Oleh Syaifuddin
Di era
digital yang sudah berseri seri, sekarang sudah sampai 4.0 (four poin yero), telah
memunculkan pesan komunikasi menggunakan multimedia atau berbagai macam media.
Yang pokok saja misalnya menggunakan media tulis, suara, vigur dan gambar
bergerak. Termutahir bermunculan ragam bentuk komunikasi di media sosial
(medsos). Ada facebook, twiter, Instagram, yotube dan lain sebagainya. Semula
orang bermedsos sebagai platform hiburan semata dan main main, namun pada
ahirnya menjadi platform serius yang menghasilkan pundi pundi uang.
Pada mulanya
orang bermedsos untuk urusan tidak serius, namun semakin kemari dapat digunakan
untuk berbagai kepentingan yang sangat serius. Mantan presiden Amerika, Donald
Trump menggunakan twiter untuk kemunikasi politiknya, bahkan perannya menggeser
peran juru bicara Gedung Putih. Tweet Elon Musk pemilik CEO Tesla dapat
melipatgandakan harga bitcoin ribuan persen dalam sekali tweet, sekaligus dapat
meruntuhkannya dalam waktu sekejap.
Hiruk pikuk
youtube dan keuntungan adsense yang dijanjikannya telah mendorong ribuan bahkan
jutaan anak muda menjadi youtuber. Publik tanah air disuguhi karya video
yaoutuber tanah air yang berpenghasilan milyaran setiap bulannya. Kita tidak
asing lagi dengan Atta Halilintar, Rafi Ahmad, Baim Wong, Ria Ricis dan Dedy
Curbusier. Sekarang ini, hampir semua selebritis membekali diri dengan chanel
youtube sebagai penghasilan tambahan, terutama pada masa masa pandemic dua
tahun belakangan. Subscriber mereka mulai jutaan sampai puluhan juta. Beberapa
youtuber menjadi orang kaya baru.
Perkembangan
bermacam media di era digital, seakan akan meminggirkan media komunikasi yang
cukup tua yaitu tulisan. Nyatanya meskipun banyak koran gulung tikar, majalah
mati suri, buku bermetamorfosa dalam bentuk pdf dan ebook, tetapi kebutuhan
menulis/script dibalik munculnya semua media itu masih terus terjadi.
Kitab kitab
suci ditulis dari wahyu Tuhan yang disampaikan dalam berbagai medium, pada
ahirnya harus diawetkan dalam bentuk symbol tulisan sehingga dapat diwariskan
dari waktu ke waktu. Tidak bisa dibayangkan bagaimana jadinya kalau firman
Tuhan diwariskan secara lisan berdasarkan ingatan. Terjadi distorsi besar
besaran karena keterbatasan manusia dalam menerima dan mentranfer informasi.
Juga sama kalau pengetahuan hanya
diawetkan informasinya melalui media film, pas diperlukan listrik mati atau
alat penyimpannya rusak, maka menguaplah pengetahuan itu.
Sebagus
apapun hasil penelitian yang dipresentasikan dalam bentuk power point, bagan
dan gambar yang menarik, pada ahirnya harus ditulis dalam struktur yang baku
supaya bisa masuk jurnal bereputasi. Semenarik apapun youtube, menjadi sulit
dijadikan referensi dan dikaji ulang sebelum digubah dalam bentuk buku atau
tulisan.
Sejauh apapun
perkembangan teknologi komunikasi, maka kecanggihan menulis dan mengungkapkan
gagasan dalam bentuk tulisan selalu diperlukan untuk mendampingi perkembangan
media komunikasi. Kitab, koran, majalah, radio, televisi, media sosial, youtube
tidak bisa menggantikan atau mematikan keterampilan menulis sebagai Bahasa
manusia yang tetap bertahan.
Di dunia
perguruan tinggi tempat bersemainya pengetahuan dan reproduksi pengetahuan,
menulis dan tulisan sebagai medium ilmu pengetahuan tidak akan pernah mati.
Mahasiswa boleh presentasi skripsi, tesis dan disertasi dalam bentuk power
point, tetapi gagasan runtut tulisannya harus dilaporkan dalam bentuk skripsi
tesis dan disertasi. Karya tulis itu tidak bisa digantikan dengan tayangan film
dokumenter, atau temuan teknologi baru misalnya.
Tulisan dan
keterampilan menulis sejatinya tidak pernah mati dan selalu dibutuhkan dari
masa ke masa. Dia menjadi tulang punggung dari berkembangnya media komunikasi.
Eksistensinya tidak selalu terlihat, tapi akan selalu ada. Menulis tidak ada
matinye.
30 Juni 2021
#153