Oleh Syaifuddin
Masjid komunitas muslim Indonesia dan Melayu di
Bangkok bernama Masjid Jawa, mempunyai cara unik untuk membiayai operasional
masjid. Setahun sekali pada bulan Ramadhan mereka menyelenggarakan bazar dengan
keuntungan sampai 5 miliar rupiah. Dana tersebut yang digunakan untuk
memakmurkan masjid untuk kegiatan keagamaan, Pendidikan Islam dan pengenalan
budaya Indonesia selama satu tahun. Lebih dari lima puluh tahun komunitas
muslim di Bangkok, terutama di masjid Jawa membiayai masjid dengan cara ini. Padahal
jama’ah masjid tidak sedikit yang berlatar belakang pebisnis. Mengapa tidak menggunakan
bisnis syari’ah sebagai alternatif pendanaan masjid ?
Bisnis Syariah berkesempatan tumbuh dalam satu
dasawarsa terahir. Pandemi justru memberikan peluang lebih besar kepada bisnis
syariah untuk berkembang pesat. Beberapa hal yang menyebabkan bisnis syariah
menjadi tren bisnis sekarang dan masa depan yaitu: adanya kebutuhan bisnis alternatif,
kebutuhan akan produk yang sesuai dengan konsumen muslim, kejenuhan konsumen pada
bisnis konvensional, pembatasan interaksi akibat covid memerlukan solusi kebutuhan
konsumen yang berbeda.
Istilah bisnis syari’ah relatif baru dikenal oleh
masyarakat Indonesia, padahal praktik bisnis syari’ah sudah dijalankan sejak
awal agama Islam diturunkan. Sejak generasi awal Islam yang telah mempraktikkan
perilaku ekonomi umat Islam dan menjadi ciri has generasi Mekah dan Madinah, yaitu perniagaan syari’ah. Ciri perniagaan Syariah
(tijarah) adalah bisnis yang tidak mengandung unsur riba, maysir, gharar dan hal
hal yang dilarang oleh syariat Islam.
Usman bin Affan yang pertama kali membebaskan umat Islam Madinah dari praktik
monopoli air oleh pebisnis Yahudi, merupakan sedikit contoh pelaksanaan bisnis
syariah.
Praktik bisnis Syariah itu terus berlangsung dari
generasi ke generasi, antar wilayah bahkan sampai pula ke tanah air Indonesia pada
masa pra kemerdekaan. Organisasi massa Nahdhatul Ulama (NU) berusaha
menggelorakan bisnis Syariah dengan mengusung Gerakan Nahdhatut Tujar atau
kebangkitan para pebisnis. Usaha menjalankan bisnis syari’ah di kalangan muslim
terus berlanjut sampai Indonesia merdeka hingga orde baru meskipun belum
menggunakan istilah bisnis Syariah. Mulai populernya ekonomi Syariah membuka
peluang bisnis Syariah semakin Nampak di permukaan. Dari yang semula hanya bank
syari’ah kemudian meluas sampai ke bidang bidang non keuangan dan wilayah
ekonomi yang tidak terjangkau oleh bisnis konvensional. Bisnis syari’ah menjadi
bisnis alternatif.
Kesadaran konsumen muslim untuk mendapatkan produk
barang dan jasa halal semakin lama semakin menguat. Fenomena kesadaran ini
tidak hanya ditunjukkan oleh konsumen muslim di Indonesia tetapi menjadi
kesadaran muslim global. Keinginan untuk mendapatkan jasa keuangan halal yang bebas
riba mendorong berdirinya ribuan bank Islam dan Lembaga keuangan Syariah lainnya di seluruh
dunia. Market share Lembaga keuangan Syariah terus membesar dengan pertumbuhan
yang pesat, bahkan di negara negara yang mayoritas penduduknya non muslim.
Paling Mutahir adalah kebutuhan produk halal, makanan,
pakaian dan obat obatan menciptakan pasar baru yang bernilai ribuan trilyun. Kebutuhan
sertifikasi halal sebagai tuntutan pasar mendorong riset riset, kelembagaan dan
dihasilkannya para ahli di bidang produk halal. Darinya muncul bisnis bisnis Syariah
di bidang makanan, pakaian, kosmetik halal.
Ribuan tahun bisnis
syariah dan bisnis konvensional dijalankan dengan nama yang sama yaitu
bisnis saja. Masyarakat muslim berniaga secara syari’ah, tapi sebagian muslim lainnya
tidak bisa membedakan antara yang halal dan yang haram terutama dalam
masyarakat yang majemuk. Beruntung masyarakat muslim yang hidup di abad 21
karena masyarakat mendapat pengakuan secara terbuka ciri ciri bisnis syariah
dan konvensional. Terlebih masyarakat Indonesia, perundang undangan dan kebijakan
negara memberi batasan dan penjelasan yang jelas dan lugas pada eksistensi
bisnis syariah.
Ratusan tahun dalam kehidupan bisnis konvensional, masyarakat
mencoba berbagai alternatif konsep bisnis yang lebih sesuai dengan ideologi dan
kearifan lokal masyarakatnya. Namun diantara sekian banyak alternatif, bisnis
syariah ahirnya yang paling menonjol dan menjadi kebutuhan yang sesuai dengan
aspirasi lebih dari satu setengah milyar penduduk bumi. Kelebihan paling
penting dari praktik bisnis syariah adalah sifat dasarnya yang saling
menguntungkan dan tidak eksploitatif. Bisnis syariah didasarkan pada prinsip
paling fundamental yaitu keadilan dan kemanusiaan.
Bisnis syariah memberikan banyak alternatif skema
bisnis yang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Semakin digali, semakin
banyak alternatif yang tersedia, seperti tanpa batas. Karena bisnis syariah terbuka
peluang inovasi tak terhingga. Semua alternatif bisnis boleh dilakukan asalkan
tidak terdapat unsur riba, gharar, maysir dan perniagaan yang diharamkan.
Di masa pandemi makanan halal dan kesehatan menjadi
isu penting. Untuk mencegah terinveksi virus covid daya tahan dan imun tubuh
manusia harus kuat. Kebutuhan produk halal dan obat obatan yang alami menjadi tak
terelakkan. Demand dua produk tersebut meningkat dalam berbagai varian. Maka peluang
bisnis syariah terbuka lebar.
Dalam kondisi ekonomi yang tertekan ekspansi kredit
menjadi sulit, sebab risiko ekonominya cukup besar. Maka skema bisnis syari’ah
yang berdasarkan kemitraan, lost and profit sharing lebih menarik, karena
risiko dan keuntungan menjadi tanggungjawab bersama. Keamanan dan kenyamanan
skema musyarakah dan mudharabah dalam bisnis syariah di masa pandemi lebih
sesuai. Banyak peternakan sapi, kambing, domba di Jawa Tengah yang tetap eksis
dan berkembang pada masa krisis kesehatan menunjukkan bahwa bisnis syariah semakin
terdepan.
1 Juli 2021
#154