Tsunami Aceh 2014 tidak pernah diduga. Gempa dan tsunami memutuskan jaringan komunikasi dan transportasi sehingga 2 hari setelah kejadian masyarakat Indonesia masih menanggapi biasa. Setelah media dan masyarakat Internasional sampai di lokasi bencana, baru dahsyatnya musibah menyerbu ke ruang ruang keluarga baik nasional maupun internasional.
Susi Pujiastuti, salah satu pengusaha mina bahari, 2004 usahanya baru mulai berkembang. Susi yang merintis usaha dari nol, baru punya pesawat kecil yg digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan laut untuk komoditas ekspor. Hatinya tersentuh melihat pemberitaan korban tsunami yang jumlahnya ratusan ribu. Nangroe Aceh sebagian besar kota pantainya luluh lantak. Susi membawa sendiri pesawat mambawa bantuan korban dan relawan, mondar mandir Aceh Medan setiap hari. Itulah cikal bakal Susi Air yang kemudian menjadi pesawat perintis. Di Maluku Utara Susi Air melayani penerbangan Ternate Sanana Ambon dua kali satu minggu.
15 Juli 2019 gempa terjadi di sepanjang selat Patinti dengan pusat episentrum gempa di pelabuhan Babang. Gempa magnitudo 7,2 skala richter dengan kedalaman 10 km merobohkan ratusan rumah. Walaupun pusat gempa di dekat daratan pulau Bacan, tapi pusat kerusakan terparah justru di wilayah kecamatan Gane Barat yang berada di daratan pulau Halmahera bagian Selatan.
Korban meninggal puluhan jiwa, dan ribuan orang mengungsi. Pengungsian dilakukan karena beberapa alasan. Alasan pertama, masih ada trauma akan terjadi tsunami, sehingga pada malam hari mereka pergi ke lokasi yang tinggi, siang hari mereka kembali ke kampung. Selama masih terdapat gempa susulan atau tanah goyang, mereka selalu malam naik , siang turun. Alasan kedua, karena sebagian besar rumah tidak bisa ditinggali atau bahkan rata dengan tanah, maka harus mengungsi di tenda tenda terpal yang sederhana. Sampai rumah dapat dibangun kembali. Desa Tawa misalnya dari 145 rumah, hanya tersisa 20 rumah yang layak huni. Selebihnya mengungsi ke tenda-tenda yang lebih tinggi di malam hari, kembali ke tenda tenda di bawah, pada siang hari.
Jika gempa Aceh 2004 ada cerita Susi Pujiastuti yang sekarang menjadi menteri perikanan dan kelautan, maka gempa Halmahera Selatan ada cerita Cik Huzaimah. Pengusaha kapal kayu yang tinggal di Tidore. Kapal kayu bernama Permata Ima ia pekerjakan untuk mendistribusikan bantuan untuk korban bencana. Kapal Permata Ima membawa puluhan kubik bantuan untuk desa desa yang sulit dijangkau dari Saketa.
Pada saat bantuan pengabdian masyarakat dari IAIN Ternate tertahan sampai di Saketa, kapal Permata Ima menjadi dewa penolong.
Kapal Permata Ima yang sudah berangkat dari Tidore satu hari sebelumnya, sandar di dermaga pelabuhan Saketa. Mulai sore sebelumnya ligistik bantuan IAIN Ternate sudah mencari kapal kayu menuju Tabamasa dan Lemo Lemo. Harga disepakati, kapal sudah dipilih, nahkoda siap mengarungi. Pagi dinihari tim ekspedisi sudah siap, supaya bisa menghindari ganas arus teluk di siang hari. Ketika mentari belum muncul logistik sudah dimobilisir ke dermaga kecil Saketa, ternyata nahkoda tak kunjung sampai dengan kapal bodinya. Usut punya usut, nahkoda tak berani melaut, walau ongkos sudah diserahkan di awal. Ombak dan angin terlalu besar alasannya.
Tim ekspedisi segera mencari alternatif. Meluncurlah kami ke pusat komando tanggap bencana yang sudah dalam kondisi domisioner, karena sudah lewat masa tanggap bencana. Petugas menghubungi komandan Koramil untuk pengiriman barang. Kami bertaruh dengan waktu, karena kapal Permata Ima akan segera berangkat karena perjalanan akan panjang. Untung komandan segera hadir dan memerintahkan Babinsa untuk mengawal bantuan.
Setelah tim ekspedisi Trauma Healing naik semua ke kapal, logistik di naikkan sampailah cerita kepedulian sosial Cik Huzaimah dalam pengiriman bantuan bencana gempa di kabupaten Halmahera Selatan. Kapal Permata Ima dibiayai oleh pemerintah Kabupaten Tidore Kepulauan. Kapal Solidaritas bencana ini dapat berlayar dari Tidore sampai dengan ujung penyusuran laut sampai dengan desa Tawa, kecamatan Gane Barat Selatan pulang pergi karena kedermawanan cik Huzaimah.
Kapal Permata Ima membawa bantuan dari berbagai pihak antara lain Nakertrans, PMI, masyarakat Tidore kepulauan, baik individu maupun lembaga lembaga. Kapal pendistribusi sebenarnya paling strategis dan dibutuhkan untuk distribusi bencana setelah lewat tanggap bencana. Banyak bantuan masyarakat yang masih tersimpan pada gudang gudang logistik di Saketa, padahal masyarakat korban bencana masih terserak di tenda tenda dan masih sangat memerlukan bantuan
Peran orang orang seperti bu Susi Pujiastuti saat sunami Aceh dan peran Cik Huzaimah saat gempa di Halmahera Selatan, menunjukkan sisi kehebatan perempuan pengusaha. Mampu mengisi posisi yang sangat penting yang tidak dikerjakan pengusaha lain. Mampu memposisikan sebagai mitra strategis pemerintah sekaligus jembatan bantuan kepada masyarakat korban bencana.
Kepemimpinan perempuan punya tempat tersendiri di hati masyarakat dunia, terlebih di saat krisis. Negara negara yang dipimpin para perempuan terbukti mampu melewati badai Covid-19 dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar