Jumat, 29 Mei 2020

Kembali Ke Khithoh Ekonomi Islam Di Masa Pandemi Covid-19.


Di masa pandemi covid 19, ada kebutuhan baru mengembalikan konsep ekonomi Islam diperluas cakupannya sesuai dengan maqashid syaria yaitu perlindungan harta untuk tujuan kesejahteraan/falakh.

Ekonomi Islam adalah cara mencapai kesejahteraan umat manusia dengan nilai nilai Islam. Karena konsepsi ekonomi merupakan gagasan sekuler, sehingga ekonomi islam yang banyak dikaji dan dipraktikkan adalah aktifitas komersial dan mengeluarkan aspek sosial dalam aktifitas ekonomi. Gagasan ini perlu ditinjau kembali. Maqashid syariah atau tujuan syariah adalah perlindungan terhadap harta sebagai kebutuhan material untuk keberlangsungan hidup manusia, sehingga seharusnya pemahaman aktifitas ekonomi Islam adalah termasuk perpindahan kepemilikan yang syar'i diluar transaksi komersial, seperti zakat, wakaf, waris dan altruisme Islam lainnya.

Pada masa pandemi corona aktifitas ekonomi non komersial justru menguat. Penggalangan dana yang dilakukan oleh almarhum Dedi Kempot, inisiatif sejuta masker dan lain lain dapat dilihat sebagai bentuk menguatnya ekonomi Islam di masa pandemi. Karena di dalamnya ada aktifitas khifdhul mal, transfer kesejahteraan antar pelaku ekonomi yang tidak dapat disebut sebagai produsen konsumen. Konsep ekonomi Islam untuk tujuan falakh seperti ini yang terpinggirkan karena ekonomi Islam tersandera oleh paradigma ekonomi konvensional yang berorientasi pada keuntungan bukan kesejahteraan/falakh.

Selama ini terdapat perdebatan tentang penting mana pertumbuhan ekonomi atau pemerataan. Apabila pertumbuhan sebagai panglima, maka ketimpangan  kesenjangan antar kelas antar demografi cepat terjadi.  Ekonom sosialis mencita citakan perekonomian yang adil,  yang relatif merata. Sama rata sama rasa. Negara negara yang menerapkan sistem demikian terjebak dengan mandegnya pertumbuhan ekonomi. Pada giliranya makin sedikit yang dibagi ratakan. Negara seperti Korea Utara atau Venezuela salah satu contoh ekstrimnya, sehingga nyaris disebut negara gagal.

Masuknya aspek sosial, altruisme agama seperti : zakat,  infaq, sedekah dan wakaf, dalam wilayah aktifitas ekonomi Islam menjadi solusi dilema pertumbuhan dan pemerataan berjalan seiring seimbang. Ekonomi komersial bertugas mengakselerasi pertumbuhan, ekonomi altruisme atau ekonimi sosial berperan untuk memeratakan. Tidak perlu ada dikotomi baytul mal (lembaga bisnis) dan baytut tamwil (lembaga amal). Kedua fungsi dapat melekat dalam satu institusi ekonomi.

Mengutip hasil jajak pendapat dan survai yang dilakukan oleh Nielsen pada Mei 2020. Terdapat peningkatan signifikan 4 produk, keseluruhannya di sektor kesehatan. Tentu dapat dipahami fenomena ini. Karena covid 19 memang isu kesehatan. Tetapi juga ada sektor lain yang meningkat dan menurun karena faktor turunan dari Covid-19. Permintaan produk yang meningkat antara lain: 59% toiletries & cosmetics, 39% HH equipment, 28% food & beverages, 24% HH products,
22% financial, 12% obat dan kimia,
11% komunikasi, 3% retail dan jasa. Sebaliknya, beberapa produk menurun permintaannya, atau yang berkembang minus : -3% busana, -5% perawatan bayi dan ibu hamil, -15% produk industri,
-31% Automotive , -54% jasa properti
Keseluruhan aspek dari pertumbuhan ekonomi komersial ini dapat dipahami secara logis, dan penjelasannya mudah dipahami oleh awam. Yang menarik adalah tumbuhnya sektor financial dalam masa kontraksi ekonomi. Dalam analisis tersendiri akan dapat dijelaskan hadirnya pembiayaan syariah dan aktifitas ekonomi non ribawi yang memberi kontribusi terhadap berkembangnya sektor financial di masa pandemik covid 19.

Survai Nelson juga memotret perubahan perilaku di masa pandemi donasi meningkat pesat, bersama dengan meningkatnya kebutuhan pokok, e-learning dan konsultasi medis.

Meningkatnya sektor financial dan donasi masyarakat menunjukkan bahwa ekonomi syariah justru geliatnya terasa dan memberikan kontribusi paling signifikan di masa pandemik covid 19. Apakah ekonomi syariah perannya hanya di masa krisis sedangkan pada masa normal tidak?

Suatu sistem ekonomi mendapat pengakuan setelah mampu memberikan solusi krisis ekonomi. Great depression 1930 an akibat perang dunia I dan pandemi flu Spanyol tahun 1918-1920,  menempatkan sistem ekonomi kapitalis sebagai sistem ekonomi terbaik bersama dengan sistem politik demokrasi. Banyak negara modern kemudian berpaling kepada sistem ekonomi kapitalis, termasuk sebagian besar negara negara imprealis kaya seperti Belanda, Inggris dan Perancis.  Ekonomi Syariah   semakin dikaji dan dikembangkan di Indonesia setelah krisis ekonomi 1997-1998. Setelah perang dunia ke-2, terjadi krisis di sebagian besar negara negara yang terlibat perang, dampaknya sistem ekonomi kemudian laku keras, yang menonjol Soviet dan RRC. Akankah Ekonomi Syariah mempunyai momentum untuk digunakan sebagai sistem ekonomi negara negara terdampak covid 19? Tanda tanda dan presedennya memungkinkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar