oleh Syaifuddin
Muhammad Ridwan telah 23 tahun bersama Baytul Mal wa Tamwil (BMT) Bina Ihsanul Fikri (BIF) Yogyakarta. Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) yang didirikan pada tahun 1997, sejak dia masih mahasiswa sampai menjadi doktor. Keteguhan dan keyakinan pada prinsip, energi yang tidak akan pernah padam.
BMT, lembaga yang dianggitnya dianggap tidak jelas, tidak punya prospek, seperti main main bagi masyarakat Gedong Kuning, satu blok sebelah timur kebun binatang Gembira Loka. Bank Mu’amalat LKS yang lebih besar dan menasional baru umur lima tahun, tidak dikenal, asing dan semacam utopia, apalagi lembaga ini yang bagaikan setitik noktah dalam selembar koran.
Waktu Mas Ridwan ngantor di BMT nya, sambil sesekali distribusi sembako, kerap dipandang sebelah mata oleh kawan kawan mahasiswa yang kampusnya waktu itu di Muja Muju, samping kebun binatang Gembira Loka. Mahasiswa yang banyak belajar ekonomi syari’ah, perbankan keuangan syariah dan LKS saja menganggap aneh, apalagi masyarakat awam.
Tahun 90 an adalah masa tersulit bagi ekonomi syari’ah mendapatkan pengakuan masyarakat dan dunia akademik. Tiga kota saja yang punya studi perbankan syari’ah, Yogyakarta, Surabaya dan Semarang itupun kampus swasta. Kampus keagamaan Islam negeri (UIN, IAIN dan STAIN) belum bisa menerima kehadiran ekonomi syari’ah dalam rumpun ilmu syari’ah. Perguruan tinggi negeri umum, seperti Universitas Airlangga di Surabaya yang justru lebih awal bisa menerima kehadiran program studi rumpun ekonomi syari’ah, baru disusul kampus Islam pada tahun 2009 an.
Setelah menyelesaikan kuliahnya dan menyandang gelar sarjana ekonomi, mas Ridwan menetap di Yogyakarta, hijrah dari kampung halamannya di Jawa Timur. Dia sudah terlanjur jatuh cinta dengan Jogja dan BMT. Dengan bekal keilmuannya, manajemen konsentrasi manajemen bank syari’ah mas Ridwan tekun membina ekonomi umat berdasarkan prinsip prinsip syari’ah. Mas Ridwan sudah teken kontrak mewakafkan hidupnya untuk membumikan ekonomi syari’ah melalui BMT BIF.
Pengalaman mahasiswa zaman kami dulu, apalagi yang mengambil studi ekonomi, lazimnya sambil kerja, berwirausaha atau kegiatan ekonomi apapun. Mempraktikkan ilmu sekaligus mulai membangun kemandirian. Tidak sedikit yang menikah lebih awal sebelum wisuda, karena secara ekonomi sudah yakin bisa menghidupi rumah tangga. Mahasiswa yang menunggu kiriman orang tua, kesannya tidak keren.
BMT BIF terus berproses berkhidmat untuk umat, dengan sabar dan telaten mas Ridwan terus mentransformasikan lembaga ini. Semula kontrak tempat disebelah pasar, tahun 2010 an sudah mempunyai gedung sendiri. Dari nasabah anggota yang berjumlah puluhan, sekarang menjadi lebih dari 50.000 nasabah. Dari modal kurang 20 juta menjadi puluhan milliar. Dari tabungan anggota yang berkisar puluhan juta saja menjadi puluhan milliar. Dari pembiayaan kepada nasabah 15 juta, di tahun lalu sudah memberikan pembiayaan hampir 100 milliar.
BMT pada awalnya berbadan hukum BMT, lembaga keuangan non formal, didata di pusat inkubasi usaha kecil (PINBUK) yang diinisiasi oleh Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI). Kebetulan menteri koperasi dan UKM nya zaman presiden Habibi adalah pak Adi Sasono, yang juga pengurus ICMI. Setelah tahun 2010 an koperasi syari’ah yang melakukan usaha simpan pinjam bisa menggunakan nama Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah (KJKS), maka BMT BIF mendaftarkan sebagai KJKS.
Dengan asset milliaran sangat mudah bagi BMT BIF bertransformasi menjadi bank pembiayaan rakyat syari’ah (BPRS) tapi tidak dilakukan. Keuangan sektor mikro yang menjadi sasaran pemberdayaan koperasi syari’ah justru lebih membutuhkan kehadiran LKS mikro dibandingkan sektor ekonomi yang diatasnya. Sama seperti yang dilakukan oleh BMT Sidogiri, salah satu BMT terbesar di tanah air yang lahir dan berkembang dari pondok pesantren dan kultur pedesaan di Pasuruan Jawa Timur, tetap konsisten di jalurnya walaupun assetnya sudah sekitar 1,5 trilliun. Manajernya saja bergaji di atas 30 juta, meskipun karyawan dan pengelola bank bersarung berpeci ala santri.
KJKS BMT BIF sekarang sudah mempunyai 11 cabang yang beroperasi di wilayah kota Yogyakarta dan sekitarnya.
Pegiat ekonomi syari’ah dan para pelajar yang menekuni rumpun keilmuan ekonomi bisnis Islam seharusnya punya etos seperti mas Ridwan. Yakin menjalani karena mempunyai visi pengembangan ekonomi syari’ah. Mengimani ketentuan Allah dan mewujudkan keyakinan itu dalam kerja yang terstruktur, terencana dan inovatif.
Ekonomi dan bisnis Islam pada masyarakat muslim adalah kebutuhan yang harus diupayakan bersama. Sebagai wujud kepatuhan secara menyeluruh terhadap Islam tidak hanya diwujudkan dalam aspek ibadah (relasi hamba dengan Tuhan), wajib pula diwujudkan dalam ranah mu’amalah iqtishadi (hubungan manusia dengan sesama dalam bidang ekonomi). Mas Ridwan yakin dengan itu, dan menjalankan ijtihad para ahlinya, dengan penuh kesungguhan mewujudkannya, dengan penuh kreatifitas mencari peluang peluang pengembangan.
Dia tidak takut menjadi miskin karena memperkaya umat, buktinya ekonomi rumah tangganya makin mapan. Antiknya, mas Ridwan berlomba lomba mendahului adzan subuh di masjid, lomba banyak-banyakan memelihara anak yatim, dan lomba menghafal al-Qur’an di usia 40 an. Dia tidak takut bodoh dan ketinggalan ilmu, karena setiap waktu dia mencerdaskan umat. Pendidikannya pun membaik terus, setelah sarjana masih berlanjut ke megister dan ke doktor. Ada berkah dari aktifitasnya sebagai khadimul umat.
Ada pelajaran paling penting dari apa yang dikerjakan oleh teman kuliah saya ini. Pertama, keyakinan harus diperjuangkan, tidak peduli betapa beratnya. Kalau tangan kanan tak tahan, pindahkan ke tangan kiri. Tangan kiri lelah pindahkan ke tangan lainnya, terus pegang erat, jangan diletakkan, apalagi ditinggalkan. Kedua, keyakinan yang benar terus dijajakan, dipasarkan, ditawarkan dengan cara cara kreatif. Inovasi tidak boleh berhenti. Dalam aspek apapun, kelembagaan harus terus bergerak mengikuti laju perkembangan zaman. Karena perilaku ekonomi masyarakat juga dinamis. Ketiga, kalau kita menyelesaikan masalah perekonomian umat, Tuhan akan mengurus ekonomi dan kemakmuran kita. Keempat, Ilmu akan terus berkembang bila diamalkan, ekonomi syari’ah akan terus berkembang bila dipraktikkan.
26 September 2020
#145