsa seperti halnya Alquran sendiri yang relevan disegalam tempat dan setiap zaman. Misalnya perbedaan tentang sumberdaya yang terbatas dan keinginan manusia yang tidak terbatas. Ibnu Khaldun sejak abad 13 sudah merumuskan bahwa sumberdaya tidak terbatas dan itu masih sama dengan pendapat Baqr AlShadr dan menjadi pendapat umum tentang persoalan polemik ini. QS 47:38, QS 45:13, QS 45: 12 dan seterusnya menjadi dasar untuk membangun teori ini.
Pendapat Ibnu Khaldun mungkin relevan dan logis pada masa itu ketika penduduk bumi mungkin masih berjumlah ratusa juta. Sekarang dengan penduduk dunia sekitar 6 miliar, bumi masih sanggup mencukupi kebutuhan penduduk bumi. Berarti prinsip Ibnu Khaldun relevan dalam usian 800 tahun.
Teori profit, nilai tukar dan competitive advantage, yang zaman ini termasuk pemikiran canggih dibidang ekonomi mikro mendapat ulasan cukup mendasar pada awal Bab 4 dari kitab Muqaddimah. Penelusuran lebih lanjut terhadap kitab ini akan dapat menemukan ratusan prinsip, teori dan hukum ekonomi yang sama atau bahkan lebih bagus dibandingkan teori ekonomi yang sedang dijalankan masyarakat modern, terutama di dunia Islam.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk mengajak mundur, karena menggunakan prinsip prinsip ekonomi yang didasarkan pada asumsi asumsi dan kondisi masa lampau, ketika teknologi dan pencapaian manusia tidak semaju sekarang ini. Bila peneliti muslim sekarang ini tertarik untuk mendalami warisan pemikiran ilmuwan muslim abad pertengahan dan mampu menggali metodologi, tentu akan menghasilkan pemikiran ekonomi yang lebih segar dan dapat mempercepat pencapaian tujuan ekonomi Islam.
Meski kajian ekonomi Ibnu Khaldun tidak menghususkan perhatiannya di satu bidang studi, tetapi kerangka ekonominya mempunyai bentuk. Bila dibandingkan kitab Al-Amwal atau kitab fiqh lainnya, Muqaddimah memang mempunyai metodologi yang berbeda, dan lebih dekat dengan metode metode yang berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan masyarakat modern. Ini yang menjelaskan mengapa masyarakat Barat jatuh hati pada Muqaddimah.
9 September 2020
#123
Tidak ada komentar:
Posting Komentar